AS_11

3.6K 157 2
                                    

Hari hari terlewati begitu saja. Skripsinya juga sudah berjalan dengan aman.

Tapi dia sudah mulai berkuliah dirumah. Ya, walau belum terlalu besar, perut Shinta sudah mulai terlihat.

Kehamilannya memasuki usia 6 bulan.

Setiap dua Minggu sekali, Arjuna akan memanggil pihak dokter kandungan untuk memeriksa Shinta.

Tak pernah absen untuk USG dan Arjuna juga menemani Shinta.

Tapi intensitas Arjuna bersama Shinta juga semakin berkurang. Arjuna jarang dirumah bahkan dia akan pulang larut malam dan berangkat pagi sekali.

Arjuna hanya akan ada saat pemeriksaan.

Entah kenapa tapi Shinta begitu sedih.

"Nyonya... Kandungan anda sangat baik, tapi tolong anda tak boleh terlalu stress dan emosi anda tolong anda stabilkan..."

"Oh.... Mungkin karena pengaruh skripsi"

"Baiklah.... Luangkan waktu untuk bersantai..."

"Terima kasih...."

Dokter dokter itu segera keluar dan meninggalkan Shinta serta Arjuna sendiri.

"Apa ada masalah?"

"Tidak..."

"Kamu berbohong..."

"Ehmm... Kamu sekarang tak pernah menemaniku lagi... Kamu semakin dingin, apa karena aku sudah tak cantik lagi?"

"Kamu jangan manja... Banyak pekerjaan yang harus aku urus... Kamu baik baik dirumah, aku akan pergi bekerja"

Arjuna mengelus puncak kepala Shinta dan pergi. Tanpa ciuman seperti biasa.

"Apa salah kalau aku menginginkan lebih darimu?"

Shinta bermonolog, dia yakin Arjuna juga sudah pergi.

Shinta kembali menangis.

Setiap emosi tertumpahkan begitu saja, dia bahkan menangis dengan kencang dan tak ingin makan.

Entah sudah berapa jam dia bertahan dengan air mata yang terus menetes walau tak ada isakan ditengah tangisannya.

Kepala pelayan juga begitu khawatir dengan keadaan nyonya kesayangannya itu.

Bahkan semua pekerja rumah juga mengkhawatirkannya.

Wanita dengan panggilan nyonya itu begitu baik, dan semua pekerja begitu menghormatinya.

"Nyonya... Sudah sore waktunya Anda makan malam"

"Biarkan disana... Aku akan mengambilnya nanti"

"Baik..."

Wajah Shinta begitu pucat dan benar-benar sangat mengerikan.

Kepala pelayan yang tak tahan, segera menelpon tuannya dan memberitahu tentang keadaan Shinta.

"Ada apa?"

"Nyonya terus saja menangis tuan, dan tak mau memakan makanannya dari tadi pagi"

"Berikan ponselnya padanya"

"Baik tuan...."

Kepala pelayan itu segera memberikan ponselnya pada Shinta dan wanita hamil itu menerimanya dengan enggan.

"Hallo?"

"Kenapa tak makan? Makanlah, jangan memikirkan keegoisanmu sendiri, kamu mengandung anakku"

"Aku mengerti..."

Shinta menutup panggilan itu, dan memberikannya pada kepala pelayan itu.

"Kamu mengadu?"

"Ini demi kebaikan nyonya..."

"Berikan makanan itu"

Kepala pelayan itu dengan antusias mengambil piring berisi makanan untuk nyonyanya.

Shinta segera menyendok makanan itu sampai habis setelah habis, Shinta berlari kearah toilet dan  memuntahkan kembali makanan itu.

Kepala pelayan begitu panik, dan membantu Shinta untuk berdiri. Tapi Shinta tak memiliki begitu banyak tenaga dan berakhir  pingsan.

Semua isi rumah begitu panik, dan Arjuna juga segera pulang untuk melihat Shinta.

"Keadaannya tak baik baik saja... Emosi pada ibu hamil memang berubah ubah, jadi tolong situasi rumah juga harus kondusif"

"Aku mengerti..."

"Nyonya akan saya infus untuk malam ini, jadi tolong ada yang berjaga untuk melihat infusnya..."

"Baiklah"

Dokter kandungan itu segera pergi dan diikuti oleh kepala pelayan.

Arjuna duduk disisi ranjang.

"Maafkan aku... Aku ingin membuatkan rumah yang baik untukmu dan anak kita... Aku ingin menjadi ayah yang baik untuknya kelak..."

Arjuna menangis disisi Shinta. Setelah tahu Shinta hamil, dorongan untuk keluar dari pekerjaannya dan membangun bisnis yang normal semakin tinggi.

Dan itu berdampak pada Arjuna yang sering lembur dan emosi yang tak stabil.

Arjuna tak sadar kalau perubahannya selama ini begitu mempengaruhi kesehatan mental Shinta.

Arjuna tidur disisi Shinta dan memeluk perut yang lekas membuncit itu.

"Aku janjikan sebuah pernikahan bahagia dan keluarga Yang hangat untukmu, darl...."

Ya, itu janji untuk Shinta. Walau Shinta belum sadar tapi dia akan memegang janji itu selamanya.

Hanya Shinta yang dapat menggerakkan hatinya selama ini. Shinta begitu berarti untuknya.

°°

Pagi harinya, Shinta terbangun. Dan melihat tangannya yang terpasang infus, dia sudah menduga akan seperti ini.

Dan dia juga merasakan kalau disampingnya ada seseorang.

Lelaki berkulit tan dengan kaos putih itu memeluknya posesif.

"Arjuna... Apa perlu aku seperti ini, baru kamu memperhatikanku...."

Shinta meneteskan air matanya. Arjuna sudah terbangun tapi dia bertahan dengan menutup mata, dia mendengar keluhan Shinta.

Hatinya sakit, dan benar... Arjuna telah jatuh cinta pada Shinta.

"Aku senang ada di sampingmu, menemanimu disetiap susah mu... Tapi tolong, kalau kau tak menginginkanku dan anak kita, katakan jangan kau siksa aku seperti ini .. ini begitu sakit"

Arjuna sekuat tenaga menahan diri untuk tak merengkuh dan mengusap air mata Shinta.

"Satu tahun... Sebentar lagi akan satu tahun... Kontrak kita akan berakhir... Entah aku akan kau pertahankan atau kau lepaskan.... Aku tak ingin memikirkan itu, setidaknya aku masih bisa menatapmu pagi ini, aku sungguh bahagia ..."

"Arjuna... Kau tahu, anak kita selalu menendang nendang saat aku merindukanmu, dia juga merindukanmu.... Bahkan saat aku dalam keadaan mood yang buruk, dia akan menghiburku dengan tendangan kecilnya dan aku akan tertawa..."

"Aku harap, kamu juga bisa merasakan tendangan kecil itu..."

Ingin sekali dia membuka mata dan berinteraksi bagai pasangan normal lain, mengenyahkan egonya.

Dan dia merasakan perut yang dia peluk, bergerak tak berirama. Dan itu cukup menggelikan.

"Lihatlah... Dia begitu senang saat kau memeluknya..."

Dan hati Arjuna begitu hangat setelah mendengar perkataan Shinta.

*******

Aku Simpanan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang