Jeda'5🌵

882 172 17
                                    

Happy Reading🌵

Tumpukan buku-buku sirah nabawiyah berjejer di depannya. Seorang wanita berpasmina abu nampak sangat sibuk menyalin beberapa kisah dari lembaran-lembaran itu ke dalam laptopnya. Sesekali wajah itu menautkan alis, lalu kelopak mata kecilnya beralih dari lembar kertas ke layar laptop.

Gadis itu bukan tengah mengerjakan tugas. Melainkan tengah menyalurkan hobinya dalam mengumpulkan kisah-kisah nabi terbaik yang bisa dia jadikan motivasi untuk hidupnya. Selain berguna sebagai motivasi, kisah-kisah itu biasanya juga akan dia ceritakan pada beberapa anak kecil yang sering mendatangi asramanya tiap malam.

Kebetulan asrama yang dia tempati adalah sebuah asrama dari pesantren kecil di pinggiran kota Surabaya. Sebuah pesantren yang dikhususkan untuk anak-anak usia enam sampai dua belas tahun. Anak-anak yang juga dididik dengan Alquran sejak kecil. Hanya saja, pesantren itu juga menyediakan sebuah asrama untuk para mahasiswi yang terletak di samping pesantren.

Pemilik asrama yang juga pengasuh dari pesantren kecil itu adalah alumnus dari salah satu pesantren tahfidzul quran ternama di Jawa Timur. Dia bersama istrinya memang ingin menyalurkan ilmunya bagi masyarakat sekitar untuk mendidik putra dan putri mereka agar lebih mencintai Alquran sejak dini. Itulah kenapa, gadis bernama Najma Khadiejah itu juga mudah mendapat ijin untuk tinggal di asrama itu oleh kedua orang tuanya.

Pandangan Doni yang baru saja masuk ke dalam perpus langsung saja tertuju pada Najma. Beberapa detik dia mematung di samping meja penjaga perpus, menatap tak berkedip ke arah meja tempat Najma duduk. Jika bukan karena ada getaran di saku celananya, mungkin dia masih akan terpaku di tempatnya.

Seorang pria berkacamata yang duduk tepat di belakang Najma nampak melambaikan tangan ke arah Doni saat pria berkemeja kotak itu menerima panggilan dari ponselnya. Masih dengan arah pandang yang sama, Doni berjalan perlahan melewati Najma. Gadis itu sama sekali tak sadar bahwa dirinya tengah menjadi perhatian dari dua orang pria sekarang.

"Keren, sih, dia." Doni menunjuk Najma sambil meletakkan ranselnya di atas meja.

Amran hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Itu tugas kuliah?"

Amran menaikkan bahu sekaligus alisnya. "Sepertinya bukan, setahuku tugas-tugas anak bahasa tak serumit itu," jawabnya kemudian.

Doni bersiap untuk mengambil gambar Najma dari belakang, tapi siapa sangka jika Amran bakal langsung merebut ponsel Doni.

"Nggak sopan, tahu!"

"Ish, cuma mau ambil gambar buku-bukunya."

"Sama aja, kalau emang mau ambil gambar bukunya, ada di rak ke dua paling ujung sana tuh!" Amran menunjuk deretan rak di sampingnya.

Doni menatap Amran sedikit kesal.

"Iya, iyaa ... sini hapeku!"

Amran tersenyum melihat Doni yang menyerah begitu mudah.

"Tumben banget kamu begini," ujarnya sambil mengecek layar pintarnya.

"Kenapa?"

"Biasanya juga kamu bodo amat kalau aku ambil gambar orang lain."

"Masa?"

Doni mencebik. Senyum Amran melebar, ekor matanya melirik pada Doni yang tengah bersungut-sungut.

Jeda༊*·˚


"Najma! Hari ini akan ada kegiatan sosial dari kampus kamu. Najma sudah tahu?" tanya istri dari pemilik asramanya siang itu selepas Najma pulang dari kampus.

Jeda༊*·˚Where stories live. Discover now