Jeda'16🌵

712 196 22
                                    

Hoho pada nyepam ya. Gasabar nungguin 😅

Makanya jangan lupa vote dan komen.

Happy Reading🌵

Najma sibuk menutup toples-toples yang terbuka di ruang tamu bersama para khadamah lainnya. Acara tasyakkuran untuk kedatang Gus Fahrul berjalan lancar. Meski tidak semeriah penyambutan untuk Ning Bariz saat pertama kalinya pulang dari Maroko, tetap saja para tamu yang datang tak hanya dari undangan saja. Melainkan juga dari beberapa wali santri yang sudah tahu kabar kedatangan Gus Fahrul dari anak-anaknya di pesantren.

Sebagian tamu sudah banyak yang pulang, sebagian lagi ada yang masih berbincang di ruang tengah.

Ana sendiri tengah ke depan, mengantar beberapa tamu hingga ke depan teras. Kebiasaan mengantar tamu itu seringkali dicontohkan oleh nyai sepuh dan juga Kyai Jakfar dulu. Katanya tamu-tamu yang sudah dilayani dengan baik di rumah, saat mereka pulang akan membawa segala penyakit, dan keburukan-keburukan yang ada di dalam rumah keluar. Kebiasaan itu juga seringkali Ana lihat saat dirinya mengabdi di pesantren Al-Hidayah dulu. Pesantren milik umi dari Ning Bariz.

Cerita yang Ana dengar tentang istimewanya tamu itu juga diperkuat oleh cerita Kyai Fahmi. Bahkan Kyai Fahmi mengatakan padanya bahwa Rosulullah selalu senang jika rumahnya didatangi tamu. Bahkan Rosulullah akan selalu menjamu tamu-tamunya dengan jamuan terbaik dibanding makanannya sehari-hari. Mengantar tamu hingga ke depan pintu juga merupakan kebiasaan Rosul.

Dua orang wanita keluar dari ruang tengah, melewati ruang tamu. Mereka keluar menghampiri Ana yang baru saja selesai mengantar salah seorang tamu. Dua wanita bergamis syar'i itu tak luput dari perhatian Najma. Meski sejak tadi dia tidak ikut mengobrol karena padatnya tamu yang datang saat berlangsungnya acara, dia sangat hafal bahwa dua wanita yang tadi melewatinya bukanlah tamu sembarangan.

Gadis berabaya hitam itu pun bergegas mengekor di belakangnya. Benar saja, di luar sana tak hanya mereka berempat saja. Ada dua orang laki-laki sepantaran babahnya yang juga ikut berkumpul, membentuk sebuah lingkaran.

Kyai Fahmi yang melihat anak gadisnya menahan langkah, langsung memanggilnya. Ia sudah paham betul bahwa anak bungsunya itu memang sangat menjaga diri dari laki-laki. Meski laki-laki itu sudah berumur ataupun masih keluarga.

Prinsip Najma sederhana. Siapapun laki-lakinya, tidak peduli usianya berapa, dan dari keluarga mana, tetap saja yang namanya laki-laki tetaplah laki-laki yang tidak boleh dia dekati. Apalagi setelah tahu bahwa babah dan ummahnya sama-sama anak tunggal. Jadi tidak ada alasan bagi Najma untuk membuat ruang sedikitpun agar bisa dekat dengan laki-laki lain, selain kakak kandungnya.

Dia bukan hanya ingin menjaga dirinya, tapi juga menjaga ingin kehormatan keluarganya. Selain itu dia juga takut jika babah dan kakaknya sampai ikut bertanggung jawab di akhirat kelak hanya karena kesalahannya. Karena walau bagaimanapun, dosa dari anak gadis yang belum menikah masihlah tetap menjadi tanggung jawab orang tuanya serta saudara lelakinya.

Gadis cantik itu sedikit ragu untuk mendekat. Tiba-tiba saja dari belakang ada seseorang yang langsung merengkuh pundaknya dan ikut berjalan di samping Najma menghampiri sang babah beserta tamunya. Siapa lagi kalau bukan Fahrul. Tidak akan ada yang berani berperilaku begitu padanya kecuali kakak laki-lakinya itu.

"Ini ..." Seorang laki-laki berpenampilan sederhana menunjuk ke arah Najma sambil menggantung tanya.

"Najma." Kyai Fahmi lagsung mengjawab singkat.

"Masyaallah, sudah jadi gadis. Tabarakallah ...." Tak hanya laki-laki itu yang tersenyum. semua orang juga turut mengurai senyum sambil memperhatikan Najma yang masih terus saja menunduk.

Jeda༊*·˚Where stories live. Discover now