10. Serunna: Bisikan Tetangga

13.7K 1.3K 102
                                    

Enjoy!!

*******

Aku juga tidak tau angin apa yang merasuki diriku sampai pagi-pagi sekali aku sudah mandi. Aku yang baru keluar dari kamar langsung ke dapur menghampiri Deskara yang tengah memasak nasi goreng. Beberapa hari terakhir dia sudah malas untuk mengantre nasi uduk murah itu. Deskara lebih sering memasak atau membeli apapun yang lewat di depan kontrakan.

"Kamu mau tempe nggak Unna?" Tanya Deskara saat melihat kehadiranku.

Aku terdiam cukup lama, sebenarnya pesan yang tak sengaja aku lihat semalam cukup mengganggu pikiranku tapi aku berusaha biasa saja, menunggu Deskara memberitauku sesuatu tapi dia terlihat santai.

Aku menatap Deskara yang kadang mengecek ponselnya di sela-sela nasi goreng yang ia buat.

"Unna, kok diem? Mau tempe nggak?"

"Boleh," Jawabku singkat lalu duduk di kursi plastik sambil menunggunya memasak.

"Kamu sakit?"

"Enggak."

"Tumben kamu udah mandi, kamu tuh harus aku mandiin dulu baru lancar mandinya," Ujar Deskara dengan senyum selebar samudera. Kenapa dia terlihat senang beberapa hari terakhir?

"Iya."

Jawabanku yang singkat memudarkan senyum yang ia pancarkan tapi sepertinya ia enggan membahas lebih jadi Deskara memilih diam dan melanjutkan aktifitasnya.

Suara berisik dari luar rumah membuat atensi Deskara teralih, "Itu kayanya tukang sayur deh, aku keluar dulu beli tempe kamu bisa tolong-"

"-aku aja yang beli tempenya."

Aku memotong ucapan Deskara karena melihat Deskara pagi ini entah kenapa membuat keadaan hatiku memburuk, senyumnya aku benci senyumnya. Aku segera bangkit dari dudukku lalu melangkah pergi keluar namun saat hendak membuka pintu depan aku teringat tidak membawa uang, aku tidak mau memakai uangku jadi aku kembali ke dapur mendekat ke arah Deskara dan berdiri di sebelahnya.

"Bagi uang," Pintaku sembari menadahkan tanganku padanya.

Deskara tersenyum kecil lalu menggeleng, "Aku tuh udah ngira kamu bakal balik lagi," Ujarnya sembari menepuk kepalaku beberapa kali sebelum mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah dari kantong celananya.

Aku tersipu. Tapi aku harus menahannya, aku tidak boleh kalah dengan jatuh cinta padanya.

Tanpa mengatakan apapun aku mengambil uang itu dan langsung pergi keluar. Aku sangat jarang keluar rumah, bisa dihitung jari karena kalau butuh sesuatu Deskara yang akan keluar, Deskara memang orang yang cukup supel dan gampang berbaur aku yakin ia sudah banyak memiliki kenalan di sini.

"Eh, kamu istrinya Mas Kara ya?"

Aku yang baru saja sampai di gerobak sayur yang berhenti tepat di depan pintu kontrakanku hanya tersenyum tipis kepada ibu berdaster biru di sebelahku.

"Saya yang ngisi nomor satu," Lanjutnya lagi.

Aku melirik pintu kontrakan nomor satu yang ibu itu maksud lalu tersenyum tipis lagi. Sungguh, aku benar-benar bingung dan menyesal keluar.

"Emang Bang Karanya kemana, Mbak?" Tanya tukang sayur kepadaku yang tengah memilih tempe mana yang harus aku beli.

"Ada di dapur, lagi masak," Jawabku jujur.

"Wah, serius, Neng?" Ujar ibu berhijab hitam yang berdiri di depanku.

"Mas Kara itu ya, udah ganteng, ramah, jago masak juga ternyata," Lanjut ibu itu lagi.

Tenggelam Dalam Dasar [END]Where stories live. Discover now