11. Serunna: Ziadne?

14.3K 1.3K 74
                                    

Enjoy!!!!

Hallo ada yang kangen?

*****

"Unna?!"

Teriakan Deskara saat melihatku membuatku terkejut, kenapa laki-laki ini harus terdengar sepanik itu?

"Kenapa sih? Biasa aja manggilnya."

"Kamu nggak ada izin."

Aku menatapnya heran. Maksudnya izin apa ya? Emang aku ngapain?

"Kamu keluar nggak bilang-bilang, aku cariin."

Deskara menatapku sebal tapi meski terlihat sebal ia tetap mengambil alih kantong belanjaan yang aku bawa.

"Aku tadi pagi ke pasar sama Ibu, kata Ibu nanti mau bagi-bagi makanan buat tetangga sekitar."

"Ibu mana?"

"Itu di depan," Jawabku sambil menunjuk keluar di mana Ibu masih berbicara dengan tukang becak yang aku dan Ibu tumpangi tadi.

Meski dengan muka sebalnya Deskara tetap keluar membantu Ibu membawa belanjaan dari pasar dan membawanya ke dapur dan aku pun mengikutinya.

"Aku kira kamu nggak pulang ke rumah siang-siang kaya sebelumnya."

Deskara yang sedang menyusun sayuran di meja pun menghentikan aktivitasnya.

"Emang kalau aku nggak ada di rumah, kamu keluar nggak izin aku? Kalau kamu kenapa-kenapa dan aku nggak tau itu aneh banget."

"Aku udah gede kali, bisa jaga diri. Kamu sama aku lebih lama aku tinggal di bumi," Jawabku.

"Tapi, aku suami kamu. Biasanya istri izin suami kalau mau apa-apa."

Aku menyilangkan lengan di depan dada lalu menatapnya datar.

"Normalnya begitu," Jawabku.

"Memangnya kita nggak normal?" Tanya Deskara dengan tatapan yang... serius? Kecewa?

Aku memilih tak menjawab, hanya mengangkat bahu lalu pergi dari dapur dan memilih masuk ke dalam kamar.

Belum sempat aku masuk ke dalam kamar, aku lebih dulu berpapasan dengan Ibu.

"Capek ya, Nak? Panas-panas temani Ibu ke pasar. Kamu istirahat aja sana," Ujar Ibu sambil mengusap rambutku.

"Ibu mulai masak jam berapa, Bu?"

"Ya, paling Ibu mulai nanti malam. Biar besok pagi sudah bisa dibagikan ke tetangga."

Sebenarnya aku masih ingin bicara lebih lama dengan Ibu tapi langkah Deskara yang mendekat membuatku enggan untuk berlama-lama di sini. Aku pamit dengan Ibu untuk masuk ke kamar dan meninggalkan Deskara berdua dengan Ibu di luar.

Aku menyalakan kipas angin, lalu mengganti baju yang kukenakan dengan daster tanpa lengan.

"Eh! Maaaf..."

Suara Deskara yang terdengar panik malah membuatku menatapnya datar.

"Katanya suami, liat dadaku doang kenapa minta maaf?" Ujarku sambil terus melanjutkan kegiatanku memakai baju.

Deskara menggaruk kupingnya, seperti bocah yang kena marah saja.

"Aku cuma kaget."

Aku tak menghiraukan balasan Deskara, aku memilih menyusun bantal lalu membaringkan badan. Aku dapat merasakan kalau langkah Deskara mendekat ke arahku, aku berbaring miring membelakangi Deskara lalu aku merasakan seperti ada jari yang menusuk-nusuk lenganku.

Tenggelam Dalam Dasar [END]Where stories live. Discover now