16-Merah dan Solar

222 26 6
                                    

Mulut Duri terbuka lebar sampai dua bahkan lebih dari lima lalat bisa melewati terowongan mulut Duri secara bersamaan. Matanya mengedip-ngedip, kentara sekali masih mengantuk. Tapi rasa tak nyaman di bawah, membuatnya tak nyenyak tidur, berteriak-teriak minta untuk dikeluarkan sekarang. Alhasil, Duri turun dari ranjang, dengan linglung, terkantuk-kantuk, sampai terhantuk dinding.

Duri jatuh terduduk setelah kepalanya terhantuk dinding. Tangannya mengusap-usap dahi. Mulutnya kembali terbuka, kali ini bukan menguap, tapi suara tangisnya menggelegar membuat penghuni rumah yang telah lama terlelap terjungkal kaget mendengarnya.

"Astagfirullah, Duri!"

Sang ibu lebih dulu menghampiri, membawa Duri dalam gendongan. Saat suaminya datang, ia memelototinya. Berkata lewat tatapan, ini semua salahmu. Sedangkan Amato, cengo tak paham maksud sang istri.

Malam itu, bukan hanya Duri, ibu, dan ayah yang bangun. Melainkan seluruh kembar ikut terbangun dan menuju sumber suara. Termasuk Solar yang menatap kakaknya heran tak mengerti apa pun.

"Ah, kayaknya malam ini bakal susah tidur."

Solar melirik Ice yang bergumam, sembari mengucek kedua matanya lalu menguap lebar. Ia melabuhkan kepalanya pada bahu Blaze. Solar kembali menatap Duri yang masih menangis brutal.

Saat itu Solar dan lainnya baru saja malam semalam menginjak umur lima tahun. Dan si ayah sudah menyarankan agar tidur berdua sekamar dan tidak lagi ditemani orang tua.

Setelah malam itu, mereka kembali tidur dengan orang tua. Lalu pelan-pelan, satu-persatu, saling melepas diri dan memilih tidur sekamar berdua. Yang pertama Blaze dan Ice. Itu karena Blaze merasa tertantang sendiri, sedangkan Ice angguk-angguk saja, lalu bilang,

"Sepertinya nyaman tidur berdua saja. Asal Kak Blaze tidak mengacau."

Satu bulan berikutnya Taufan dan Gempa ikut memisah diri, malam berikutnya Halilintar menyusul. Akibat dikatai Taufan, "Kak Hali penakut, huuu!"

Solar dan Duri yang mengambil waktu lama. Solar sudah beberapa kali mengajak Duri, tapi Duri tidak merespon apa pun. Wajahnya juga tampak takut-takut. Solar maklum dan mencoba tidak egois. Sampai saat, mereka berusia enam tahun, untuk pertama kalinya, Solar membentak Duri.

Dan itu jadi hal paling membekas diingatan. Baik ingatan Duri, atau bahkan Solar sendiri.

=••=

"Merasa Duri makin jauh ya, Solar?"

Solar melirik Ice yang baru saja duduk di sebelahnya. Dia tidak menjawab, tapi menghempas napas dengan kasar, lalu mendongak menatap langit biru yang dipenuhi kapas-kapas putih yang merangkai berbagai macam bentuk abstrak. Tinggal cara seseorang melihat awan-awan itu dalam bentuk seperti apa saja lagi.

"Gak tau. Kayaknya, iya."

Ice juga tidak langsung menjawab. Dia ikutan menatap ke langit. Tiba-tiba teringat akan sesuatu.

"Katanya, kalau seseorang mendongak pas lagi sedih, itu tinda kayaknykan menahan air mata. Tapi, aku kalau sedih malah nunduk, biar air mataku gak keluar." Tawa kecil Ice mengudara. Teringat masa kecil.

"Semua orang beda-beda. Mungkin ada yang memang orang-orang nahan air matanya dengan mendongak, atau menunduk biar gak keliatan sedih, atau tetap lurus dan datar meski mata berkaca-kaca. Ada juga yang milih buat gak memendamnya dan milih buat nangis aja."

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now