tak ingin pisah lagi 3

157 17 0
                                    

" dari mana saja kau?" Miranda yang kebetulan belum tidur tanpa sengaja mendapati Alvin tengah duduk sendirian di dapur dalam kegelapan.

" Kerja lah Bu, emang dari mana lagi ?"

Ada yang aneh dengan anak nya kali ini. Biasanya Alvin akan menjawab dengan nada ketus dan malas. Tapi kali ini ia menjawab dengan nada pelan dan lemah. " Ada apa dengan mu ?"

" Tidak apa-apa Bu. Hanya masalah pekerjaan yang membuat ku sedikit pusing." Jawab Alvin berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Miranda. Jika Miranda sampai tahu ia pasti akan kena sembur lagi. " Aku masuk dulu Bu. Ibu cepat lah tidur terlalu malam." Alvin mengecup dahi ibunya lalu pergi.

***
Keesokan harinya di kantor, seperti biasa setiap pagi Alvin akan memberikan laporan langsung pada Vero. Ia memberikan beberapa map berisi laporan keuangan bisnis dan beberapa calon kolega mereka.

Lalu dengan khidmat, Vero akan membacanya satu persatu. Mereka tidak peduli jika hal itu akan memakan waktu banyak dan terbuang sia-sia.

" Oke, nanti Lo temui pak Hasan buat bikin desain nya ya. Gue gak mau desain nya yang biasa aja, gue mau desain nya yang menarik dan beda dari yang lain."

" Oke."  Vero segera menatap Alvin aneh.

" Kenapa? Ada yang salah ?"

" Gak." Ada yang beda dari Alvin hari ini. Dan Vero merasa penasaran. " Yang ini juga laporannya, ada yang salah. Lo gak periksa ya ? Kerja Lo apaan sampai kesalahan sekecil ini aja gak keliatan."

" Oke, nanti gue perbaiki." Vero kembali menatap Alvin. " Kenapa ? Ada lagi yang salah ?" 

Vero sedikit berdiri dan memeriksa dahi Alvin. Lalu ia memeriksa dahinya, untuk memastikan jika suhu tubuh mereka berbeda. " Sama ah ?"

" Apaan sih Lo ?bikin risih aja." Alvin memukul lengan Vero yang masih bertengger di dahinya.

" Gue cuma mastiin aja. Kalau Lo gak lagi sakit."

" Gue sehat, sakit gimana ?"

" Aneh aja,biasa nya kalau gur komplen Lo bakal nyerocos panjang lebar bikin alibi. Tapi barusan Lo iya iya aja. "

Alvin terdiam  memang iya jika saja Vero bertanya apa dia sakit tentu saja tidak, tapi hatinya lah yang sakit. Alvin bukan tipe orang yang gampang bercerita atau berkeluh kesah pada orang lain tentang kesusahannya. Ia akan memilih memendamnya dari pada menceritakannya pada teman atau orang terdekatnya. Kecuali Sela, wanita itu masih menjadi yang pertama dalam hatinya hingga detik ini.

" Woy, ngelamun apaan ?" Vero memukul meja untuk menyadarkan Alvin yang tiba-tiba saja bemgong.

" Gak ada apa-apa. Aku pergi dulu."

Vero Idak mengatakna Pappu  lagi  ia tahu betul jika Alvin sedang menghadapi masalah. Tidak biasanya Alvin akan bersikap bengong seperti tadi jika tidak ada masalah serius yang sedang dihadapinya.

Alvin kembali ke ruangannya. Ssuai perintah Vero, ia menghubungi pak Hasan dan menceritakan detail nya. Lalu ia kembali memeriksa laporan keuangan yang tadi Vero bilang ada yang salah. Selanjutnya ia kembali menekuni pekerjaannya untuk membuat proposal pengajuan kerja sama dengan clieny baru.

Hari itu Alvinenyibukan diri dengan bekerja, tidak semenit pun ia sia-siakan. Meski dalam kepalanya ia masih mengingat Sela, dan hatinya masih terasa gondok atas penghianatan Sela.

Jam pulang kerja sudah berlalu. Alvin memarkirkan mobilnya di sebuah restaurant. Ia memsan makanan untuknya dan Anya. Saat seperti ini, kenapa Aya yangenjadi tempat tujuannya ? Mungkin karena sudah lama juga i tidak menemui Anya. Apa lagi sekarang Anya sedang hamil besar, pasti dia mulai kesusahan menjalani aktifitasnya.

Sesampainya di rumah Anya ia segera mengetuk pintu.

" Hai, apa kabar ? Lama gak ketemu." Anya mempersilahkan Alvin untuk masuk dan duduk.

" Kamu makin gendutan An. Sudah berapa bulan ?"

" Udah delapan bulan."

" Wah sebentar lagi dong. Oh ya, ini aku bawain makanan kesukaan kamu." Alvin memberikan bungkusan yang ia bawa pada Anya.

Dengan senang hati Anya membukanya. Dilihatnya makanan kesukaan nya, semur lidah sapi." Wah, kamu masih ingat kalau aku suka lidah sapi.?"

" Masih dong. Kamu udah USG belum ?" Alvin membantu Anya yang hendak berdiri, lalu ia meng ekori Anya yang berjalan menuju dapur.

" Udah bulan kemarin. Tapi Minggu depan aku harus USG lagi." Jawab Anya sambil meletakan beberapa piring di meja makan.

" Lhoo, kenapa?"

" Gak apa-apa, cuman pengen liat posisinya aja. Kemarin pas USG posisinya kurang bagus."  Alvin menarik kursi dan membantu Anya untuk duduk disana.

" Aku temenin ya." Pinta Alvin.

" Gak usah. Nanti ganggu kamu."

" Gak juga. Aku lagi bebas. Lagian ibu pasti penasaran banget tentang cucunya ini." Ucap Alvin sembari menyentuh perut Anya yang kian membesar.

Ada perasaan haru dan sedih saat Alvin menyentuh perut Anya. Sesaat dia ber andai-andai jika saja ia dan Sela menikah dan Sela mengandung anaknya, pasti akan terasa sangat bahagia. Dan kebahagiaan mereka akan lengkap dengan kehadiran anak mereka.

" Gimana kabar ibu ? Sudah lama aku gak nengokin ibu." Anya menyediakan sepiring nasi untuk Alvin.

" Baik.hanya saja akhir-akhir ini darah tinggi ibu sering kumat." Jawab Alvin yang kmudian menyendokan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

" Syukurlah, ibu sudah tua jika dia banyak pikiran darah tingginya pasti kumat."

" Ya. Begitulah. Tapi ibu Semakin tua semakin keras kepala. Sangat susah di kasih tahu."

" Yang sabar Vin. Namanya juga orang tua." Anya memasukan sepotong lidah sapi kesukaannya ke mulutnya laluengunyah nya dengan bibir tersenyum.

Alvin senang karena Anya menyukai makanan yang ia bawa. Anya memang berbeda dengan sela, ia selalu bisa mengerti keadaan dan bersikap sesuai keadaan, dia juga sangat pengertian pada Miranda. Tidak heran jika Miranda sangat menyayangi Anya. Beruntung sekali Aldo memiliki istri sepengertian Anya, andai saja Sela juga bisa pengertian seperti Anya mungkin ibu tidak akan bersikap kasar pada nya.

" Kamu kenapa bengong ?  Cepet abisin makan nya, jangan di liatin aja." Tegur Anya yang masih memasukan sesuap nasi ke mulut nya.

Alvin teesenyum, hari ini sudah dia kali ia di tegur karena bengong. " Iya ini juga lagi ngunyah."

Mereka pun makan dengan khidmat. Hanya obrolan t
Ringan dan denting sendok dengan piring yang terdengar, bersama Anya, Alvin bisa melupakan Sela meski hanya sesaat. Setelah Alvin kembali pulang ke rumah, ia seperti kembali pada kenyataan dimana hanya ada dia kamar nya yang sunyi sepi dan pikirannya melayang kemana-mana memikirkan hatinya yang sakit dan kecewa.

Jika tidak ada Miranda, mungkin semua perabotan di rumah ini sudah hancur lebur olehnya. tapi untung saja ada Miranda, sehingga ia masih bisa menjaga  kewarasannya untuk tidak menghancurkan seisi rumah dengan tangannya.

Turun RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang