36. Ada apa, nih?

2K 319 49
                                    

Karena kejadian semalam, Rian terus merenung di kelas. Saat jam istirahatpun dia tidak fokus. Sibuk memikirkan kenapa Haidar menciumnya. Jika diingat-ingat lagi, adik kelasnya itu memang sedikit aneh.

Hanan bilang kalau Haidar suka menonton saat Rian main di lapangan. Terus juga Farel sering kali terlihat seperti sedang menggoda Haidar tiap ada dirinya.

Pandangan Rian mengedar ke sekitar kelas. Dia mencari Jericho yang mungkin bisa memecahkan kebingungannya. Mengingat kemarin dia sempat bertanya pendapat Rian mengenai Haidar. Pasti anak itu tahu sesuatu.

"Ada yang liat Jeri?"

Beberapa anak kelas yang mendengar pertanyaan Rian menggeleng.

"Nggak ada, ke kantin kali."

"Oke, makasih."

Setelahnya Rian berjalan menuju kantin. Sempat lewat di depan kelas Haidar, tapi anak itu tidak ada. Langkah Rian dipercepat kala matanya menangkap sosok Jeri yang sedang bercanda dengan Benjamin. Walau sempat melambat karena ternyata ada Maraka disana.

"Oiittt, ketos kita akhirnya datang." Jamin mengangkat tangannya untuk menyapa Rian.

Pemuda yang baru datang segera mengisi kursi kosong di sebelah Benjamin. Matanya melihat sekilas ke arah Mara yang memandangnya tajam. Rian merinding, padahal dia tidak pernah berbuat salah.

Jeri mengembangkan senyum hingga kedua matanya tinggal segaris. Dia mengode Jamin untuk pergi dari sana.

"Sorry ya bro, kami ke kantin IPA dulu. Katanya ada menu baru disana. Dadahh.."

Rian melongo, dia sempat menahan tangan Jamin tapi anak itu langsung berkata, "bentar aja bentar." Sebelum lari menjauh.

Jadi sekarang tinggal Maraka dan Rian. Mereka beradu tatap dalam beberapa detik sebelum yang lebih muda mangalihkan pandang. Rian menggaruk kepalanya sekilas.

"Apa kabar, bang?" Tanyanya.

"Baik."

Mendengar jawaban terlampau datar itu buat Rian merutuk di dalam hati. Dia akan menendang bokong dua temannya sepulang sekolah nanti.

Mereka diam beberapa menit. Rian gelisah sampai dia beberapa kali berdiri untuk membeli ciki-ciki dan minuman. Dia sempat menawari Mara, tapi jelas saja ditolak.

Sebenarnya Rian bisa langsung kembali ke kelas, tapi instingnya berkata bahwa ada sesuatu yang hendak Maraka sampaikan. Jika tidak, mana mungkin kakak kelasnya itu meminta Jamin dan Jeri melakukan hal seperti tadi.

"Rian."

"Eh? Iya?" Rian yang tadi fokus memperhatikan isi makanan yang berada di tangannya segera mengangkat wajah untuk memandang Mara.

"Lo suka Haidar?"

"Hah?"

Rian melihat sekitar dulu sebelum mencondongkan tubuh ke depan agar jangkauan suaranya lebih dekat.

"Maksudnya apa bang?"

Mara menghela nafas, "gua tanya, lo suka sama Haidar? Lo naksir dia?"

Dahi Rian berkerut dalam, dia menggeleng cepat, "engga, gua nggak suka sama Haidar. Walaupun sering main bareng, tapi dia udah kaya adek gua sendiri. Abang dapat cerita darimana?"

"Nggak dari mana-mana. Gua mastiin aja Haidar bertepuk sebelah tangan atau engga." Maraka tersenyum di akhir kalimat.

Rian masih mengerutkan dahinya. "Maksudnya Haidar suka gua?" ucapnya sembari menunjuk diri sendiri. Sesuatu di dalam diri Rian seolah meluap, perutnya terasa digelitik namun menyenangkan.

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang