41. Rian Cemburu.

3.4K 378 50
                                    

Haidar menggaruk tengkuk, lumayan canggung dengan Mara yang berada di depannya. Si kakak kelas tadi menawari tumpangan, tapi dia tolak karena Rian sudah janji akan mengantarnya pulang. Namun bukannya langsung pergi, Mara malah menawarkan diri untuk menemani Haidar sampai Rian datang.

Dua orang itu diam untuk waktu yang lumayan lama. Sampai Mara yang memulai percakapan.

"Emang bener ya, Dek? Lo suka sama Rian."

"Hm?" Haidar melirik ke jalanan yang macet karena beberapa angkot berebutan untuk mengambil penumpang. Klaksonnya juga lumayan memekakkan telinga. "Iya, suka" jawab Haidar setelah beberapa detik.

Mara mengulas senyum, matanya menatap sendu. "Karena Rian ya gue ditolak?"

Haidar menangkap pancaran sedih dari tatapan Mara, dia jadi bingung harus menjawab apa. Setelah berpikir, Haidar pun berucap pelan, "mau gimana lagi Bang, gue nggak mungkin maksain diri buat berhenti suka sama Bang Rian."

Haidar lihat Mara masih menatapnya seperti tadi. "Bang Mara pasti paham."

"Iya, paham. Sekarang gue juga lagi ngerasain." Tangan Mara terulur, mengusap rambut Haidar yang sejak tadi bergerak lucu sebab tertiup angin. "Lucu banget anak kecil."

Walau sempat kaget, Haidar perlahan menunduk agar telapak tangan Mara cepat menjauh. "Anak kecil apaan? Kita cuma beda dua tahun, Bang."

"Ya, tetep aja kan Haidar lebih kecil."

"Ya udah, terserah." Haidar tertawa pelan, sedikit dipaksakan karena dia mulai tidak nyaman dengan keberadaan Mara. Dalam hati Haidar berdoa agar Rian segera muncul dan membawanya pulang.

Untungnya selang waktu beberapa detik, Rian datang dari dalam sekolah. Haidar langsung sumringah setelah melihat Rian.

"Haidar, maaf ya lama. Tadi Abang lupa dimana naruh kunci motor."

Haidar menggangguk, "iya, nggak apa-apa."

"Ehehe, Bang Mara." Rian menyapa Mara yang melihat ke arahnya. Sedikit canggung karena keduanya kini sama-sama merasa kesal.

Mara senyum, "iya. Gue habis nemenin Haidar." Lalu Mara kembali melihat Haidar, "Abang pulang duluan ya, Dar."

"Hati-hati, Bang."

Haidar langsung naik ke atas motor Rian setelah Mara pergi. Ia berpegangan di pinggang Rian sepert biasa, namun Rian menarik tangan si gemini manis untuk melingkar di pinggangnya.

"Eh?" Haidar mendadak kaku. Debaran kuat di balik rusuknya buat ia sampai tidak berani menggeser posisi tangan barang seincipun.

Reaksi Haidar memancing tawa Rian, "kenapa?" Tangannya mengusap punggung tangan Haidar, niat membuat adik kelasnya itu lebih rileks.

"Kalau ga nyaman, bisa diubah aja posisi tangannya. Jangan kaku begitu." Rian perhatikan ekspresi Haidar dari kaca spion. Yang lebih muda setelah tahu sedang diperhatikan langsung menyembunyikan wajah di balik pundak yang lebih tua.

Rian terkekeh, gemas sendiri selagi biarkan Haidar mencari posisi nyaman untuk memeluknya. Lalu ia rasakan pipi Haidar menempel juga di pundaknya. Kini gantian, Rian yang dibuat berdebar.

"Udah? Uhm, sayang?" Rian sedikit ragu untuk mengucapkan kata terakhir.

Haidar mengangguk sembari mengeratkan peluk, "udaah."

Mereka berlalu meninggalkan wilayah sekolah. Baik Rian maupun Haidar tidak ada yang mulai bicara. Keduanya menikmati debaran jantung masing-masing, bahkan saat di lampu merah yang biasanya Rian akan memulai percakapan mereka masih diam.

BANG RIAN [renhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang