39. Jangan Banyak Nanya.

2.7K 351 70
                                    

Rian membawa Haidar ke salah satu taman yang paling populer di daerah mereka. Tempat yang pernah ditunjukkan Jordan pada Haidar sebelumnya. Rian pilihkan kursi taman yang kosong, tepat menghadap lapangan skate. Selanjutnya Dia pergi membeli es krim untuk menemani obrolan mereka.

"Maaf ya, kemarin abang tiba-tiba diemin kamu." Rian datang dengan dua es krim di tangan.

Haidar yang awalnya fokus memperhatikan lapangan skate segera menoleh, lalu mengangguk—menerima es pemberian Rian.

"Iya, santai aja bang. Gua ngerti kok."

Tapi selanjutnya dia sadar, baru saja Rian memanggilnya dengan sebutan 'kamu'. Itu terasa lebih mengguncang hatinya daripada dipanggil 'adek'.

Melihat Haidar yang tiba-tiba memutus kontak mata membuat Rian tersenyum. Dia duduk di sebelah si adik kelas.

"Ngerti apa, dek?"

Haidar bergumam dulu sebelum menjawab, "ngerti kalau abang nggak suka sama gua." Dia lirik Rian sekilas. "Malah aneh, kalau abang nggak bereaksi apa-apa pas tahu tentang gua yang suka sama abang."

Haidar menghela nafas, bersandar di sandaran kursi. "Maaf ya, bang. Padahal sejauh ini hubungan kita baik-baik aja, tapi malah gua rusak karena baper sama lo."

Rian menggeleng, "nggak gitu, dek." Tangannya menyentuh pundak si gemini. "Perasaan nggak bisa diatur, apalagi dipaksa. Jadi kamu nggak salah, nggak perlu minta maaf." Tangannya turun, kembali diletakan di atas paha. "Abang yang harusnya minta maaf, abang salah karena mau jauhin kamu."

Haidar tersenyum, "Oke, gua maafin yaa." Lalu lanjut memakan es krim.

"Makasih yaa, adeek~"

Haidar tertawa mendengar nada bicara Rian yang terkesan manja, "Hahaha, kok gemes? Abang kaya Bang Jordan pas tiap kali gua telpon."

Rian menoleh setelah menggigit bagian kecil es miliknya. "Oh ya? Masa, sih?"

"Iyaa, beneran." Yang ditanyai mengangguk. "Bang Jordan manja banget orangnya. Apalagi sekarang, dia sering ngadu cape karena banyak kerjaan. Kasihan."

Bibir pemuda manis itu maju sedikit sebelum lanjut cerita. "Kayanya dia makin stres karena pulang ke rumah. Tapi Bang Jordan bilang nggak tega kalau biarin rumah sepi. Padahal rumah mana pernah rame."

Rian tersenyum memperhatikan adik kelasnya yang sibuk bercerita sambil memakan es krim. Dia bahkan tidak menoleh ke arah si aries karena asik sendiri.

Pundak Haidar melemas dalam hitungan detik, sebelum kembali tegap seperti sebelumnya. "Jadi kangen sama Bang Jordan." gumamnya.

"Bang Jordan juga pasti kangen kamu." Rian sedikit menyenggol paha Haidar menggunakan lututnya—mencoba menghibur.

Haidar menoleh, tersenyum lebar. "Iya, pasti."

Rian ikut tersenyum. Secara impulsif ia usap helaian rambut Haidar. Membiarkan sela-sela jemarinya diisi oleh rambut yang lebih muda.

"Kamu manis." Puji Rian.

Jangan tanya bagaimana keadaan hati Haidar. Dia sedang mati-matian mengatasi dentuman brutal dari balik dadanya. "Ha?"

"Kamu manis, Haidar. Pantes aja Bang Mara ngejar-ngejar kamu."

Dentuman tadi masih berisik, namun terselip rasa tidak nyaman setelah mendengar ucapan Rian. Padahal dia sudah mencari topik lain supaya Rian tidak membahas tentang suka-sukaan lagi.

"Makasih."

"Sama-sama." Rian lanjut memakan es krim miliknya yang sejak tadi menganggur—setelah menarik tangan dari kepala Haidar.

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang