37

1.4K 135 6
                                    

Happy Reading

Sepulang sekolah ini, Archen bergegas untuk pergi ke kantor bundanya. Tidak lupa kan, jika Archen akan bekerja dengan Winda karna permintaanya? Itu dimulai pada hari ini.

Hanya dengan menggunakan kaos oblong putih dan di selimuti jas biru dongker, serta celana panjang, Archen telah siap untuk memulai pekerjaanya.

Langkah kaki lebar pemuda memasuki ruangan sang bunda. Mengetuk pintu sebelum masuk juga ia terapkan sebagai cara sopan santunya.

Setelah mendengar kata 'masuk', ia langsung membuka knop pintu di hadapanya.

Manik hitam Archen menemukan wanita paruh baya yang sangat ia sayangi, siapa lagi kalau bukan Winda.

"Bun," Archen berjalan mendekati Winda.

Winda pun mendongak, memperhatikan penampilan anak tampanya dari atas sampai bawah, seperti menilai.

"Wow, anak bunda mapan sekali."

Archen terkekeh kecil "bunda bisa aja."

"Kalo gini caranya, bisa dong cariin bunda menantu," goda Winda pada Archen.

"Tenang bun, udah ada calon."

"Wahh, kenalin sama bunda dong."

"Nanti aja, sekarang kerja dulu."

Winda mengangguk, kemudian membenarkan duduknya menjadi lebih tegak. Ia segera mengambil beberapa berkas dan menyuruh Archen untuk mengerjakannya.

"Seperti yang bunda jelasin semalam, perusahaan kita mendapat beberapa tawaran kerja sama dengan pembisnis luar maupun dalam negeri. Oleh sebab itu, kamu harus mengerti betul, mana yang memang akan menguntungkan atau bahkan mereka yang akan merugikan," jelas Winda.

Archen mengangguk paham. Pemuda itu membawa semua berkasnya ke sofa yang berada di ruangan Winda. Berhubung Archen masih baru, ia belum mempunyai ruangan sendiri.

Winda berpikir juga agar Archen lebih berusaha untuk sekedar mendapat ruang kerjanya sendiri. Karena hal besar itu berawal dari hal kecil.

Maka dari itu, Winda mencoba menantang anaknya. Bukan untuk ajang lomba, tapi hanya sekedar mengetes sebesar apa tanggung jawabnya.

***

Berbeda dengan Archen yang tengah sibuk, gadis berambut sebahu itu malah sedang melamun sembari memandang kearah ponselnya.

Terpampang jelas foto Archen disana. Senyum pun terukir di bibir mungil gadis tersebut, namun hanya sebentar dan berganti dengan helaan nafas kasar.

"Gue bingung," gumam Nara.

Nah benar sekali, ia adalah Nara. Gadis tersebut masih berada pada posisi yang sama selama kurang lebih dua jam.

"Gue kenapa si Chen."

"Nggak mungkin gue suka sama lo kan?" Tanya nya pada diri sendiri.

"Lo sendiri udah punya Tania, masa gue nikung. Nggak elite banget hidup gue, berasa nggak laku anjir sampe nikung-nikung temen sendiri."

Nara mengacak rambutnya frustasi "dalam raga itu juga bukan Archen yang asli kan?"

"Gue bingung antara suka sama raga milik Archen, atau malah suka sama sahabat gue sendiri."

Akhh, mungkin sekarang Nara sangat frustasi mengenai hal berbau percintaan.

"Gue nggak suka sama Archer," ujarnya lagi "tapi gue suka liat raga itu," sambungnya.

"AKHH, PUSING GUE."

"Kenapa gue bisa kejebak sama percintaan yang sangat rumit ini ya Tuhan," rengek nya lelah.

Boys of Transmigation [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang