35. Belum Waktunya.

2.4K 352 44
                                    

Sudah hampir masuk ke jam istirahat pertama. Kelas Rian mendapat jam kosong sebelum jam pelajaran terakhir. Dia dan dua temannya sibuk memperhatikan lapangan basket dari depan kelas. Karena kelas mereka di lantai dua, Jeri naik ke dinding pembatas lalu bersandar di tiang beton yang ada disana.

"Kira-kira kalau gua dorong, lu mati ga Jer?" Rian menyentuh kaki Jeri, bersiap mendorongnya.

"Jangan, bodoh!" Jeri segera menyingkirkan tangan Rian. Wajahnya panik bukan main walaupun ia tahu Rian cuman bercanda. "Kalau gua mati ntar Bang Mara bisa jomblo seumur hidup. Lu tega?" lanjutnya.

"Hah! Lu pacaran sama Bang Mara?" Jamin langsung menggeser Rian agar lebih merapat dengan Jeri.

"Ah elah, giliran gosip aja kenceng lu." Jeri berdecak lalu menggeleng, "belum. Doain aja dah, soalnya Bang Mara belum move on dari mantan crush-nya."

"Susah sih emang. Tapi hebat juga Haidar, bisa nggak kecantol sama Bang Mara."

"Emang harus kecantol ya?" Rian bertanya.

"Ya, Engga juga. Karena Bang Mara banyak yang suka aja makanya gue bilang gitu." Jamin tertawa pelan sambil memperhatikan orang-orang yang lewat di dekat lapangan.

"Oohh."

Jeri tertawa. Setelah dipikir-pikir lucu juga melihat Maraka yang uring-uringan sehabis ditolak Haidar. Pasti di dalam kepala besar Mara ada satu pertanyaan yang terus berputar.

'Kok bisa Haidar ga luluh? Padahal kalau orang lain pasti udah klepek-klepek.'

Mata Jeri tiba-tiba memperhatikan Rian yang kini bermain ponsel. Rambutnya yang berantakan karena habis dimainkan Benjamin melambai karena tertiup angin. Jeri mengusap dagu. Temannya memang lumayan ganteng, tapi kenapa Haidar bisa senaksir itu ya?

Asik memikirkan Haidar, tanpa disadari anak yang tengah dibicarakan baru saja keluar dari kantin. Dia berjalan melewati lapangan basket dengan langkah cepat sambil membawa satu air mineral dingin.

"Haidarr!" Benjamin menyapa, dia melambai-lambaikan tangan sambil tersenyum lebar.

Orang yang dipanggil balas melambai dan tersenyum. Haidar sempat melihat ke arah Rian yang juga melihatnya sebelum berlari masuk ke dalam kelas.

Mata Jeri disipitkan. Entah mengapa dia seperti melihat Haidar yang malu-malu setelah bertemu pandang dengan Rian. Sedangkan si Rian biasa saja.

"Haidar lucu ya?"

Benjamin dan Rian menoleh.

"Iya lucu. Tapi ga selucu elu sih, Jer."

"Bacot, Min. Gua jitak lu."

Jamin langsung bersembunyi di balik punggung Rian. Tidak lupa memasang ekspresi sok takut.

"Huhuhu, takut banget loh."

"Menurut lu gimana Yan?"

Dahi Rian berkerut, "apanya?"

"Itu loh," Jeri memberi isyarat menggunakan alisnya. "si Haidar. Cakep ga?"

"Iya, cakep. Kalau jelek kan ga mungkin angkatan kita banyak yang naksir." jawab Jamin.

Jeri menggeram, "bukan elu yang gua tanya, tapi Iyan."

"Ya apa bedanya? Jawaban gua kan juga jawaban Iyan."

Belum sempat Jeri merespon ucapan Jamin, tiba-tiba guru yang mengajar sudah berada di lapangan basket. Dia menyoraki mereka untuk segera masuk ke dalam selagi si guru berjalan menuju kelas.

 Dia menyoraki mereka untuk segera masuk ke dalam selagi si guru berjalan menuju kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang