Jeda'3🌵

961 176 7
                                    

Happy Reading 🌵


Amran tengah serius dengan laptopnya di kantin kampus saat seorang pria memberikan tepukan di pundaknya. Wajah berkacamata itu menoleh. Seketika air mukanya berubah, ia pun bangkit dan membingkai senyum lebar di bibirnya seraya menyalami pria berkemeja kotak-kotak itu.

"Apa kabar?" tanyanya setelah mereka sama-sama duduk kembali.

"Baik, alhamdulillah. Komunitas gimana?" pria berambut kriting di depannya balik bertanya.

"Aman."

"Kalau kamu sama Mauli? Ada perkembangan?"

Amran menutup laptop sambil menggelengkan kepala. "Memangnya ada apa aku sama Mauli?" tanyanya kemudian.

"Bukannya kalian ...."

"Ngaco!" Amran memotong. "Sebulanan ngilang, dateng-dateng dah bawa gosip. Parah!"

"Ah, anak magang, kamu bilang ngilang? Sembarangan!"

"Haha, iya, iya, anak magang yang sebentar lagi dah mau skripsi."

"Kamu sendiri gimana? Acara kegiatan sosial yang akan kamu adakan bulan depan, sudah ada persiapan?"

"Hmm, ini lagi bikin proposalnya."

"Berapa orang yang ikut?"

"Belum tahu, sejauh ini hanya anak-anak komunitas saja sih kebanyakan."

"Bukannya emang khusus anak-anak komunitas?"

"Nggak lah, bebas. Bagi yang mau menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan ini kan lumayan. Lagi pula ini kegiatannya juga lebih banyak pada bimbingan belajar sama anak-anak yang kurang mampu saja."

"Sudah coba rekrut orang?"

Amran menggeleng. Dia dan teman-temannya tidak seluwes itu untuk merekrut orang. Apalagi jika orang-orang itu di luar komunitas.

"Kenapa?"

"Pakai apa? Broadcast? Atau poster?"

"Ya apa saja! Poster juga boleh tuh! Kegiatan kamu itu gak hanya butuh tenaga, tapi juga butuh orang-orang yang bisa membimbing anak-anak. Karena yang punya tenaga belum tentu bisa ngajarin anak-anak. Mauli di ajak sekalian!"

"Ah, Mauli terus!"

"Lah, emang kamunya nunggu apalagi, sih? Bukannya dari dulu sudah deketin dia?"

"Astaghfirullah, Don! Sembarangan! Aku enggak pernah deketin dia."

"Ah mana ada enggak pernah, orang kemana-mana nempel aja. Udah rame gosipnya di luar."

"Astaghfirullah, kamu kan sudah tipeku bagaimana? Aku hanya banyak bantu dia, karena dia orangnya pemalu. Kurang bisa bergaul sama yang lain."

"Hati-hati, dianya naruh hati."

"Astaghfirullah, nggak mungkin lah. Dia tahu aku. Lagipula, dia juga sudah tahu kriteriaku."

"Hafidzah, dan yang nggak bermudah-mudah sama ikhwan?"

Amran mengangguk-anggukan kepalanya dengan senyum terkulum, sebelum tiba-tiba sebuah piring berisi donat meluncur bebas di mejanya. Bahkan, beberapa donat itu juga sudah mendarat tepat di kemeja Amran.

Amran bangkit dari duduknya karena terkejut. Menjatuhkan donat-donat yang tadinya menempel di kemejanya. Sangat menyayangkan akan apa yang terjadi.

"Ups, afwan! Aku nggak sengaja!"

Jeda༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang