BAGIAN 29. MENGHINDAR

3.7K 360 3
                                    

Triple update fren:)
Baca dulu chapter atas ya biar paham alurnya^^

~ Happy Reading ~

Malam hari yang panjang sudah terlewati, kini sudah berganti waktu pagi dimana sang fajar sudah terbit. Dan saat inilah seseorang mulai melakukan aktivitas nya masing-masing.

Dengan rasa yang masih ragu, Jundi bersekolah hari ini. Pemuda itu masih memikirkan tentang kejadian semalam dimana ia mendapati kabar buruk yang mampu membuatnya selalu kepikiran saat ingin tidur.

Helaan napas terdengar dari mulutnya, pemuda itu tengah mengenakan sepatu di kedua kakinya. Jeevan dan mama sudah pulang sejak semalam, namun Jundi memohon kepada ayah untuk tidak memberitahu tentang hal ini kepada keduanya. Takut jika nantinya yang ada malah masalah semakin besar.

Setelah sarapan pagi tadi, Jundi langsung berinisiatif untuk segera berangkat sekolah. Sebisa mungkin saat ia berada dilingkungan sekolah harus menghindari para temannya. Berjaga-jaga jika kapan saja kepribadiannya bisa menyerang mereka. Kata dokter psikiater semalam jiwa lain dalam dirinya akan muncul di waktu yang tak bisa ia tahu. Entah malam hari, pagi ataupun siang nanti.

Sudah cukup biarkan dirinya sendiri saja yang terkena imbas akibat jiwa lainnya yang menguasai tubuh. Biarlah dirinya saja yang terluka karena ulahnya sendiri. Pemuda itu yakin jika situasi seperti ini pasti bisa terlewatkan. Entah itu di lewatkan dengan terapi atau mungkin kematian.

Setelah berucap salam kepada kedua orang tuanya, Jundi langsung mengambil langkah menuju ke sekolah. Seperti biasa lelaki itu hanya berjalan kaki saja, namun kali ini sepertinya tak akan bersama dengan Nadil.

Langkah kakinya berjalan menelusuri jalanan kota Jakarta yang masih sepi, wajar karena jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seharian tak sekolah kemarin membuatnya merasa bosan, tak ada kegiatan yang ingin ia lakukan.

Semalam rasa sakit di dadanya kembali kambuh, minum obat pun hanya percuma saja karena tak akan bisa menyembuhkan rasa sakit yang sudah ditakdirkan oleh tuhan. Dan semalam ia terpaksa sebisa mungkin menahan nyeri sampai dirinya terlelap.

Tadi pagi ayah sempat menawarinya untuk ikut terapi tentang kesehatan mental ke dokter yang kemarin ia temui. Namun Jundi menolak, ia harus membuktikan jika gangguan mentalnya ini sama sekali tidak parah. Untung saja saat ayah bicara kepada mama pria itu tak memberitahukan tentang semuanya. Biarlah ayah dan dirinya saja yang tahu.

Saat sampai didepan rumah Nadil, Jundi sedikit ragu untuk lewat. Bagaimana jika nanti temannya itu tengah melihatnya dari jendela. Tentu saja saat berada disekolah ia akan ditanyai mengapa tak biasanya mereka bersama.

Tapi pemuda itu sudah merencanakan jawabannya sejak pagi tadi.

Lelaki itu berjalan sambil sedikit menunduk. Takut jika wajah dan mata nya yang terlihat sembab menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Tentu saja hal itu sangatlah mengganggu.

"Kamu bisa, jalanin kaya biasanya aja!"

---

Suasana ruangan kelas masih sepi. Bahkan hanya terdapat dua buah tas milik teman sekelasnya yang sudah berangkat lebih pagi.

Pemuda itu mengambil duduk di tempat yang tak biasanya. Ia tak ingin sebangku dengan Nadil, takut jika Nadil sudah mengetahui tentang malam hari itu. Lelaki itu kini mengambil bangku yang terletak di pojok ruangan.

Tak perlu bertanya karena memang tak ada pemilik dari bangku tersebut. Tempat duduknya terlihat berdebu, namun Jundi tak terlalu menghiraukan tentang hal itu. Ia lalu mencari kesempatan untuk mencatat apa yang tertulis dipapan tulis kemarin. Untung saja tulisan itu sama sekali belum dihapus oleh guru.

About Jundi || Renjun [END]✔Where stories live. Discover now