diri yang lain 2

1.3K 99 5
                                    

"Ayo donk. Kali ini aja, bantuin aku. " Anya merentangkan tangannya untuk menghalangi lelaki didepannya agar tidak bisa pergi melewatinya.

"Gak. Kali ini aku gak akan bantuin kamu bolos lagi. " bukannya membantu. Lelaki didepannya malah menurunkan kasar tangannya dan pergi melengos.

"Aku janji. Ini yang terakhir. " Anya mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.

" gak" tegasnya. Lelaki itu pun pergi meninggalkan Anya yang masih berdiri di halaman belakang sekolah.

************************************************************************
Vero memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut. Tumpukan file dan kertas-kertas bergambar di mejanya memperjelas penyebab ia merasakan sakit di kepalanya.

" belum kelar? " Alvin yang baru saja masuk ruangan kerja Vero menatap datar pemandangan dihadapannya.

" lo pikir aja sendiri. Kerjaan segini bisa beres sehari apa? " jawabnya kesal. Alvin memang pantas di juluki gunung es. Dia benar-benar tidak punya hati, terhadap sahabatnya sendiri dia sangat kejam. Melimpahkan begitu banyak masalah yang seharusnya di kerjakan berdua kini hanya Vero saja yang mengerjakan.

Sebenarnya disini yang bos tuh siapa sih?
Kalau di ingat-ingat, Vero lebih banyak menyelesaikan semua masalah dibanding Alvin.

"Vin. Bantuin kek, kepala gue udah sakit nih. Bantuin mikir kek apa kek. Jangan liatin aja. " sungut Vero tidak Terima.

" oke. " Alvin meraih beberapa kertas dan membacanya.

Segitu doang tanggapan Alvin. Vero jadi merasa kesal sendiri. Bagaimana tidak, dia bicara panjang lebar dan segitu doang tanggapan Alvin? Gak ada acara adu mulut gituh?

Sudahlah, yang penting Alvin mau membantunya. Setidaknya ini akan meringankan sedikit bebannya.

***
Setelah semalaman bergelut dengan dokumen dan proposal. Akhirnya Vero bisa bernafas lega.

Berkat bantuan Alvin, pekerjaanya terasa sangat mudah, memang ya punya teman itu harus yang bisa diandalkan. Kayak Alvin. Meski sangat meyebalkan dan bermulut pedas, tapi otaknya patut di acungi jempol.

Gak sia-sia Vero bayar Alvin mahal, dan menjadikannya sebagai orang kepercayaannya.

Jika dibandingkan dengannya, kemampuan Vero sangat jauh dengan Alvin. Namun Vero di beri keberuntungan dengan terlahir dari keluarga yang berlimpah harta. Meski Vero sering terlihat biasa saja dan terkesan seorang fuck boy. Namun ia memiliki semangat dan keinginan yang teguh.

Dulu, ia bercita-cita ingin menjadi seorang tentara angkatan laut. Namun setelah melihat film ikan hiu yang memangsa manusia ia beralih ingin menjadi dokter.

Lalu setelah menginjak bangku SMA cita-citanya berubah lagi ingin menjadi seorang model.

Hingga ia menjadi seorang mahasiswa dan cita-citanya nya berubah menjadi ingin mengalahkan perusahaan keluarganya yang terbilang sangat maju dibanding perusahaan yang didirikannya saat ini.

Namun semua kenyataan itu tidak membuatnya mundur dan malah membuatnya berpikir untuk merekrut Alvin dan bekerja keras membangun usahanya hingga berkembang seperti sekarang.

Meski begitu,Vero tidak pernah mau berdiam diri saja dan menyerahkan semuanya pada Alvin. Ia juga sering mengurus beberapa tender dan bepergian ke luar kota untuk tender berikutnya.

" basuh dulu badan lo. Bau! "Alvin melemparkan handuk pada wajah Vero yang sebentar lagi akan memasuki alam mimpi.

" ganggu aja lo. " meski menggerutu Vero tetap pergi kekamar mandi.

Alvin melihat jam di HP nya. Ia membuka paper bag yg beberapa waktu lalu tiba di kantornya.

Dibacanya sebuah surat yg tidak lain dari ibunya. 'Jangan lupa makan.aku tidak ingin melihat anakku kurus dan tidak terurus. Semoga kau mendapatkan gadis yg bisa mengurusmu. ' Alvin memutar malas matanya. Jurusan pembicaraan ibunya tidak lain pasti membicarakan Sela.

Alvin melempar paper bag sembarangan hingga surat kecil itu keluar dari dalam sana.

" heh. Ibu mu belum setuju hubungan kalian rupanya? " Vero berdecih geli melihat isi surat yg keluar dari paper bag milik Alvin.

" jangan bodoh. Mau tidak mau ibu harus merestui hubungan kami. Dia harus memegang janjinya. " jelas Alvin tak mau di bantah.

" ya.. Ya aku tau. Tapi entah kenapa aku merasa kalau ibu mu tidak akan pernah menyerah untuk menyatukan mu dengan Anya. "

Alvin mendelik kesal. Ia melempar bantal ke arah Vero sampai laki-laki itu mengaduh karena kaget.

" jangan so tau." Vero tertawa garing. Ia tidak ingin menabur garam diatas luka Alvin, atau ia akan berakhir sendirian mengurus kantornya ini.

================================================================
" sayang. Kita harus bicara. "

" apalagi? Aku sudah bilang kan jawabannya. "

" tapi itu sangat tidak adil untukku. " lelaki itu hampir saja menitikan air matanya jika saja ia tidak menahannya. " apa yg kurang dariku sampai kau lebih memilih dia daripada aku? " ia mencengkram kuat ponselnya karena kesal sendiri.

" maaf. Tapi ini pilihanku." wanita cantik disebrang sana masih tetap dengan keputusannya menolak lelaki yg kini tengah menelponnya.

" dengarkan aku Sela. Jika kau berani pergi memilih lelaki itu, aku pastikan, jika aku tidak bisa memiliki mu. Maka dia juga tidak bisa memiliki mu. "

" Amar, jangan bodoh. Amar dengarkan aku."Sela berteriak tanpa didengar oleh Amar. Dia menatap sedih ponselnya, lalu mematikan sambungan telponnya.

Amar menangkup wajahnya dengan tangannya. Ia menangis karena wanita yang dicintainya lebih memilih pria lain.

Ya, Sela lebih memilih Alvin begitu mendengar Anya menolak perjodohan dengan pria itu.

Amar mengangkat wajahnya, ia juga berhenti menangis matanya terlihat satu dengan sisa-sisa air mata di pelupuk matanya. Namun sesuatu yg berkilat ada disana. Tatapan tajam nan dingin mampu membuat mata sayu itu terlihat berkilat di bawah cahaya lampu.

" Alvin... " ucapnya berdesis. " kau tidak akan memilikinya. "

================================================================
Jika ia harus memilih, Vero akan memilih untuk menjadi Alvin.

Dia memiliki segalanya didunia ini. Keluarga yang harmonis, kakak yg baik dan harta yang tidak melimpah namun ia hidup serba berkecukupan.

Vero menatap nanar pemandangan harmonis Alvin dan kakaknya yg nampak sedang bercanda dengan melayangkan pukulan-pukulan kecil.

Seandainya, ia juga bisa mendapatkan apa yang tidak ia miliki didunia ini.

Vero diberkahi dengan terlahir dari keluarga kata raya. Namun baginya, semua harta yg ia miliki tidak lebih baik dari lengkapnya keluarga yg akan selalu ada di sampingnya.

Sejak kecil Vero selalu ditinggal sendiri di rumahnya. Paling tidak, ada pengasuh dan beberapa asisten rumah tangga di rumah besar yg ia tempati.

Ia memiliki semua yg ia mau. Tidak pernah ia tidak mendapatkan apa yg bisa dibeli dengan uang keluarganya.

Tapi semenjak mengenal Alvin dan Aldo, ia merasakan kesepian yg sangat menusuk di dadanya. Baru kali ini, ia merasa sangat iri pada apa yang dimiliki oleh temannya. 'Keluarga' itu lah yang membuat Vero merasa sangat iri pada Alvin.

Turun RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang