Jeda'20🌵

932 182 17
                                    

Happy Reading🌵

Empat porsi mie ndower level TK yang Doni pesan sudah datang. Lengkap dengan empat porsi dimsum mininya juga. Tak lupa segelas ice lemon tea sebagai pelengkap.

Amran, Mauli dan juga Najma nampak kurang nyaman berada dalam satu meja yang sama. Hanya Doni yang terlihat bisa bersikap biasa saja. Najma terpaksa menerima ajakan Mauli karena sahabatnya itu beralasan bahwa hanya dia yang bisa membantunya menghadapi Amran. Karena tak mungkin jika Mauli terlalu menghindari pria itu.

"Bukankah perasaanku akan sangat terlihat jika aku langsung menghindar dari dia, Najma?" Lontaran pertanyaan dari Mauli yang membuat Najma tak bisa menolak ajakannya.

"Silahkan! Kalau mau nambah tinggal bilang aja, aku yang traktir hari ini!" Doni berusaha mencairkan suasana yang sejak tadi terlihat canggung.

"Makasih, Kak Doni!" ucap Mauli, begitu juga Najma yang berusaha ikut tersenyum ramah sambil menganggukkan kepala.

Sebenarnya Najma tidak terlalu suka mie. Sejak kecil perutnya sepertinya menolak untuk olahan dari tepung itu. Setelah makan mie, biasanya perut Najma akan sedikit kembung, lalu bisa sembelit hingga beberapa hari. Parahnya dia bisa muntah-muntah seperti habis keracunan makanan kalau sampai berlebihan.

Gadis itu sedikit ragu mengarahkan garpu di tangannya ke arah mie di depannya. Bismillah, ucapnya dalam hati lalu mulai menyuapkan beberapa helai mie ke dalam mulutnya. Amran yang duduk tepat di depannya seolah bisa membaca kekhawatiran di wajah Najma.

Apa karena khawatir mienya pedas? Apa dia tidak suka pedas? Amran membatin seraya mengedarkan pandangan ke sudut-sudut ruangan. Mencari keterangan level menu mie ndower yang biasanya di tempel di sisi gedung.

Level TK yang Doni pilih ternyata level terbawah kedua setelah level paud yang porsi cabenya nol. Sementara level TK memiliki porsi cabe tiga sendok. Amran berbisik pada Doni, lalu beranjak dari tempatnya setelah Doni menganggukkan kepala.

"Ada yang mau dibeli di depan katanya."

Doni dengan cepat memberi penjelasan saat dua pasang mata di depannya menatapnya. Dia pun tahu, suasana canggung itu sebagian besar juga karena salahnya. Seandainya kemarin dia lebih bisa memahami situasi, mungkin suasananya tidak akan serumit ini. Beruntung Mauli bukanlah wanita yang suka memperpanjang masalah. Bahkan dia merasa tidak enak karena Mauli sama sekali tak berubah padanya ataupun Amran. Meski Amran bilang bahwa permasalahan mereka sudah diselesaikan kemarin, tetap saja Doni masih merasa bersalah.

"Emh, Najma! Aku secara pribadi mau minta maaf."

Najma mengurungkan suapannya, begitu juga dengan Mauli yang menoleh pada Najma. Sementara gadis cantik di sampingnya menatap tajam ke arah Doni.

"Masalah kemarin sebenarnya bukan salah Amran."

Najma tak menjawab, ia malah menyilangkan lengan di depan dada setelah meletakkan sendok dan garpunya. Memberi perhatian penuh pada penjelasan Doni.

"Maksudku, mungkin aku yang salah. Dari dulu aku memang selalu menggoda dia dengan Mauli karena kedekatan mereka. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyinggung atau mempermainkan perasaan siapapun."

Tangan Mauli menyentuh lutut Najma di bawah meja, menarik ekor mata gadis itu ke arahnya. Ada anggukan kecil di wajah manis itu saat mereka bersitatap.

"Seharusnya Kak Doni nggak minta maaf sama aku, minta maafnya sama Mauli. Karena yang biasa Kak Doni goda itu dia, bukan aku. Sebagai sahabat, aku hanya nggak suka sahabatku dijadikan bahan becandaan. Apalagi perasaannya." Tegas Najma.

"Asal Kak Doni tahu, perasaan itu bisa tumbuh hanya dengan kata cie."

Najma tersenyum melihat Doni mengangkat alisnya. Mungkin dia terkejut dengan pernyataan Najma barusan.

Jeda༊*·˚Where stories live. Discover now