25-Seni yang Hilang

162 24 2
                                    

Gempa tak pernah berpikir bahwa gambar coretan milik Duri terasa menyeramkan. Baginya, itu biasa saja, sebatas coretan biasa. Bahkan, kalau boleh menilai, itu sedikit terlihat buruk pada pewarnaannya.

"Loh, ini juga mau dibuang, Gem?"

Itu pertanyaan di pagi hari cerah dari saudaranya, Taufan. Ketika mereka sedang membersihkan rumah besar-besaran---pekerjaan rutin setiap sekali dalam sebulan.

Gempa menoleh, melihat pada Taufan yang memegang sebuah buku gambar. Tampak masih baru, tapi Gempa jelas tahu, itu sudah penuh.

"Aaaa, ya. Punya Duri, udah penuh."

"Eh, punya Duri? Wow!" Kedua bola mata Taufan membola. Tangannya membuka buku gambar tersebut.

Gempa tersenyum simpul melihatnya. Membiarkan Taufan melihat-lihat buku gambar Duri. Siapa tahu, setelah ini Taufan akan mau membantu Duri menuntaskan traumanya. Saat Gempa hendak mengangkat kotak, Taufan kembali bersuara.

"Gambarannya aneh, ya. Rata-rata bunga, sih."

Gempa melirik Taufan sedikit, dia mengangkat bahunya, sebelum berdiri dengan kotak yang barusan disusunnya.

"Emang biasanya gitu, kok."

"Gambaranmu seram, Taufan."

Gempa dan Taufan sama-sama tersentak. Halilintar tiba-tiba saja mengejutkan dari belakang. Atas pernyataan Halilintar, Taufan segera membantah. Dan keduanya hanyut dalam perdebatan kecil. Gempa menghela napas pelan, mengabaikan dua saudaranya dan segera mengantar kotak itu ke luar pagar.

Dan tepat malam ketika dia ingin tidur, pikiran Gempa penuh dengan, "Kenapa Halilintar bilang gambaran Duri menyeramkan, ya?"

=••=

"Kita liat-liat kantinnya dulu, yuk Duri! Lagian masoh lama MOS baru mulai."

"Engga mau, banyak orang."

Taufan merengus, kecewa sekali tidak berhasil membujuk Duri. Lantas, bersungut-sungut, merutuki Blaze yang harusnya pergi bersama dirinya saja. Tapi, Blaze malah mencari Ice bersama Halilintar dan Gempa, yang entah hilang ke mana. Jika, hanya berdua saja dengan Duri, rasanya mereka tidak bisa satu frekuensi. Terutama, di tempat seperti ini.

"Terus mau ke mana? Biar ngga suntuk-suntuk amat."

Duri menatap wajah Taufan lamat. Matanya mengerjap sedang otaknya mencoba mendapatkan jawaban. Kian detik berlalu, hingga akhirnya pundak Duri naik ke atas dan dia menggeleng pelan. Tanpa bersuara pun, Taufan pasti memahaminya, Duri tidak tahu.

"Di sini aja. Ngga terlalu sepi, ngga terlalu ramai. Pas!" Duri mengacungkan jempol, tersenyum senang.

Taufan menghela napas pelan, mengukir senyum kecil di bibirnya. Tak ada lagi yang bicara setelahnya. Duri sepertinya sibuk menatap orang-orang berlalu-lalang. Sesekali menunduk ketika tak sengaja bertembung mata dengan beberapa orang.

"Ayah, nanti ke sini lagi?"

Taufan menolehkan kepalanya pada Duri. "Engga tahu, sih. Tapi, kayaknya iya. Buat jemput."

Duri mengangguk-angguk paham. Kepalanya terangkat, mendongak menatap langit. Memperhatikan awan-awan yang bergumul membentuk sesuatu.

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now