BAGIAN 5. RASA NYERI

6.1K 689 14
                                    

~ Happy Reading ~


Hari terus berjalan, semalam tubuh Jundi sempat menggigil karena kedinginan. Entahlah seperti ada yang salah saja, bahkan semalam tak ada hujan yang turun.

Untungnya pagi ini suhu tubuhnya kembali stabil, lelaki itu tengah berjalan menelusuri trotoar untuk pergi ke tempat yang selalu ia gunakan untuk menimba ilmu.

Dari tempat kejauhan bisa ia lihat seorang yang sangat familiar di matanya. Siapa lagi kalau bukan salah satu temannya di sekolah. Pemuda itu berlari kecil menuju ke depan rumah temannya yang bisa dibilang dekat dengan tempat sekolah.

Terlihat Nadil yang tengah menali tali sepatu miliknya. Nampaknya lelaki itu tak sadar jika Jundi tengah berjalan menuju ke halaman rumahnya.

"Dil!! Bareng berangkatnya. "

Lelaki yang merasa namanya dipanggil tersebut kemudian segera menoleh ke arah sumber suara. Di sana terlihat temannya yang tengah berlari kecil menuju ke tempatnya berjongkok.

Masih terlihat sebuah koreng di lengan Jundi. Tak terlalu parah dari hari kemarin.

"Gimana kemaren lombanya? Lancar? "

Dengan sebuah senyuman yang masih merekah, Jundi mengangguk. Nadil ber-oh ria kemudian lelaki itu berdiri setelah sepenuhnya selesai mengikat sepatu miliknya.

Keduanya kini sedang berjalan menuju ke sekolah. Jarak rumah Nadil dan tempat sekolah tak terlalu jauh, memungkinkan mereka untuk datang tepat waktu.

Jundi melihat sebuah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam masih menunjukkan pukul 07.13 dan pasti sebentar sebuah bel akan berbunyi saat mereka sampai di depan gerbang.

Jalanan kota saat ini terlihat tak terlalu ramai. Kemungkinan besar karena sekarang masih pukul tujuh pagi.

"Enak ya jadi lo, Jun. Pinter, bisa banggain orang tua. Gak kaya gue yang gak tau punya bakat apa. "

Setelah mendengar ucapan dari temannya tersebut, tentunya Jundi menoleh. Ia yakin jika saat ini Nadil pasti tengah iri dengan nya yang dapat mengikuti lomba-lomba Olimpiade.

Helaan napas kini terdengar dari mulut Jundi. Padahal kini malah sebaliknya, Jundi bahkan sempat iri dengan Nadil karena sikap keluarga nya. Saat pemuda itu tengah bermain ke rumah temannya, ia selalu melihat ibu dari Nadil yang selalu tersenyum sambil memberikan beberapa minuman pada teman puteranya.

"Semuanya gak kaya yang lo pikirin, Dil. "

Jawaban yang diberikan oleh Jundi mampu membuat Nadil sempat bertanya-tanya dalam hati. Entah mengapa temannya ini wajahnya selalu berubah lesu saat dirinya membahas tentang prestasi ataupun keluarga.

"Maksud lo?-"

"Eh liat, gerbangnya mau ditutup. Kita lari aja daripada harus manjat pager. Kan repot!! "

Bukannya menjawab, Jundi malah segera menggandeng tangan Nadil dan membawa tubuh sahabatnya itu pergi masuk ke dalam gerbang. Untungnya mereka berdua tak terlambat hari ini.

"Pelan-pelan elah Jun!! Jantung gue diskoan ni!! "

Nadil meletakkan kedua tangannya keatas lutut guna menetralkan pernapasan nya yang terlihat terengah-engah. Jundi menarik tubuhnya terlalu mendadak hingga membuat pemuda itu tak sempat mengambil napas saat di jalanan.

About Jundi || Renjun [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang