Jeda'17🌵

690 163 13
                                    

Happy Reading🌵

"Nih, cokelat hangatnya!" Najma menyodorkan segelas cokelat panas yang baru saja dibuatkan oleh ummahnya pada Fahrul. Ia lantas ikut duduk di samping kakaknya itu sambil membuka toples berisi nastar kesukaanya.

"Ada apa, nih? Tumben!" selidik Fahrul.

"Dih, itu dibuatin ummah. Nana cuma disuruh nganterin."

"Sudah 'kan? Terus ngapain masih di sini?" Pria jangkung itu meletakkan gelas di sampingnya.

"Hii, mau minta ceritain." Najma sedikit menyeringai.

"Apa? Sirah nabawiyah lagi?"

Najma menggeleng, "Amran," jawabnya kemudian.

"Eh, masih kecil sudah minta ceritain cowok. Istighfar! Nanti Kak Arul bilangin babah, loh."

"Dih, maksudnya tuh ceritain dia siapa dan kayak apa orangnya? Kenapa Nana bisa dibilang lebih deket sama dia dari pada sama kakak Nana sendiri."

"Nana tuh dulu manggilnya Kak Aam. Dia anak dari Pakde Bagus sama Nyai Mila. Pakde Bagus sepupu ummah, tahu 'kan?"

"Iya, tahu. Skip aja itunya. Udah tahu kalau Kak Aam itu saudara dua pupu kita kan dari pihak ummah."

"Itu tahu." Fahrul mengambil gelas yang tadi dibawa Najma. "Alhamdulillah ...," ucapnya lirih setelah beberapa kali menyesap cokelat hangat itu. Cokelat hangat buatan ummahnya memang tidak pernah berubah sejak dulu. Mungkin inilah yang disebut buatan penuh cinta dari seorang ibu.

"Terus sekarang dia ada di mana?" Nana melanjutkan penyelidikan.

"Di sini."

"Di sini? Tadi?" Alis Najma terangkat.

"Enggak, lah. Dia nggak bisa datang hari ini."

"Ih, Kak Arul ceritanya setengah-setengah." Nana mulai kesal.

Pria bermata indah itu tersenyum, lantas mengelus puncak kepala Nana yang kini membuang wajah.

"Nana yang nggak jelas. Yang mau ditanyain sebenarnya apa?" tanya Fahrul lembut.

"Ah, udahlah, lupain!"

"Ya udah."

"Dih, Kak Arul!"

"Aduh ...!" Fahrul mencekal lembut tangan Nana yang sudah mencubit pinggangnya.

"Iya, iya! Kak Arul cerita."

Najma baru melepas cubitannya setelah Fahrul menyerah. Gadis itu menyilangkan lengan di depan dada, sementara netranya melirik Fahrul penuh persiapan jika ternyata kakaknya malah kembali mengusilinya.

"Kak Arul itu berangkat ke Arab dulu sama Amran dan Adnan. Setelah dari Arab, Kak Arul ngelanjutin di Turki, sedangkan Adnan tetap di Arab, dan Amran pulang ke Indonesia. Sekarang dia kuliah ..."

"Di?" potong Najma.

"Nah, itu dia Kak Arul lupa nanya. Kalau Nana emang butuh kontaknya, Kak Arul punya."

"Ogah."

"Yee, tapi nanya-nanya."

"Nana tanya karena khawatir dia orang yang sama dengan orang yang ada di kampus Nana."

"Haha, emang nama Amran cuma satu orang."

"Ya, kali. Tapi kayaknya nggak mungkin."

"Emang kenapa sama Amran yang di sana?"

"Ck, nggak bisa diceritain gimana sebelnya Nana sama tuh orang. Padahal dia hafidz, loh."

"Emang kenapa kalau hafidz?"

Jeda༊*·˚Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu