19. Serunna: Kembali

14.1K 1.2K 131
                                    

ENJOY!!

******

Aku menatap kedua kakiku yang membengkak, akhir-akhir ini kedua kakiku sering membengkak, napasku juga mulai terasa berat dan sesak. Tiga bulan lagi aku akan melahirkan anak kembar, rasa takut menyelimutiku tentang apakah aku bisa membuat mereka bahagia dan hidup sejahtera?

Aku mengusap perutku yang terasa kram, aku meringis menahan tegang yang aku rasakan di pinggang dengan napas yang terasa sesak.

"Kenapa, Unna?"

Deskara mendekat ke arahku dan duduk di sampingku dengan wajah khawatirnya, "Sakit lagi ya? Aku udah bilang tadi Unna jangan bantuin aku jualan."

Aku tersenyum tipis setelah rasa sakit yang kurasakan bisa aku atasi, "Kalau duduk terus juga nggak bagus."

"Hari ini jadi mau cari baju bayinya? Unna, nggak capek?"

Sebenarnya aku merasa kurang enak badan, aku ingin tidur, tapi kalau aku tunda kehamilanku akan semakin besar dan akan semakin sulit untuk berkeliling pasar.

"Aku aja yang beli, ya? Nanti aku fotoin ke Unna, suka atau enggak, gapapa ya?"

Itu ide yang bagus, jadi aku tersenyum dan mengangguk menyetujui.

"Kamu butuh apa sekarang?"

Aku terdiam sebentar memikirkan apa yang aku butuhkan tapi tidak ada, aku hanya merasa perlu tidur dan beristirahat saja.

"Nggak ada, aku mau tidur aja... "

"Jangan tidur sore-sore, nggak baik. Aku tutup warung dulu setelah itu aku ke pasar cari baju, gapapa ya?"

"Emang nanti malam nggak jualan lagi?"

Deskara menggeleng, "Enggak, 'kan kemarin kamu bilang mau belanja keperluan buat adek bayi."

"Yauda hati-hati ya... "

Deskara mengusap rambutku lalu memberikan kecupan di keningku, sejak malam itu Deskara jadi lebih sering melakukan sentuhan-sentuhan fisik, sebelumnya juga sering tapi kali ini di setiap sentuhannya seperti ada rasa terungkap.

Deskara bangkit dari sisiku tapi sebelum benar-benar beranjak ia mengusap perutku pelan, "Jangan nakal-nakal ya, Bapak pergi dulu."

Sederhana saja, tapi hatiku berbunga. Tolong, selamanya tetap seperti ini.

*****

Sudah pukul delapan malam dan Deskara belum pulang, aku menatap layar ponselku yang menampilkan pesanku yang tidak terbalas oleh Deskara, jangankan terbalas terbaca pun tidak.

Jantungku berdegup kencang, Deskara tidak mengirim pesan apapun sejak ia pergi dengan motornya. Katanya ia akan mengabariku baju apa saja yang akan ia beli bukan?

Pesan terakhirnya hanya, aku baru sampai pasar Unna.

Setelahnya Deskara bak hilang ditelan bumi, kakiku yang bengkak berdenyut nyeri karena aku yang tak duduk sejak tadi, aku menyentuh pinggangku yang terasa ngilu dan mengusapnya pelan dengan jemari yang gemetar.

Tenggelam Dalam Dasar [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora