29. Penolakan Kedua.

2.4K 381 36
                                    

TW // MENTION OF VIOLENCE, DADDY ISSUE.

(Haidar debat dengan bapaknya, jadi kalau ada yang ga nyaman bisa berhenti baca setelah pembatas kedua yah.)

Rian tidak sekalipun memotong kalimat Haidar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rian tidak sekalipun memotong kalimat Haidar. Dia simak baik-baik cerita yang lebih muda dari bagaimana situasi di rumah sampai kejadian barusan. Tidak ada yang terlewat. Hatinya terasa sakit ketika menyadari ternyata ada orang yang tidak seberuntung ini.

Tubuh Haidar kembali bergetar, dia meremat kaleng di genggaman, membuat Rian menarik kaleng tersebut sebelum melukai tangan pemuda itu. Dia bergeser untuk mendekati Haidar, membiarkan yang lebih muda memeluknya sambil menangis.

"Papa kenapa gitu ya, Bang? Padahal gue ga pernah bikin salah. Gue nurut terus kok sama Papa."

Rian menggeleng. Dia usap kepala Haidar yang bersandar di pundak. "Abang ga tahu, ga ada yang tahu Papa Haidar kenapa."

Usapan Rian turun ke punggung, sesekali menepuk-nepuknya. Haidar semakin menangis, dia eratkan pelukan sembari meremat pakaian Rian.

"Papa ga sayang sama gue, ya? Papa ga sayang sama anak-anaknya, ya? Pasti iya, kan?"

"Bang! Iya kan?"

Rian menggeleng lagi. Dadanya seolah diiris-iris oleh setiap pertanyaan yang terlontar. Dia tidak tahu jawabannya, lidah Rian kaku.

"Ga gitu, kok. Ga gitu..." Otaknya memutar cepat, mencari kata yang pas untuk menghibur Haidar.

"Papa sayang sama Haidar, buktinya dia jauh-jauh datang kesini mau lihat kondisi Haidar, kan?"

Haidar menggeleng kuat. Rasa sesak di dadanya semakin bergemuruh, tidak terima dengan pernyataan yang disampaikan Rian. Tidak! Papa kesini bukan untuk melihat kondisinya. Tanpa sadar Haidar mengeratkan pelukan hingga membuat yang dipeluk merasa sesak.

"Ssstt.. ssstt.. iya iya enggak. Abang ga tahu apa-apa." Rian cepat bersuara sebelum lehernya tercekik oleh pundak Haidar.

Tangisan itu bertahan hingga setengah jam kemudian. Cahaya matahari sore sudah memudar seiring bergantinya jam. Rian masih setia menenangkan Haidar. Dia bahkan membawa si gemini untuk berbaring dan menyelimutinya.

Pelukan dilepas ketika Haidar menjauhkan tubuh. Ia menghapus air mata yang membekas di pipi.

"Udah tenang?"

Haidar mengangguk, "tapi kalau diingat lagi rasanya masih mau nangis."

Rian terkekeh lalu mengusap kedua mata Haidar, menyingkirkan sisa air mata yang ada disana. Pergerakkan sederhana yang mampu menyalurkan hangat ke dada sang empu. Jantungnya berdebar cepat dan semakin cepat saat tatapan mereka bertemu.

"Matanya udah sembab begini, masa mau nangis lagi."

Ah, berapa kali Haidar harus terjatuh ke pesona pemuda di hadapannya ini? Mengapa semua yang Rian lakukan selalu mampu membuat Haidar kagum?

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang