BAGIAN 18. RASA IRI

4.1K 472 35
                                    

~ Happy Reading ~

Suasana malam hari bisa dibilang cukup baik. Terdapat satu bulan yang bersinar diangkasa, serta para ribuan bintang yang berkilauan disana.

Jundi dan para temannya tengah berada di balkon sambil mengobrol kecil. Hanya dengan modal sebuah karpet dan juga makanan ringan mereka semua sangat menikmati malam hari ini.

Ada buah dan juga jagung rebus yang menjadi cemilan mereka.
Sederhana, tapi nikmat.

Seperti yang kalian tahu, pemuda itu sudah diperbolehkan pulang sejak pagi sekitar jam sembilan tadi. Ia merasa sangat lega setelah keluar dari tempat yang berbau khas obat-obatan tersebut.

"Lo besok beneran mau sekolah lagi, Jun?"

Jundi yang tengah membuka buah salaknya tersebut kemudian mengalihkan atensinya ke arah Liam. Setelahnya ia hanya mengangguk meng-iyakan ucapan sang sahabat.

"Gue sedikit ragu..."

Hanif yang mendengarnya kemudian menepuk pelan paha Liam. "Ragu gimana? Jundi mah dah kebal. Ya kan, Jun?"

"Hmm iya... Besok gue sekolah, kaya biasa gue bakal jemput Nadil dulu"

Berjalan kaki sudah biasa baginya. Bahkan untuk jarak yang bisa terbilang jauh sekalipun.

"Lu beneran dah gak sakit? Nanti kalo dada-"

Dengan gerakan cepat, Jundi langsung menyenggol lengan Nadil bertujuan agar lelaki itu menghentikan ucapannya. Biarkanlah untuk penyakitnya kali ini menjadi privasi, hanya keluarga dan dirinya saja yang tahu.

"Kenapa?" Ucap Candra yang masih tak mengerti dengan situasi.

Nadil yang paham kemudian langsung menggelengkan kepalanya. Begitupun Jundi yang hanya menyengir memperlihatkan deretan gigi putih dan juga ginsulnya.

Candra hanya ber-oh ria. Keadaan hening kini menyelimuti kelimanya, hanya sebuah suara pisau yang tengah menyayat buah saja yang terdengar.

Diam-diam Liam memperhatikan gerak gerik temannya. Lelaki itu menatap sebuah perban yang terdapat di kepala sang sahabat. Sepertinya memang kecelakaan hari itu sangatlah parah hingga membuat kepala Jundi menjadi bocor, terlihat dari tembusan perban yang dililit. Bahkan lukanya terlihat lebar.

Seperti hal nya para orang sakit lainnya, muka pemuda itu terlihat pucat dan sangat berbeda dari biasanya. Entahlah, Liam semakin tak percaya jika Jundi tengah baik-baik saja.

Sebuah rasa sakit yang sering terjadi kini kian muncul di kepalanya. Membuat pemuda yang tengah memotong buah tersebut meringis kesakitan.

Nadil yang berada tepat di sebelahnya kemudian langsung menoleh setelah mendengar suara ringisan yang berasal dari mulut temannya. Terlihat Jundi yang tengah memegangi kepala dengan sebelah tangannya.

"Jun?"

"Gue kedalem dulu ya, Na. Mau ambil obat sebentar"

Tanpa mendengar jawaban dari sang teman, lelaki itu langsung beranjak menuju kedalam kamar. Hanif merasakan hal yang tak enak yang terjadi kepada Jundi.

Didalam kamar, pemuda itu membuka laci dan juga lemari untuk mencari dimana letak obat yang diberikan dokter. Mungkin karena rasa pusing yang sangat teramat sakit, pemuda itu mengambil obat yang beberapa hari lalu diberikan oleh sang ayah.

About Jundi || Renjun [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang