1. Serunna: Awal Berita

50.9K 2K 84
                                    

HAPPY READING!

*****

Aku menatap laki-laki berkulit putih pucat itu, kulitnya bahkan lebih bening dari milikku, oh ya jangan lupakan wajahnya yang mulus, bersih, dan licin karna perawatan mahalnya. Mataku menatap kesepuluh jemarinya yang bertaut, jari-jari itu lentik sekali. Menatap laki-laki bernama Deskara Abigail hanya membuat aku iri hati saja.

Tatapan laki-laki itu sangat cemas dan bingung, bagaimana tidak? Setelah lebih dari sebulan menghilang setelah kejadian panas itu tiba-tiba aku datang mengaku hamil.

"Kamu sudah cek ke Dokter?"

Dari sekian banyak ungkapan kata terkejut kenapa Deska memilih mengeluarkan kalimat itu untuk respon pertamanya.

"Sudah, ke Bidan."

"Aku bingung harus apa."

Aku ingin mengatakan dia harus bertanggung jawab dengan menikahi aku, ya kalau saja dia bukan gay tapi sayangnya begitu.

"Aku nggak minta apa-apa, kasih aku tempat tinggal, biayai anak ini dari melahirkan sampai sekolah, kamu gak perlu ketemu anak ini, kasih uang aja."

Ya memang apa yang mau diharapkan selain uangnya? Tapi dia bukan konglomerat, dia tulang punggung keluarganya, membiayai ibunya yang sakit, dua adiknya yang kuliah dan satu lagi sekolah pesantren, lantas masih ada yang bisa diharapkan?

Bisa! Harus bisa! Karna aku Serunna Lestiara nggak punya uang apalagi pekerjaan untuk membiayai anak ini.

"Kalau dia nanya Ayahnya gimana?"

Pemikiran laki-laki satu ini ribet sekali, padahal tinggal beri aku uang untuk mengontrak selama hamil ini dan sisanya transfer ke rekeningku, beres.

"Ya, jawab saja sudah meninggal pasti ngerti."

Matanya yang memiliki bulu mata yang lentik juga alis yang tebal itu menatapku sinis, "Tapi aku masih hidup, hmm bagaimanapun cara membuatnya dia masih anakku."

Bagaimana pun cara membuatnya, aku jadi meringis mengingatnya.

"Kalau kamu mau, kamu bisa bilang kamu Ayahnya gampang, 'kan? Tinggal bilang ayah dan ibunya sudah berpisah dia pasti ngerti."

"Kamu mau dipanggil Ibu? Aku sih mau dipanggil Ayah tapi biasanya pasangan Ayah itu Bunda, kalo Ibu biasanya Bapak. Aku nggak mau dipanggil Bapak."

Aku berdecak, "Apa itu hal yang penting sekarang?"

"Oh, ya. Berapa usianya?" Tanya Deska seraya melirik perutku.

"Enam minggu."

Dia mengangguk, "Aku harus apa?"

Aku menatapnya malas, "Aku udah bilang tadi!"

Ia meringis sambil mengangkat dua jarinya tanda damai, "Jangan marah-marah. Hm, kamu tau sendiri aku bukan orang konglomerat belum bisa kasih rumah, tinggal di kontrakan gapapa?"

"Yang penting aku bisa tidur dengan nyaman."

"Ehm, emang selama ini kamu tidur di mana?"

Cerewet banget laki-laki ini, "Numpang kosan temen, nggak mungkin aku sampai lahiran numpang, 'kan?"

Deska beranjak dari sofa, "Aku ambil kunci mobil dulu." Setelahnya dia masuk ke dalam kamar dan tak lama dia hadir dengan jaket yang membalut tubuh yang sayangnya sangat indah itu.

"Hm, Ziande tau tentang hari itu?"

Deska yang berjalan beriringan di sampingku berdecak, "Kamu gila? Bisa perang dunia aku sama dia."

Aku tertegun, Ziande Graham yang sudah tujuh tahun menjalin hubungan dengan Deska, Ziande pasti bisa ngamuk-ngamuk kalau tau pacarnya hamilin cewek lain.

"Apa dia nanyain aku?" Tanyaku lagi.

Deska yang hendak membuka pintu mobil tidak jadi melakukannya, "Hm, cuma nanya kenapa kamu pergi tiba-tiba tanpa ngabarin. Apalagi kamu nggak bisa dihubungi sama sekali, dia pikir kamu kecewa dia memilih jalan hidup yang seperti ini."

Aku meneguk ludahku sendiri, entah kenapa tiba-tiba tenggorakanku terasa kering. Andai saja rencana itu berjalan lancar bukan Deska yang ada di sini, melainkan Ziande Graham, sahabatku sejak SMP, cinta pertamaku.

******

Setelah berkeliling cukup lama, nggak tapi lama banget buatku karna dari pagi sampai sore, warna langit sudah gelap dan kami baru menemukan tempat tinggal untukku.

Letaknya bukan di kota, bukan juga di daerah pelosok melainkan di kabupaten. Tempat yang akhirnya dipilih Deska adalah kontrakan, iya bahkan bukan perumahan, kos-kosan atau apalah.

Kontrakan lima pintu, bukan lima-limanya disewa cuma satu yaitu kontrakan nomor lima paling ujung. Ruangannya cuma ada satu kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

Ruang tamunya juga tidak besar, cuma bisa nampung dua motor beat entah kurang atau lebih. Ya, gapapa sih, toh aku juga nanti tinggal sendiri dan kalau anak ini lahir jadi berdua, dan setelah melahirkan aku juga mau cari kerjaan dengan ijazah SMA-ku ini.

"Unna, maaf ya cuma segini aku mampunya," ujar Deska yang duduk selonjoran di lantai ruang tamu yang mana semuanya masih kosong.

"Gapapa, ini udah lumayan. Yang paling penting bisa tidur dengan nyenyak."

"Sebenernya bisa aja di tempat yang lebih bagus, tapi aku mau kasih nafkah anakku dengan uang halal, ya kerja di restoran khusus gay, jual alkohol, jadi maskot dengan gaya perempuan itu nggak termasuk halal buatku."

Aku menatap kaget Deska. Aku nggak tau dia kerja kaya gitu dan lebih tepatnya aku gak tau ada kerjaan yang kaya gitu, oh sejauh itu kah dunia berjalan?

"Terus kamu nafkahin ibu dan adik-adik kamu itu pakai apa?"

"Aku kerja di EO punya Ziande juga, kerja di sana juga karna orang dalam. Lulusan SMK dari desa ngerantau ke kota apa yang diharapin?"

Aku merapikan bungkus nasi goreng di lantai lalu memasukan semuanya ke plastik, lusa nanti Deska janji untuk belanja kebutuhan rumah sekalian pindahan ke sini.

"Des," panggilku.

Saat Deska menoleh aku pun berujar, "Maaf ya pasti kamu kebingungan dan kaget karna aku udah ngacak-ngacak finansial kamu. Kalo aku ada kerjaan tetap aku juga nggak bakal minta pertanggungjawaban kamu, sayangnya aku nggak punya dan aku nggak mau nambah dosa lagi dengan gugurin anak ini. Siapa tau dia jadi anak saleh terus narik aku ke surga."

Deska pun berdecak, "Ngapain minta maaf? Mungkin ini doa ibuku karna dia mau cucu tapi akunya nggak nikah-nikah."

Mataku membola mendengarnya, "Kamu mau bawa anak ini ke ibumu?"

Deska terdiam lalu mengangkat kedua bahunya tak acuh, "Aku nggak tau. Aku belum punya bayangan tentang masa depan anak kita. Yang paling utama kamu punya tempat yang aman dan nyaman dulu, sisanya kita pikirin nanti."

Kenapa Deska ini selalu menyebut bayi ini 'anak kita- anak kita' dari tadi,  bikin jantung deg-degan tau ga?

"Unna, mau balik? Udah malem takut Ziadne udah pulang."

Astagfirullah! Inget Serunna dia nggak suka cewek!

*****


note: bukan cerita BL yaa!

Tenggelam Dalam Dasar [END]Where stories live. Discover now