TOM 17 [Sosok yang menjelma] ☑️

468 19 0
                                    

"Gina, ini Budhe."

Terdengar suara perempuan dari luar kamar, itu memang suara budhe Yanti!

"Buka pintunya, Gin." Ucapnya lagi.

Namun, aku tetap melanjutkan bacaan shalat sampai selesai.

"Gina, Pakdhe baru saja pulang dari luar kota, dia bawa sate kambing.
Berhubung kebanyakan, budhe mau bagi ke kamu. Satenya di simpan di meja makan ya, jangan lupa di makan!"

Setelah Budhe mengatakan itu, suasana hening kembali. Tidak ada suara apapun, bahkan suara jangkrik saja tidak terdengar lagi.

Setelah salam, ku lanjut dengan dzikir, shalawat dan bersiap membaca Al-Qur'an.

Sebelumnya ku pandangi sebuah Al-Qur'an yang saat ini sudah berada di tanganku. Ini adalah peninggalan dari Bapak ketika beliau masih hidup.
Bapak selalu membacanya hingga akhir hayat, kemudian sebelum meninggalnya, Bapak berpesan agar aku menjaga mushaf ini dengan baik.

*

Audzubillahiminasyaitonirojim.

Artinya: "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.

(Bismillahirrahmannirrahiim)

Artinya: 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang'

Di lanjut dengan membaca isi Al-Qur'an + Al fatihah, al ikhlas, an naas, al falaq, ayat kursi.

Setelah selesai membaca, aku menutup dan menyimpan nya kembali dengan baik.

"Aku baru ingat, budhe Yanti tadi datang kemari, kan?" Pikirku.

Baru saja melangkah, hendak membuka pintu kamar, aku teringat sesuatu.

"Hah, budhe Yanti kemari? Tidak mungkin!"

Aku memundurkan langkah kembali menjauhi pintu.

"Mana mungkin dia datang tengah malam begini? Pakdhe juga sudah terkontrak lama merantau ke luar kota, bukan?" Pikirku.

"Kalaupun Pakdhe izin pulang dengan alasan tertentu, sudah pasti Budhe tidak akan bisa masuk ke rumah ini, karena kunci rumah hanya ada padaku."

Tiba-tiba kepalaku pusing memikirkan keanehan yang ku alami, ini kali kedua aku mengalami kejanggalan di rumah mas Hari.

*

Tarik nafas, keluarkan .....
Tarik nafas, keluarkan ....

Aku sudah sedidikit lebih tenang, dengan cara menarik dan membuang nafas perlahan. Dada yang berdebar kencang, sekarang sudah normal kembali.

Setelahnya, aku di landa rasa kantuk yang begitu hebat, hingga tak sempat lagi memikirkan apa yang sudah terjadi, akhirnya aku pun tertidur. Berharap tidak ada gangguan lagi setelah ini.

🍁

"Tante, ... Tante, ...."

Badanku di guncang Ifa dengan perlahan. Aku berusaha membuka mata yang terasa lengket, karena rasa kantuk yang masih menggebu.

"Ifa pengen pipis," Ucapnya seraya turun dari ranjang

Dengan berjalan sempoyongan, aku mengantar Ifa ke kamar mandi, yang dimana letaknya berdekatan dengan dapur.

"Sudah belum, sayang?" Tanyaku.

"Ini sudah," Jawab Ifa sudah keluar dari kamar mandi.

Setelah Ifa selesai, aku mengajaknya bergegas kembali ke kamar.
Ada kekhawatiran yang terlintas ketika meninggalkan Radit sendiri di kamar. Terlebih lagi masih ku ingat dengan jelas, suara yang menyerupai Budhe Yanti itu memanggil dan memintaku untuk membukakan pintu.

Artinya bukan hanya di luar rumah saja, namun mahluk itu ada di dalam rumah!
Aku bergegas mempercepat langkah.

*

"Radit? ...." Kagetku.

"Sedang apa kamu disini, Sayang?"

Aku menghampiri Radit yang sedang duduk di ruang tengah.
Radit menghadap televisi yang sudah menyala dengan volume keras.

"Kamu nyalain TV sendiri, Dit?" Tanyaku tak percaya.

Pasalnya Radit tak pernah ku ku biarkan melakukan sendiri jika soal ini. Karena dia masih terlalu kecil. Bukan hanya itu, stop kontak juga di simpan lebih tinggi, jauh di atas anak kecil berumur lima tahun itu.

Radit menggeleng, dia memiringkan wajahnya ke arahku dan terlihat bingung.

"Radit nggak nyalain kok, kan tadi tante sendiri yang nyalain Tv?" Ungkap Radit, aku semakin tidak mengerti.

"Tante tadi minta Radit untuk bangun, terus Radit suruh tunggu di sini. Katanya tante mau ambil sate kambing kesukaan Radit, makanya di nyalain Tv dulu, biar Radit engga ngantuk lagi." Jelasnya.

Sate?----

Apakah aku yang Radit kira itu?-----Pemilik suara jelmaan budhe Yanti?

Dia menjelma menjadi aku untuk menipu Radit?

Apa tujuannya?

Aku langsung memeluk Radit dan memintanya untuk berdiri, "Kamu belum sempat makan satenya kan?" Tanyaku mencemaskan nya.

"Belum, kan tante Gina belum ngasih satenya."

Aku mengangguk lega, "Syukurlah," Lirihku.

"Kok tante nggak bawa satenya?" Tanya Radit menatap tanganku yang kosong.

"Oh iya, tante lupa. Satenya ternyata sudah sedikit basi, jadi nggak baik kalo di makan." Jawabku beralasan.

"Tante juga tadi habis nganter Ifa tadi ke kamar mandi,"

"Ifa, ----?" Radit menatapku tajam.

Aku mengangguk.

"Tante Gina bohongin Radit ya? Kan tadi cuma Radit yang tante ajak kemari, buat makan sate kambing, katanya.
Kata tante Ifa nggak boleh di bangunin, soalnya kalo ikut juga percuma, Ifa mah nggak suka sate kambing." Radit menjelaskan dengan wajah meyakinkan.

"Astagfirullah, jadi siapa yang tadi aku antar ke kamar mandi?"

Aku langsung menoleh, tak ada Ifa di sini. Secepatnya aku langsung mengajak Radit masuk ke dalam kamar segera. Kali ini aku mencemaskan Ifa!

🍁

Bersambung.

TAKUT ORANG MATI? Where stories live. Discover now