TOM 01 [Bersembunyi] ☑️

2.5K 83 10
                                    

~ TAKUT ORANG MATI? ~

🍁

"Ibu Darmi meninggal, ayo cepat masuk!"

Teriak ibu mertuaku kepada semua cucunya. Begitupun kakak dan adik ipar yang ikut masuk ke dalam rumah segera.

Ibu Darmi adalah tetangga kampung sini, jarak rumahnya hanya berbeda tujuh rumah dari rumah ibu mertuaku.

"Gina, ayo cepat masuk rumah, kunci langsung pintunya!" Teriaknya Ibu mertuaku grasak grusuk.

Aku yang masih bingung, mematung melihat kesibukan mereka yang hendak bersembunyi ke dalam rumah, bahkan sampai mengunci pintu dan menutup semua jendela.

"Ini ada apa ya, Bu?" Ucapku masih belum mengerti.

Panggil saja alu Gina, aku tinggal di rumah ibu dari suamiku baru tiga hari lamanya, dengan niat 'menginap' sementara waktu disini, karena pekerjaan suamiku sedang dekat dari rumah ibu mertua.

Tapi, baru saja tiga hari di sini, aku sudah menemukan keanehan pada kaluarga baruku.
Mereka ketakutan setelah mendengar kabar orang meninggal, tetangga dekat kampung ini. Tapi kenapa semuanya malah ber s e m b u n y i?

Setelah mendengar kabar duka tersebut, ibu mertuaku langsung mengajak anak cucunya masuk ke dalam rumah dan bersembunyi di larang keluar rumah sebelum jenazah di makamkan.

"Jangan bengong! Ayo masuk, Gin. Takut nanti ada orang yang mau takziah lewat!" Ulangnya dengan wajah panik sembari celingukan ke segala arah.

Aku yang masih kebingungan menyaksikan mereka yang sangat panik  dan terpaksa menuruti perintahnya untuk masuk ke dalam rumah, padahal menyapu halaman belum terselesaikan.

Sebelum itu, mataku tertuju ke sekeliling rumah ibu mertuaku, tepatnya rumah keluarga besar dari suamiku, mas Hari.
Memang benar, mereka semua bahkan sudah mengurung diri di dalam rumah masing-masing, pintunya tertutup rapat, semua jendela juga di tutup, tidak ada aktifitas seperti sebelum mendengar kabar orang meninggal.

Bahkan, anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah, langsung lari tunggang langgang masuk ke dalam rumah masing-masing.

Ada apa dengan mereka?

Ada apa dengan ibu mertuaku?

Ada apa dengan semua keluarga baruku?

Apa yang mereka takutkan?

Apakah semua warga kampung ini juga sama seperti itu?

"Aduh malah bengong, ayo masuk Gina!Cepetan kunci pintunya, tutup gorden jendela!" Ibu menggertak.

"Eh, i--i-iya, Bu." Jawabku gugup dan langsung mengunci pintu seperti yang di perintahkan Ibu.

Ku simpan sapu lidi yang masih ku pegang, karena terburu-buru aku belum sempat meletakannya ke tempat semula.
Daun-daun kering masih menumpuk di jalan, bahkan sudah mulai berserakan karena banyak sekali ayam berkeliaran.

"Ayo Gina, jangan ngintip-ngintip begitu! Lebih baik kamu masuk ke dalam kamar saja!" Perintahnya lagi.

"Baik, Bu."

🍁

Suasana rumah hening dan terasa hampa, bukan hanya itu, di luar rumah pun begitu sepi, jika di lihat seperti rumah-rumah yang tidak berpenghuni. Gorden di tutup rapat, tidak ada suara televisi atau apapun, bahkan suara anak kecil pun tak terdengar sama sekali.

Semua berubah sunyi dalam sekejap!

Ku lirik Ifa dan Radit, mereka adalah anak dari adik dan kakak iparku.
Mereka anteng duduk di atas ranjang, tanpa suara setelah Neneknya meminta mereka bersembunyi di dalam kamar dan diam.

"Tante, sini duduk sama Ifa!" Bisiknya pelan sekali.

Ku alihkan pandanganku ke arah Ifa dan duduk mendekati mereka yang terlihat ketakutan itu.

Tanganku memegang pundak keduanya, anak yang masih berumur lima tahun itu.

"Kalian itu kenapa sih sayang?" Tanyaku.

"Takut, Tante!" jawabnya serempak, berbisik.

"Takut apa?" Tanyaku lagi.

"Kan ada orang meninggal!" Jawabnya polos.

"Loh, kenapa kok kalian takut?" Tanyaku semakin penasaran.

Tiba-tiba ibu mertua dan kakak iparku sudah mengganti pakaian serba hitam. Sepertinya mereka akan berangkat takziah ke tempat mbok Darmi.

"Bu, Gina ikut ya!"

Aku bangkit berdiri hendak mengganti pakaian.

"Eh sembarangan kamu! Jangan!" Spontan Dini yang menjawab, dia adalah adik iparku.

"Iya, jangan Gina! Kamu di rumah aja sama Ifa dan Radit! Dini juga nggak ikut, dia di rumah kok. Mending kalian tidur aja, asal jangan ada yang berani keluar rumah dulu sebelum jenazah mbok Darmi di kubur. Inget ya, jangan ada yang keluar rumah sebelum pelayat pulang!" Sambung Ibu mertuaku.

"Ta-tapi kenapa nggak boleh ikut, Bu? Kalau alasannya Radit sama Ifa sendiri di rumah, mereka kan bisa ikut?" Jawabku memancing emosi mereka.

"Ehh kamu ini apa-apaan! Beraninya ngajakin anak kecil ke tempat orang mati! Aneh aja deh, pokoknya engga boleh!" Tegas Kak Rara, dia adalah kakak iparku.

"Iya, lebih baik kamu nurut saja Gin. Pokoknya kalian tetap di rumah, lagian kamu kan lagi hamil muda Gin? Pamali!" Sambung ibu mertuaku lagi.

"Iya, Bu."

Apa boleh buat, aku tidak mendapatkan izin Ibu untuk ikut.
Mau tidak mau, aku hanya berdiam diri di dalam rumah, entah sampai kapan menunggu semua pelayat pulang semua ke rumahnya masing-masing.

"Ifa, Radit, ini sandal kalian. Ayo simpan dan rapikan, masukan ke dalam rumah, jangan ada yang tertinggal di luar ya!"

"Tidak ada mainan kalian yang ketinggalan di teras rumah kan tadi? Pokoknya kalian tetep di dalam, jangan sampai keluar rumah sebelum orang takziah pulang semuanya, ingat!"

Kak Rara melemparkan dua pasang sandal milik Ifa dan Radit ke dalam rumah, sebelum berangkat. Dan ternyata sandalku yang ada di luar rumah, ikut di masukan juga ke dalam, oleh Ibu mertuaku.

Pakaian yang baru saja di jemur dan tentunya masih basah itupun, di paksa masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang.
Setelah itu pintu di tutup kembali dan mereka langsung menuju rumah alm mbok Darmi.

🍁

Akan aku tanyakan perihal ini kepada mas Hari, setelah suamiku pulang bekerja nanti.

BERSAMBUNG

TAKUT ORANG MATI? Where stories live. Discover now