TOM 09 [Pengakuan mas Hari] ☑️

651 34 4
                                    

"Ifa udah membaik, demamnya turun, suhu badan udah stabil!" Teriak Dini girang menghampiri kami.

"Syukurlah, lihat ini bu! Ki Jono memang top banget ya? Sakti mandraguna," Jawab bapak mertuaku ke arah bumer.

Ibu mengangguk cepat, ada senyum di wajah semua orang, termasuk mas Hari.
Aku lemparkan senyum ke arah Ifa, dia meringis dan mengedipkan matanya ke arahku.

Mereka tidak tau saja, Ifa sembuh bukan karena ki Jono, melainkan karena Allah melalui perantara obat yang ku berikan secara diam-diam.

🍁

"Mas bilang apa kan, Dek? Ki Jono itu sakti. Dia bisa nyembuhin sakit orang, termasuk pas Ifa demam tinggi karema ada yang ganggu. Kemarin kan kamu kaya nggak percaya sama mas. Buktinya sekarang Ifa udah sembuh. Mau meragukan lagi, Dek? Ucap mas Hari menghampiriku di kamar, usai makan malam.

Aku menoleh dan tersenyum kecut.

"Maaf mas, itu bukan karena ki Jono, tapi karena Allah!" Jawabku.

"Tapi melalui perantara ki Jomo, Dek!" Ucapnya lagi .

"Semoga kamu cepat dapat hidayah ya, mas. Semoga kamu bisa menjadi imam yang baik, yang bisa menjadi penuntun ku. Bukan malah menyesatkan istri, anak dan keturunan kita kelak!" Jawabku meninggalkan mas Hari sendiri.

Mas Hari tak bergeming.

🍁

#Beberapa_hari_kemudian.

Seperti biasa Ifa dan Radit selalu bersamaku. Karena jenuh di rumah, sekali-kali aku mengajaknya jalan jalan dengan sepeda motor, tak lupa aku meminta izin kepada mas Hari, dan dia pun mengizinkan.

Sepulang membeli ice cream, aku mengajak mereka ke warung desa sebelah. Kebetulan ada sesuatu yang akan ku beli untuk kebutuhan dapur yang habis.

"Eh, habis dari mana neng?" Tanya pemilik warung.

Disana memang banyak sekali ibu sedang berkumpul.

"Tante, nanti pulangnya ya. Kita mau main dulu sama Cahya." Pinta Ifa.

Cahya adalah teman main Ifa dan Radit.

"Iya sudah, tante tunggu disini ya."

"Main lah kalau lagi di sini," Kata salah satu ibu, sambil mempersilahkan aku duduk.

Memang dari pertama kali aku kemari, belum pernah sekalipun aku berkumpul dengan mereka, bahkan keluar pun sangat jarang.

"Oh iya, udah berapa bulan neng?" Tanya ibu yang lainnya.

"Lima bulan, bu." Jawabku.

Setelah lama kami berbincang, mereka membahas tentang keluarga ibu mertuaku.

Mereka memintaku untuk bersabar. Apalagi keluarga ibu mertuaku sering sekali menjelek-jelekan namaku di hadapan orang banyak.

Katanya, ak sok alim, sok suci, terlalu agamis, fanatik dan bahkan mereka tidak setuju ketika mas Hari hendak menikahi ku enam bulan yang lalu.

Aku tersenyum mendapati fakta yang baru ku tahu, selama ini Ibu bersikap baik di depanku tetapi ia malah menceritakan kebukanku pada orang banyak.

Salah kah seorang wanita menutup auratnya?

Apa karena jilbab syar'i seseorang akan di katakan sok suci?

Apakah menjalankan perintah dan mengerjakan shalat 5 waktu di anggap terlalu agamis bahkan fanatik?

"Kalau ibu Sari ngomongin tentang neng Gina, kami nggak pernah peduli. Ibaratnya nih ya, masuk kuping kanan keluar kuping kiri." Ucap mereka.

"Semoga neng Gina bisa menyadarkan suaminya, si Hari. Biar pemikirannya seperti neng Gina," Sambungnya.

TAKUT ORANG MATI? Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon