16. Serunna: 'Rumah'

11.6K 1.1K 134
                                    

Enjoy!!

Kalian apa kabar?

*******

Aku dan Deskara sama-sama terdiam, duduk bersebelahan di rumah pak RT bahkan minum yang disuguhkan istrinya itu tak sempat kami sentuh. Di hadapan kami selain ada Pak RT ada juga Pak Hasan dan istrinya Bu Astuti mereka adalah pemilik kontrakan yang kami tempati.

Sekarang aku jadi memikirkan apakah kami akan diminta uang untuk renovasi?

"Kalau kata Pak Polisi untuk sementara karena ada korsleting listrik akibat instalasi kabel yang sudah tua dan haus," Jelas Pak Hasan yang membuatku menarik napas lega setidaknya itu bukan karena kecerobohan kami.

"Kami udah bayar kontrakan itu satu tahun, barang-barang kami banyak yang terbakar cuma sedikit yang bisa diselamatkan, bagaimana dengan itu?" Tanya Deskara dengan suaranya yang sudah serak dan lelah, apalagi matanya tidak bisa berbohong.

"Tapi, Des, kalau kamu minta ganti rugi kami nggak bisa, kami harus renovasi kontrakan kami yang terbakar dan saya juga punya anak-anak yang masih butuh biaya-kamu tenang aja, kamu bisa tinggal di sana setelah selesai di renovasi dan akan saya gratiskan untuk satu tahun setelahnya kalau kamu masih mau lanjut. Saya mohon maaf Des, saya nggak bisa bantu banyak, kontrakan itu satu-satunya sumber penghasilan saya, anak saya masih banyak yang butuh biaya, saya minta maaf, Des, mohon pengertiannya."

Penjelasan Pak Hasan membuatku merasa iba, kejadian ini pasti juga berat untuk beliau tapi saat melirik ke samping dan melihat betapa lelah wajah Deskara terpancar di sana membuat dadaku tertusuk.

"Tapi... Istri saya juga sedang hamil." Deskara menarik satu napasnya dalam lalu membuangnya perlahan dan melirik ke arahku sebentar setelahnya mengenggam tanganku sebelum lanjut bicara, "Baik, saya nggak akan minta ganti rugi itu, tapi di mana saya bisa tinggal, Pak? Saya nggak ada rumah lagi di sini, saya nggak ada uang lagi untuk pindah ke tempat baru."

"Nggak ada sama sekali Mas Deska?" Tanya Pak RT.

"Ada, cuma itu dana untuk kebutuhan istri saya."

"Memang sudah berapa bulan?" Tanya Bu Astuti.

"Jalan lima, Bu," Jawabku.

"Masih ada sekitar empat bulan lagi ya, hm, mungkin untuk kebutuhan baju atau keperluan bayi kamu nanti bisa pakai bekas anak saya dulu jadi beban kamu nggak terlalu berat, lagian kalau memang belum mampu secara finansial kenapa menikah coba?"

"Bu!" Teguran dari Pak Hasan untuk Bu Astuti membuat kami semua terdiam dan Deskara mengepalkan kelima jarinya menahan amarah.

"Kamu punya warung bubur di ruko depan, 'kan ya? Itu punya Pak Witno bukan?" tanya Pak Hasan lagi.

"Iya, punya Pak Witno tapi saya cuma sewa lantai bawah Pak, kalau maksud Bapak meminta saya tinggal di sana dulu."

Pak Hasan mengangguk saat mendengar jawaban Deskara, "Kamu kalau nggak keberatan bisa tinggal di lantai dua ruko itu sampai kontrakannya bisa layak huni lagi, nanti saya yang akan urus ke Pak Witno, maaf Deskara cuma itu yang bisa saya bantu."

Deskara terdiam, melirikku sekilas sembari menimang jawabannya, "Baik, Pak, saya nggak masalah. Tapi, apa saya boleh pinjam kendaraan untuk pindahin barang saya yang masih layak ke ruko?"

Tenggelam Dalam Dasar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang