semua karena mu

112 12 0
                                    

" An, Lo sehat ?" Sejak pagi tadi Rio terus menanyakan keadaan Anya.

Sejak pagi tadi Anya terlihat kurang bersemangat, ia juga terlihat kurang enjoy bekerja meski temannya banyak mengeluarkan candaan ia juga tidak ikut menyahuti seperti biasa, atau hanya sekedar ikut tertawa.

Ya, sejak kemarin dia banyak berfikir memikirkan bagaimana Vero. Bagaimana hubungannya dan laki-laki itu ? Apa mereka masih bisa bertemu dan bersama seperti biasanya ataukah tidak ?

Banyak sekali pikiran-pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya, sehingga membuat mood nya naik turun dan berdampak kurang baike pada lingkungan sekitarnya. Trman-temannya mengira ia sedang tidak sehat, dan Rio enggan untuk bercnda dengannya. Biasnya Rio akan menceramahinya, bercanda dengannya, atau mengajak berbincang hal yang konyol. Namun, Rio cukup bijaksana untuk tidak melakukan semua itu pada nya hari ini.

Seperti biasa, saat pulang kerja Anya akan memesan taxi online sebagai perjalanan pulangnya, karena usia kehamilannya mulai membesar tidak mungkin ia masih berkendara sendirian. Apalagi jarak jauh seperti ini. Sepanjang jalan Anya hanya termenung memperhatikan setiap tempat, pedagang di pinggir jalan, toko-toko yang berjejer, rumah, dan orang-orang yang melintas di jalan raya. Semua itu ia lihat dengan pikiran yang kosong. Isi kepalanya sedang pergi entah kemana, hingga ia merasakan jenuh dan bosan.

" Suaminya gak jemput mbak ?" Suara sopir taxi membuyarkan lamunannya.

" Eh. Enggak pak"

" Laah. Kasihan si mbak, lagi hamil besar masih jalan sendirian."

" Suami saya, lagi sibuk kerja pak." Anya berbohong. Karena ia tidak mungkin mengatakan jika suaminya sudah meninggal tanpa tahu ia sedang hamil.

" Oh, maaf mbak. Kalau suami istri sibuk kerja memang seperti itu ya." Pak sopir tersenyum pada Anya di balik sepion mobil." Anak saya juga di kampung sedang hamil. Tapi suaminya belum punya pekerjaan tetap."

" Terus gimana dong pak ?"

" Ya begitulah. Karena suaminya anak saya. Jadi keperluan saya dan istri saya yang tanggung. Saya gak mau, nanti anak saya di katain tidak bertanggung jawab sama mertuanya."

" Yang sabar ya pak. Mudah-mudahan anak bapa cepet dapat pekerjaan."

" Amin. Makasih doa nya mbak.saya juga berharap begitu. Kasihan nanti kalau anak nya sudah lahir."

" Iya pak."

Sepanjang perjalanan, pak sopir taxi itu banyak bercerita ada Anya. Tentang keluarganya di kampung, tentang temannya, dan pengalaman hidupnya. Dati mulai ia bertemu dengan istrinya dulu waktu masih muda sampai ia memiliki empat orang anak. Bagaimana Adang surut rumah tangganya ia jalani dengan penuh perjuangan bersama anak dan istrinya. Dan sekarang, memasuki usianya yang setengah abad, ia harus merantau ke kota besar untuk memenuhi lebutuhan hidup keluarganya di kampung. Karena lapangan pekerjaan di kampung tidak sebanyak di kota.

" Makasih ya pak." Anya memberikan uang pecahan seratus ribuan untuk membayar taxi online tersebut.

" Mbak ini kembaliannya."

" Gak usah pak. Buat bapak aja. Makasih udah nemenin ngobrol."

" Alhamdulillah. Makasih mbak. Semoga sehat selalu."

" Sama-sama pak."

Anya berbalik dan segera membuka kunci pagar rumahnya yang memang tidak di kunci.

Belum sempat ia sadar dalam kondisinya saat tiba-tiba sebuah tangan memeluk nya dan mendekapnya sangat erat. Bahkan ia terlihat tenggelam dalam kungkungan tubuh jangkung itu.

" Akhirnya pulang juga. Lama banget sih ?"

Suara yang ia kenal terdengar begitu saja di telinganya. Bahkan pelukan yang semakin lama terasa nyaman itu sangat enggan ia lepas. Dengan perlahan Anya mengangkat tangannya dan membalas pelukan itu. Alih-alih menjawab pertanyaan dari orang yang memeluknya. Anya malah menangis seperti anak kecil. Air matanya terus berjatuhan dengan iringan isakan tangis nya.

" Udah, jangan cengeng. Ada aku disini." Vero terkejut mendengar Anya menangis . Ia segera mengelus kepala Anya dengan lembut sambil menenangkan nya.

" Ak...aku..." Anya tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Isakannya membuatnya menelan semua kata yang ingin terucap dan di gantikan dengan tangisan yang belum juga berhenti.

" Dah, bumil tuh gak boleh nangis. Kalau kamu nangis bayi dalam perut kamu bakal ikutan nangis."

"...." Anya tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya sambil terus menangis.

" An. Kayanya kita harus masuk deh. Gak enak kaya gini pinggir jalan. Pasti orang-orang ngiranya kamu di apa'in sama aku."

Anya mengangguk, ia melepaskan pelukannya dan menyeka air mata yang ada di wajahnya. Vero membantu mengusap sisa-sisa air mata yang masih ada di wajah Anya, ia melihat mata Anya yang sembab dan hidung nya yang merah. Vero tersenyum, ia lalu merangkul Anya agar masuk ke dalam rumah.

" Kamu kenapa ?"Vero bertanya saat Anya duduk di hadapannya. Anya masih tertunduk. Mungkin malu.

" Gak kenapa-kenapa." Jawab nya singkat.

" Kalau gak kenapa-kenapa terus kenapa nangis tadi ?"

" Gak tau." Anya menatap Vero, memastikan jika laki-laki di depannya nyata dan bukan bayangan.

" Hey, An ?" Vero melambaikan tangannya di depan wajah Anya, karena Anya terlihat melamun sambil menatapnya.

" Emmm. Maaf. Aku ganti baju dulu ya ."Anya segera pergi meninggalkan Vero di ruang tamu sendirian.

Mata Vero menatap penuh selidik sepanjang kepergian Anya. Tidak biasanya Anya seperti itu, bahkan sekarang Anya terlihat kikuk dan seperti sedang menimbang sesuatu. Tidak biasanya wanita itu bersikap seperti itu. 'apa mungkin karena hormon ibu hamil ya?' Vero menerka dalam pikirannya.

" Kakak udah makan ?" Anya mengeluarkan beberapa sayuran dalam lemari es nya.

" Belum. Kamu mau masak apa ?"

" Gak tahu, yang ada aja kali." Anya melihta isi kulkas nya dan hanya ada wortel, kubis dan kangkung. " Tapi gak ada apa-apa juga. Mungkin kakak mau makan apa aku siapain. Biar aku yang ngikut kakak."

" Belanja aja dulu. Lagian aku gak suka kangkung." Vero nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Anya tersenyum, ia menaruh kembali sayuran itu kedalam lemari es dan bersiap untuk pergi berbelanja.
" Aku siap-siap dulu."

" Oke "

***

Seperti mimpi, Anya berjalan beriringan dengan Vero. Memilih berbagai sayuran dan bumbu. Mereka tertawa bercerita dan saling melempar canda sepanjang berbelanja. Seolah tak ada beban, mereka saling bertukar cerita berbagi informasi tentang makanan yang mereka sukai.

" Maaf, aku tidak memberi kabar." Vero berucap sebelum mereka memasuki mobil.

Anya tersenyum " tidak apa-apa." Anya memakluminya. Anya tau, jika Vero sudah siap dia akan menceritakan nya sendiri tanpa harus Anya bertanya. Untuk sekarang Vero terlihat belum siap. Dan Anya tidak mau memaksanya untuk bercerita, biar lah Vero bercerita jika dia mau.

Karena sekarang, Anya hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Vero. Tanpa harus tau apa yang terjadi kemarin padanya.

Turun RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang