5-Thanks Big Brother!

342 41 4
                                    

"Kak Gempa, Kak Gempa! Duri mau bantuin boleh gak!" Duri berseru riang dari balik dinding dapur. Mata besarnya bersinar-sinar seperti ada bintang di sana.

Gempa tertawa kecil, lalu mengelus kepala Duri lembut. "Boleh, dong! Ayo masak bareng. Nanti Duri anterin makanan ke kamar Atok, ya."

Kedua sudut bibir yang semula tertarik, menjadi lepas dan membentuk pelangi. Bedanya, mata Duri basah hendak menangis. Yang tadinya cerah seperti mentari pagi, menjadi kumpulan awan mendung yang siap menurunkan hujannya.

Gempa kembali mengelus kepala Duri. "Gak papa, Atok cuma sakit biasa kok. Duri jangan sedih lagi, ya." Gempa menarik napas panjang. Wajahnya kentara lelah teramat. "Yuk kita mulai masak!"

Duri mengangguk, menurut saat Gempa menariknya masuk ke dapur. Duri memperhatikan Gempa yang jongkok di depan kulkas sembari mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak.

"Kita mau masak apa, Kak Gempa?"

"Kita masak sup. Sekalian buat Atok."

Duri memiringkan kepala--hal yang dilakukannya ketika bingung. "Kenapa gak bubur aja? Kalau Duri sakit biasanya Kak Gempa buatin bubur."

"Atok gak suka bubur. Tadi, pesannya minta dibuatin sup aja."

Duri angguk-angguk. Dia sabar menunggu perintah Gempa yang sudah ke sana-kemari memulai pekerjaannya. Sepertinya Gempa lupa akan atensi Duri. Mengingat ia yang lebih suka melakukan segala sesuatu sendirian. Menit berikutnya, Gempa teringat pada Duri yang sudah mulai bosan menunggu. Dengan cepat ia memberi perintah.

"Eum, Duri. Ambilin kecap di lemari, ya?" perintah Gempa tanpa menoleh. Dia masih sibuk dengan potongan wortel.

Duri segera mengangguk cepat. Ia beranjak dari duduknya, menuju lemari atas. Kakinya mesti berjinjit agar sampai. Setelah susah payah dan penuh keringat, Duri berhasil mendapatkan kecapnya. Ia segera meletakkan itu di meja dekat kompor. Lalu menghela napas pelan.

Duri akur, meletakkan kecap di meja dekat dengan kompor. "Apalagi Kak Gempa?"

"Nanti, ya. Duri duduk aja dulu."

Menganggukkan kepalanya, Duri lantas duduk di kursi. Memperhatikan Gempa yang lihai dalam hal memasak. Senyum Duri mengembang. Di antara saudaranya yang lain, ia paling sayang dengan Gempa. Selain senyum Gempa yang selalu mengingatkannya pada sang ibu, makanan yang dibuat Gempa juga enak. Duri selalu menyayangi Gempa. Dan Gempa satu-satunya saudara kembar yang sampai sekarang masih dipanggil dengan embel-embel 'kakak'.

Itu tiba-tiba saja terlintas dalam benak Duri. Tentang kemampuan Gempa yang hebat dalam memasak. Duri berpikir, itu kerena sang ibu menurunkan kemampuan memasaknya pada Gempa. Lagipula, yang paling mirip dengan sang ibu hanya Gempa. Duri mengangguk-angguk, setuju dengan hipotesisnya.

"Widih, masak apa, nih!" Taufan muncul tiba-tiba, mengagetkan Duri yang sibuk melamun.

"Duri kaget!" Duri manyun pada Taufan, dibalas kekehan oleh anak bermata safir itu.

Mata Duri terpaku pada toples yang dipeluk Taufan. Sepertinya, berisi biskuit. Duri menunjuknya. "Itu biskuit, ya?" tanya Duri, mulutnya tidak sabar ingin memakan biskuit itu jika Taufan membolehkannya.

"Iya. Tapi buatan Yaya. Mau?" Taufan sodorkan toples biskuit itu pada Duri. Duri sontak geleng-geleng. Dia masih waras untuk tidak mencoba kue killer itu.

"Siapa yang mau ikut ke sekolah, aku mau latihan voli, nih!"

Duri mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Duri mau ikut!" serunya riang gembira.

Gempa yang sedari tadi sibuk, akhirnya duduk, setelah memasukkan bahan terakhir. "Aku juga. Mau ke aula sebentar buat mantau."

"Sip! Bakal kujaga dua adikku ini!"

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang