Jeda'6🌵

768 161 13
                                    

Happy Reading🌵

Doni menyodorkan satu cup es boba ke hadapan Mauli. Anisa sendiri berpindah tempat ke bagian cuci mencuci. Karena Doni memilih duduk bersama mereka setelah membagikan es yang baru saja dia beli dari luar.

"Kak Doni di sini juga?" Mauli menatap Doni tak percaya.

Doni mengangkat alis seraya menyodorkan sebuah sedotan plastik.

"Makasih!" ucap Mauli setelah menerima sedotan dari tangan Doni.

Doni memang tak menjawab perkataan Mauli, tapi sikapnya sudah menunjukkan bahwa dia menghargai ucapan terima kasih itu.

"Sebulan ternyata sebentar, ya?" Doni menyeruput esnya.

"Kenapa emangnya?"

"Itu, kamu nggak banyak berubah. Masih sama aja."

Mauli menatap dirinya bingung. Sontak mengundang tawa kecil Doni.

"Maksudnya tuh, kamu nggak berubah. Dari cara bersikap, cara bicara, sampai cara kamu memperlakukan orang lain," papar Doni.

"Dih, kirain apaan. Emangnya orang bisa secepat itu berubahnya?"

"Bisalah."

"Mana ada?"

"Ada, kalau dia sudah jatuh cinta."

Entah kenapa ucapan Doni malah membuat wajah Mauli menghangat. Pastilah sekarang wajah itu sudah kemerahan menahan malu. Apalagi Doni malah makin menggodanya dengan senyum dan tatapan penuh selidik ke arahnya.

"Cieee, ketahuan yang lagi jatuh cinta ...!"

"Ish, Kak Doni apaan, sih!" Mauli menoleh ke sekeliling, khawatir teman-temannya yang lain mendengar godaan Doni.

Pria itu menahan tawa. Rasanya menyenangkan sekali jika dia bisa menggoda gadis yang mudah ditebak seperti Mauli.

"Lagian aku bukan tipenya."

Wajah gadis manis itu seketika berubah, begitu juga dengan ekspresi Doni. Dia tahu betul bahwa sahabatnya itu memang mempunyai kriteria berbeda mengenai calon pendampingnya. Meski selama ini Mauli dan Amran terlihat sering bersama, tetap saja Amran tak pernah memberikan tanda-tanda bahwa dia menyukai Mauli.

Sebenarnya Amran tidak bisa dibilang cukup dekat dengan Mauli jika kesimpulan itu didapat dari sikap Amran yang selalu membantu Mauli. Karena Amran selalu mau membantu siapapun, meski itu bukan Mauli. Amran menolak ajakan teman-temannya untuk nongkrong pun tak hanya saat ia bersama Mauli. Melainkan karena dia memang tidak suka menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya.

Dia lebih suka menghabiskan waktu membaca buku di perpus atau membantu tugas teman-temannya yang lain. Selain lebih bermanfaat, hal itu juga bisa membuatnya menyalurkan ilmu yang dia punya. Jika tidak, maka dia akan senang berkumpul dengan anak-anak jalanan. Bertukar pikiran dengan bapak-bapak pedagang kaki lima, atau bahkan mendengarkan keluh kesah dari beberapa pemulung di jalan.

"Emh, apa seorang hafidz memang harus berjodoh dengan hafidzah, Kak Doni?"

Pertanyaan Mauli membuyarkan lamunan Doni.

"Hmm, enggak juga."

"Tapi dia mengatakan ...."

"Ya, mungkin kriterianya memang begitu."

"Kalau, Kak Doni?"

"Kamu."

"Uhuk, huk, huk ...."

Mauli yang saat itu tengah menyeruput esnya langsung tersedak mendengar jawaban Doni. Netranya beralih menatap Doni. Berharap Doni akan mengatakan bahwa itu hanya candaan. Namun Doni malah balik menatap Mauli dengan serius. Jelas saja Mauli salah tingkah.

Jeda༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang