BAGIAN 7. RENCANA

5K 586 6
                                    

~ Happy Reading ~


Pagi ini cuaca di Jakarta bisa dibilang cukup baik. Tak ada tanda-tanda jika hujan akan turun. Jam di dinding masih menunjukan pukul 06.13 tentunya masih banyak waktu untuk Jundi membaca sedikit demi sedikit materi yang berada di dalam buku.

Tak seperti biasanya, mama sama sekali tak berbicara dengan pemuda itu. Entahlah harus bagaimana lagi untuk bilang ke mama jika ia sama sekali tak mencuri semalam.

Lelaki itu tengah berada di kamar dengan sebuah buku dan juga roti tawar yang sudah dibaluri susu coklat dan juga mesis diatasnya. Tak biasanya ia akan sarapan pagi hanya dengan roti tawar saja, seperti nya untuk hari ini terpaksa Jundi harus memakannya.

Dengan keadaan mulut yang sudah penuh dengan roti, pemuda itu membaca satu demi satu halaman buku dan juga mengingat-ingatnya. Semalam ia tak sempat untuk belajar, hanya terduduk di lantai sambil kepala yang ia sandarkan di pintu.

Suara langkah kaki kini terdengar di telinganya. Ia yakin jika pemilik kaki tersebut akan menuju ke dalam kamarnya.

Sebuah suara berat dan ketokan pintu kini terdengar. Pemuda itu langsung melahap habis selembar roti yang berada di tangannya. Jundi langsung membuka pintu yang terbuat dari kayu tersebut, terlihat tubuh besar sang ayah yang berada di sana.

"Nanti habis pulang sekolah, kamu langsung cuciin semua bajunya ya? Sekalian buat hukuman kamu semalam yang kurang ajar"

Hanya sebuah anggukan  yang Jundi berikan. Mulutnya terbungkam rapat karena ia tak ingin mengucapkan suatu kalimat yang salah nantinya.

Ayah langsung pergi begitu saja dari pintu utama kamarnya. Pemuda itu kemudian segera kembali lagi untuk menghafal beberapa kata yang tertera di halaman buku tersebut.

Namun belum sempat ia duduk di atas ranjang, sebuah suara ponsel yang berdering kini terdengar dari atas nakas di dekat ranjangnya. Terlihat sebuah nama salah satu temannya yang tertera di sana.

Nadil Izdihar
Tolak | Jawab

Setelah membaca sebuah huruf yang tertera di atas latar ponselnya, pemuda itu langsung menggeser sebuah tombol yang berwarna hijau di sana. Di tempelkan nya sebuah benda pilih tersebut ke pipi sebelah kanan miliknya.

"Halo Jun? "

Terdengar suara yang sangat familiar dari sebrang, tapi suara kali ini tak sama seperti biasanya. Bisa di gambarkan jika suara Nadil terdengar seperti orang serak saat ini.

"Apa dil? "

"Nanti bikinin surat izin ya di sekolah? Gue gak bisa dateng karena sakit"

Terlihat sebuah wajah Jundi yang kini berubah lesu. Padahal hanya Nadil lah teman yang sangat dekat dengannya dibandingkan Candra, Liam, dan Hanif. Biasanya Jundi akan bercerita sebuah masalah yang ia alami ke sahabat nya ini.

Tapi mungkin dirinya tidak bisa untuk membicarakan masalahnya kali ini.

"Iya, cepet sembuh dil! "

"Oke makasih, gue tutup ya? Pusing nih"

Tanpa mendengar jawaban dari Jundi, Nadil sudah terlebih dahulu menuntut panggilan mereka. Terdengar sebuah helaan napas dari mulut Jundi.

Lelaki itu kemudian menaruh kembali benda pipih tersebut ke atas nakas dan membereskan beberapa buku yang berada di atas kasurnya. Tentu saja terlihat berantakan. Di atas sarung bantal nya bahkan terlihat sebuah bercak darah yang entah kapan keluar dari tubuh Jundi.

About Jundi || Renjun [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang