18. Tengah Malam.

2.5K 385 16
                                    

Farel sudah keluar dari apotek saat Jeri sibuk menarik Rian ke atas motor. Dia menggeleng-gelengkan kepala saat mendengar kakak kelasnya itu mengatakan soal hantu. Farel barusan membeli beberapa plester, obat merah, dan alkohol pembersih luka. Bukan untuk telapak kakinya, karena luka disana sudah sembuh.

Pemuda ber-freckless itu melangkah menuju taman bermain. Dia sodorkan satu plastik berisi obat tadi ke depan Hera, membuat gadis itu segera menoleh ke arahnya.

"Buat ngobatin luka di badan Kakak."

Hera mengusap matanya sebentar, lalu menerima plastik yang Farel beri. "Terima kasih." Suaranya bergetar lalu diikuti air mata yang kembali turun. Satu tangannya langsung menutup mata sebelah kiri, lalu menunduk.

Farel menghela nafas, dia menggaruk kepala bagian belakangnya sebelum berlutut di sebelah si mantan pacar. Farel usap tangan Hera yang memegang plastik obat.

"Ga apa-apa, nangis aja."

Bisa Farel dengar isakan Hera semakin kuat. Entah seburuk apa rasa takut yang kini gadis itu rasakan, yang Farel lihat kini Hera seperti kaca yang sudah pecah dan serpihannya berserakan. Dia rangkul pundak Hera guna menariknya ke dalam pelukan.

Membiarkan mantan kekasihnya semakin larut dalam tangis. Farel usap surai panjang gadis itu. Walau sakit hati dengan perlakuan Hera dulu, Farel tetaplah seorang laki-laki.

"Maaf.."

Di sela tangis Hera berucap. Farel melonggarkan pelukannya agar mendengar suara Hera lebih jelas.

"Maaf.. aku salah. Aku salah sama kamu, sama Rian, sama Kevin. Aku salah." Cengkraman pada baju Farel terasa semakin kuat.

Farel mengusap rambut Hera. Membiarkan gadis itu untuk melanjutkan kalimat walau hatinya mendongkol setelah mendengar kata maaf dari Hera.

"Aku ngaku, memang sering playing victim ke orang-orang biar kalian yang dipandang salah. Aku takut, takut malah aku yang dikucilkan." Isakan Hera semakin kuat seiring banyaknya kalimat yang dia ucapkan.

Farel eratkan lagi pelukannya. Kali ini membawa kepala Hera untuk bersembunyi di pundaknya. "Sstt.. iya iya, gue paham. Syukurlah kalau kakak sadar."

Dia telan bulat-bulat semua sumpah serapah yang hampir keluar. Hera belum siap untuk mendapatkan caci maki, maka Farel akan mengutarakannya kapan-kapan. Sekarang keselamatan mantan kekasihnya itu jauh lebih penting.

Suasana kembali hening, hanya suara tangis dan semilir angin yang menerpa pakaian juga helai rambut keduanya. Ingatan Farel berputar ke beberapa menit lalu, saat dimana dia dalam perjalanan pulang dari reuni SMP. Farel sengaja mengambil jalan pintas yang sepi karena terkenal angker demi menghemat waktu sebab matanya sudah berat.

Saat di depan bangunan bekas sekolah, Farel hendak menambah kecepatan motornya tapi suara tangis perempuan menghentikan niat pemuda itu. Dia hentikan laju motor guna menajamkan pendengaran. Suara tangis dan teriakan minta tolong semakin kuat. Farel yakin itu bukan suara hantu, karena hawa di sekitarnya tidak aneh.

Dia turun dari atas motor. Lalu menarik kunci setelah menyalakan senter di ponsel. Farel berjalan di sepanjang pagar sekolah tak terpakai itu, lalu langkahnya terhenti setelah berbelok ke pagar yang di samping. Matanya menangkap sosok Hera terikat di pagar sambil menangis.

Sebenci apapun Farel kepada Hera, baginya perbuatan orang yang sudah membuat Hera begitu sama sekali bukan tindakan seorang manusia. Dia lepaskan ikatan gadis itu lalu membawa tubuh ke dalam pelukan. Badan Hera lemas bahkan tidak sanggup walau hanya sekedar berdiri.

Di jalan Hera cerita kalau tadi dia pergi dengan pacarnya, terus ternyata pacarnya tahu tentang kasus Rian dan Kevin kemarin. Di perjalanan pulang dia dipukuli oleh tiga laki-laki dan diikat disana. Tubuhnya bergetar saat bercerita. Namun Farel tidak ada niatan untuk meminta gadis itu berhenti cerita.

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang