BAGIAN 35. TANGIS PILU

10.8K 617 30
                                    

Sejak pagi tadi rumah sudah dipenuhi oleh tangisan duka. Saat setelah bangun dari tidurnya, mama langsung mendapatkan kabar buruk yang mampu membuat pertahanan nya runtuh kembali. Begitupun Jeevan yang melihat tubuh sudah tak bernyawa terbaring tepat didepan nya.

Mama menolak untuk sadar ketika putranya sudah tidak ada. Sejak pagi sampai saat ini suara tangisan masih saja terdengar, bahkan saat tubuh itu sudah dimakamkan.

Untuk makan saja mama merasa tidak enak. Mulai detik ini semuanya berbeda. Kamar yang selalu menjadi saksi bisu tangisan sang anak sudah tidak ada lagi yang mampu menempatinya. Hanya dengan sekejap semuanya hampa, sudah tidak bisa lagi senyuman dan juga suara salam yang akan terdengar ketika waktu sudah hampir menjelang malam.

Mama sempat drop setelah pemakaman sang anak. Wanita itu sudah di atasi oleh para teman sebayanya yang juga ikut datang menghadiri pemakaman ini. Begitupun tetangganya juga merasa tidak percaya jika hal ini benar-benar terjadi.

Semuanya bagai sangat cepat berlalu.

Ayah sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air matanya karena terlalu banyak menangis semalam. Bahkan kini jejak air mata di pipinya masih terlihat. Rasa kehilangan itu semakin terasa disaat terakhir kali dirinya mengadzani sang anak di tempat peristirahatan terakhirnya.

Hal yang sama sekali tidak pernah ia inginkan seumur hidup.

Pria itu sadar jika hal ini sepenuhnya adalah kedalam dirinya. Saat sang anak mengeluarkan isi hatinya pada suatu malam, ia malah tidak menyadari. Sungguh saat itu dirinya telah lepas kendali.

Emosi mengubah semuanya.

Jeevan lebih mengurung diri didalam kamar, tidak berani untuk mendekat ke para kumpulan orang-orang. Setelah mengantar kakaknya ke peristirahatan terakhir, lelaki itu langsung berjalan cepat menuju ke kamarnya.

Jika saja saat itu dirinya tidak ceroboh, maka semuanya pasti tidak akan menjadi seperti ini. Dan mungkin saat ini kakaknya pasti masih bisa ia lihat, bersamanya.

Jeevan sangat marah dengan dirinya. Mengapa malam itu dia tidak menolong kakaknya saat sang ayah menampar putra sulungnya. Setelah mandi dan pergi kembali kerumah sakit, lelaki itu melihat ayah dan mamanya yang tengah menangis disalah satu ruangan yang terdapat dirumah sakit.

Awalnya Jeevan mencoba untuk menghilangkan pemikiran negatifnya, namun lagi dan lagi pikiran itu tidak bisa dihilangkan saat melihat sebuah kenyataan yang sangat amat membuat hatinya perih. Senyuman hangat tersebut sudah tidak bisa ia lihat lagi.

Sejauh ini dirinya sama sekali tidak pernah mengambil sua foto bersama sang kakak. Tidak ada kenangan indah yang bisa dikenang bersamanya. Entah mungkin Jeevan juga lupa kapan terakhir kali dirinya bermain bersama kakaknya.

Kotak yang sedari pagi masih berada di ruang tengah ia ambil. Hanya itu sebuah barang yang masih ada saat Jundi memberikan kepadanya. Sebuah barang yang berisikan martabak kacang kesukaannya.

Entah darimana kakaknya mendapat uang untuk membeli makanan kegemarannya. Yang pasti kakaknya sama sekali tidak mencuri, jika dipikir-pikir ia merasa menjadi adik yang bodoh.

Tidak ada yang berani memasuki kamar yang terdapat banyak sekali bercak darah itu. Bukannya takut, hanya saja setiap masuk kedalam mama, ayah dan dirinya pasti akan merasa bersalah dan kembali menangis saat mendengar sang anak membunuh dirinya sendiri didalam sana.

Entah seperti apa beban yang sudah di pikul seorang diri hingga membuat dirinya mau tak mau harus menuruti jiwa yang lain. Ayah sedang berada diruang keluarga bersama dengan para pelayat lainnya. Dilihatnya sebuah tempat yang menjadi saksi bisu betapa teganya ia memperlakukan sang anak dengan sangat tidak manusiawi.

About Jundi || Renjun [END]✔Where stories live. Discover now