Jeda'11🌵

903 179 12
                                    


Happy Reading🌿

Najma tergesa menuju ruang tamu pemilik asramanya. Baru saja salah satu temannya mengatakan bahwa Bu Meisaroh memanggilnya ke sana. Samar terdengar suara gelak tawa dari sana.

"Yangti?" Najma menyebut lirih nama itu saat melihat wanita sepuh di samping Bu Meisaroh.

"Nana!"

Wanita yang tadi dipanggil eyang oleh Najma itu langsung bangkit dari duduknya, diikuti oleh semua orang yang ada di sana. Setelah memeluk eyang putrinya, Najma pun berbalik pada lelaki sepuh yang berdiri tak jauh dengannya. Adegan berpelukan terjadi lagi.

"Assalamua'alaikum, Nana!"

Najma yang sejak tadi memang hanya fokus pada eyangnya sama sekali tak menyadari kehadiran satu pria lain di sana. Pria yang kali ini berbisik lembut di telinganya. Perlahan kelopak matanya terangkat. Begitu juga dengan wajah bulat itu.

Pria dengan tinggi 170 itu mengurai senyum ke pada Najma. Dia pikir, dia akan mendapati sambutan berupa omelan atau sejenisnya. Namun ternyata perkiraannya meleset.

Bibir Najma mengembik, matanya memanas seketika. Mulutnya seolah terkunci, bahkan untuk menyebut nama laki-laki di depannya saja, ia tak sanggup. Beberapa detik kemudian, bagai anak kecil ia pun terisak.

"Loh, kok malah nangis."

Pria yang bingung itu menatap orang-orang di sekelilingnya, sekaligus gemas pada tingkah Najma.

"Salim dulu dong!" tangannya terulur.

Cepat Najma menepis tangan itu, sambil mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Tak sabar lagi, akhirnya pria itu pun langsung menarik Najma ke dalam pelukannya. Dan tangisan Najma malah semakin menjadi.

Jeda༊*·˚

Mauli menatap satu story yang muncul di urutan teratas status whatsappnya. Story dari Amran yang sangat jarang dia temui selain pengumuman-penguman penting tentang kuliah atau apapun yang berisi informasi. Dari bulatan kecil itu, nampak beberapa bingkai foto.

Mauli sudah berusaha untuk menahan jempol agar tidak memencet layar ponselnya. Namun rasa penasarannya jauh lebih besar. Status whatsapp milik Amran akhirnya ia buka.

Sebuah gambar dengan beberapa bingkai foto di atas sebuah buffet kayu berwarna putih. Foto itu menunjukkan kebersamaan dua orang laki-laki dan satu anak perempuan, dengan caption "kenangan". Mauli memperbesar gambar itu, mencoba meneliti tiap gambar yang ada. Berharap mungkin dia menemukan informasi dari sana. Akan tetapi yang ada malah kembali pada kesimpulan dan presepsinya sendiri. Bahwa mungkin, foto-foto itu adalah foto dari saudara Amran.

Seperti biasa, Mauli malah mencapture gambar itu, lalu menyimpannya dalam folder "Tentang Kamu" di hapenya. Itu adalah foto ke sebelas yang dia punya tentang Amran. Selebihnya adalah foto-foto yang dia ambil saat mereka melakukan kegiatan sosial bersama-sama atau saat Amran membantunya mengerjakan sesuatu. Dia selalu menyimpan setiap kenangan yang berhubungan dengan Amran, mungkin hal itu juga yang membuat perasaannya tumbuh dengan subur.

Jika Najma tahu tentang hal itu, mungkin gadis itu akan semakin mengomelinya habis-habisan. Entah kenapa Najma jadi terlalu sensitif jika dirinya membahas tentang Amran. Apalagi sejak Mauli bercerita tentang kriteria calon istri Amran. Rasa tidak suka Najma malah selalu tampak dari sikapnya. Sampai-sampai Mauli terkadang merasa tidak enak jika mereka kebetulan bertemu.

Amran memang bukan pria yang juga suka membalas chat seseorang. Terlihat dari cara Amran membalas chat dari Mauli. Bahkan di sana sama sekali jarang ada pertanyaan basa-basi. Semuanya tentang pekerjaan, pelajaran, atau pun tugas. Hanya saja Mauli merasa sikap Amran yang sejak dulu terlihat selalu memprioritaskannya itulah yang membuatnya menaruh hati lebih padanya.

Jeda༊*·˚Where stories live. Discover now