7-Tidak Suka

287 38 3
                                    

Bagi Solar, Duri hanyalah duri dalam daging keluarga. Solar tidak menyalahkan Duri atas kekacauan yang terjadi. Ini murni karena kelalaian ayahnya dan menanggung kerugian paling banyak adalah Duri. Itulah yang dipikirkan Solar sejak dia mengalaminya dan mulai berpikir menjadi lebih dewasa. Sampai dengan beraninya datang pada tiga kembar tertua dan mengusulkan hal tak terduga.

"Kita kembar, lahir di hari sama, hanya perbedaan menit yang tak berarti. Tak ada alasan untuk menyebut ini sebagai adik-kakak."

Yang disetujui oleh Taufan pertama kali, lalu Gempa dengan segala pertimbangan, dan terakhir Halilintar meski harus saling berdebat. Walau pada akhirnya, Gempa 'lah yang memberi pengertian pada Halilintar entah bagaimana caranya.

Semenjak kematian sang ibu, mereka semua pindah ke Pulau Rintis dan tinggal bersama sang kakek. Ayahnya selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan. Sampai langit senja menyingsing waktu, perlahan berganti menjadi malam, ayahnya itu juga baru datang setelah mereka semua terlelap. Lambat-laun semua seolah tak terkendali. Ayahnya kerja di luar negeri sebagai duta. Membiarkan ketujuh anaknya membesar dalam naungan sang kakek.

Solar kesal. Tentu saja. Mungkin bukan hanya dirinya. Melainkan Halilintar juga. Pernah ia dapati Halilintar yang merengut ketika ayah mereka datang setelah sekian lama. Menjadi lebih cuek dan temperamen. Solar sendiri berusaha bersikap biasa. Meskipun setiap kali ditanya yang keluar dari mulutnya hanyalah kata-kata sinis.

Solar tidak tahu, sudah berapa kali ia diikutsertakan dalam olimpiade sains. Dan entah berapa kali ia berharap akan datangnya pujian dari sang ayah. Dan semua hanya menjadi angan yang membuang waktu, tenaga, juga pikiran. Hanya Tok Aba dengan pujian monoton dan beberapa kakaknya yang terlihat tidak benar-benar tulus. Kecuali, Duri. Yah, Duri. Duri memujinya sepenuh hati. Bahkan saat ia mendapat nilai seratus untuk ulangan harian di mana semua anak diperbolehkan mencari rumus dalam buku. Seolah itu adalah hal luar biasa yang bisa dilakukan Solar. Solar cukup tersinggung di bagian sana.

Solar tidak benar-benar membenci Duri. Dia hanya tidak suka, bagaimana Duri menyusahkan semua orang di rumah. Dan kejadian beberapa tahun silam, cukup untuk memukul mundur Solar untuk menjauh dari Duri. Bahkan kata-kata Duri masih terngiang jelas dalam kepalanya. Seolah itu tidak bisa hilang dari memorinya.

Saat Solar hendak membuka pintu, suara tangis Duri terdengar. Begitu pula monolog Duri yang terdengar cukup kencang. Saat suara itu menghilang dalam beberapa detik, Solar buka pintu itu. Matanya terbelalak tajam. Bilah pisau yang berkilat itu diangkat Duri ke udara. Matanya kosong ke depan, seolah jiwanya sudah lama melayang dari tubuhnya. Kedua kaki Solar bergerak tanpa diperintah. Semakin dekat Solar dengan Duri, semakin dekat ujung pisau itu pada leher Duri.

"Duri!" Solar berteriak. Segera mengarahkan telapak tangannya pada ujung pisau tanpa berpikir panjang. "Akh!"

"So-Solar." Duru tersentak. Kakinya gemetar begitu pula matanya. Manik sewarna zamrud itu mulai mendapati kehidupan kembali. Saat melihat darah mengalir dari telapak tangan Solar, badan Duri segera melemas. Tubuhnya merosot pada dinding. Matanya kembali basah dengan air mata.

Sejurus setelahnya, Halilintar mendobrak pintu. Masuk dengan wajah syoknya yang semakin kentara pada muka kusut itu.

=••=

"Kak Duri. Kak Duri kenapa?"

Solar merangkak pelan, menggapai Duri yang tampak gelisah. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Seperti burung hantu yang mengawasi digelapnya malam. Solar segera mundur menjauh. Merasa keputusan mendekati Duri bukan hal tepat.

"Aku harus mati."

Mata Solar terbuka lebar. Dia segera mendekati Duri kembali. Memegang kedua tangannya, mencoba membuat Duri menoleh padanya.

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now