TOM 04 [Salah kaprah] ☑️

1.1K 42 2
                                    

Semalaman kami semua begadang tidak tidur, begitupun dengan Radit dan Ifa. Mereka hanya tidur beberapa menit di pangkuanku, lalu terbangun lagi. Begitupun seterusnya.

Tangis menyelimuti keluarga besar suamiku, nas Hari.
Kami masih menunggu kedatangan pakdhe Dino, bapak dari Andra yang belum juga sampai ke rumah.
Karena ia memang bekerja di luar kota, sehingga memerlukan waktu perjalanan cukup menguras waktu.

🍁

Pagi pun telah tiba, semua warga ikut bergotong- royong mengurus jenazah Andra. Begitupun dengan ibu-ibu yang mulai berdatangan melayat.

Dari keluarga ibu mertuaku yang takut dengan orang mati, sekarang mereka harus mengurus orang yang telah mati.
Dari mulai membantu memandikan, menggotong dan menguburkan jenazah Andra.

Mereka tidak peduli lagi dengan alas kaki yang berjajar secara acak di luar rumah. Mereka tak mengingat lagi, dengan larangan anak dan cucunya agar tetap bersembunyi di dalam rumah.

Dari kepulangan Andra, hanya nenek Wasri dan kakek nenek titua yang belum juga datang kemari. Mereka tidak kelihatan sama sekali semenjak kepulangan Andra dari rumah sakit.

Kemana sebenarnya mereka?

Rumahnya sepi, pintu, jendela, dan horden tertutup rapat. Seperti Ibu mertuaku saat ada kabar meninggalnya Bu Darmi, tetangga kampung ini.

🍁

"Tunggu dulu, ini baju kesayangan Andra semasa hidupnya, ayo bawa semuanya!"

Budhe yang lain sibuk membawa baju Andra, yang biasa di pakainya.
Tidak tertinggal, ibu mertuaku juga ikut berlarian memberikan sebuah jam tangan berwarna silver milik Andra, agar di bawa ke pemakaman.

Ponselnya yang rusak parah akibat kecelakaan, sudah di kumpulkan.
Katanya kasihan dan takut jika Andra mencari.

Buat apa itu semua?

Kenapa banyak sekali barang milik Andra yang di bawa ke pemakaman?

"Ini juga, baju yang dipakai Andra saat kejadian. Ayo bungkus juga ke dalam karung, lalu kubur bersama Andra!" Ucap keluarga ibu mertuaku yang lain.

Apa apaan ini? Aku semakin tidak mengerti.

Satu karung besar terisi penuh dengan barang Andra, siap untuk di bawa.
Mereka mengumpulkan nya satu persatu hingga memenuhi karung berukuran besar itu.

"Mas, buat apa itu semua?" Tanyaku memelankan suara, sembari fokus pada karung besar berwarna putih itu.

Mas Hari memang tidak ikut menggotong keranda, karena tidak di bolehkan oleh seluruh keluarga, dengan alasan istrinya sedang hamil muda. Pamali.

"Itu semua ikut dikubur dek, biar yang sudah meninggal nggak kehilangan nantinya.
Di kubur sama barang kesayangannya semasa hidup, membuat Andra menjadi tenang disana. Dan yang lebih penting, biar Andra tidak mencari semua itu, dek. Tidak jadi arwah penasaran," Jawab mas Hari setengah berbisik.

Lagi lagi aku hanya bisa menggelengkan kepala. Sepertinya kurang pantas kalau aku menasehati suamiku saat ini. Jika meluruskan pun, sudah pasti semuanya tidak akan peduli.

🍁

"Astaghfirullah, untuk apa semua ini?" Ucap salah satu warga.

Ia menunjuk sebuah karung besar yang di bawa keluarga mas Hari.

"Ini semua milik si Andra, ketika dia masih hidup." Jawab keluarga mertuaku.

"Kenapa ikut di bawa ke pemakaman?Buat apa?" Tanya nya lagi, dengan wajah bingung.

Lalu si bapak yang tak lain adalah keluarga mas Hari, itu menjelaskan.
Penjelasan nya sama persis seperti mas Hari padakku, tak masuk akal.

"Orang yang sudah meninggal tidak memerlukan apa-apa lagi, dia tidak butuh semua ini, apalagi urusan duniawi." Jelasnya.

"Tinggalkan saja karung ini, jangan di bawa ke area pemakaman. Kembalikan semua barang yang di bawa ke rumah lagi. Untuk baju saat kejadian, boleh di kuburkan saja, tapi tidak dikubur bersama dengan jenazahnya."

Semuanya membisu, tidak ada yang mau menjawab. Bahkan keluarga mas Hari terus melanjutkan perjalanan tanpa mempedulikan nasihat bapak tersebut.

"Astaghfirullah! Tugasku mengingatkan sudah selesai, semuanya tergantung mereka," Lirihnya.

Ku lihat bapak itu menghela nafas panjang dan membuangnya dengan kasar.

🍁

"Mau kemana, mbak Gina?" Tanya sepupu dari mas Hari yang lain.

"Mau menyusul, ikut ke pemakaman. Kamu ikut kan?" Tanyaku.

Salsa menggeleng.

"Enggak, lebih baik aku disini aja. Aku takut ke kuburan, lagipula mbak Gina kan sedang hamil muda." Jawabnya.

Bukan nya dia itu sangat akrab dengan Andra? Kenapa setelah kematian Andra, Salsa malah mengedepankan rasa takutnya, sehingga enggan melihat peristirahatan terakhir Andra.

"Kamu tetap di rumah aja, Dek! Nurut, ya. Mas mau ikut ikut ke pemakaman." Perintah mas Hari

🍁

Pusing sekali kepalaku mencium aroma kemenyan. Sebenarnya dari tadi pagi, aku sudah mencoba menahan bau kemenyan yang semakin menyeruak di seluruh ruangan.
Tapi siang ini rasanya tidak bisa lagi aku tahan.

Aku memang anti dengan bau-bau menyengat seperti ini. Itulah sebabnya aku tidak pernah suka dengan orang yang membakar kemenyan meskipun hanya untuk menaburi lintingan rokok mbako.

[Membuat roko jaman dulu, yang di buat sendiri dengan di gulung kertas papir yang rasanya manis.]

Namun disini berbeda. Kemenyan itu mereka gunakan ketika ada orang yang baru saja meninggal. Entah buat apa, yang jelas mereka membakar kemenyan itu di sudut-sudut rumah.

"Aduh, rasanya nggak tahan lagi!"

"Mual rasanya, kepalaku pening, sakit sekali!"

Tiba-tiba pandangan menjadi gelap gulita, aku terjatuh dan setelah itu aku tidak mengingat apapun.

🍁

"Dek, kamu kenapa bisa pingsan begini?" ucap mas Hari.

"Har, pasti istrimu kesambet. Ayo bawa ke orang pintar!" Usul keluarga mas Hari tiba-tiba.

"Aku nggak kenapa-kenapa mas. Aku cuma pusing aja mencium bau kemenyan.
Kamu tau kan aku itu anti sama bau menyengat begitu? Apalagi sekarang aku lagi hamil, jadi pantas kalo aku lebih sensitif!" Jawabku meyakinkan mas Hari.

Untung saja dia lebih percaya dengan ku untuk hal ini. Kalau tidak, pasti aku sudah di bawa ke tempat orang yang dikatakan pintar itu.

🍁

"Pokonya hari pertama kematian Andra, acara harus di besarkan!" Usul keluarga besar mertuaku.

"Iya, hari pertama sampai hari ke tujuh, kami akan mengundang banyak orang untuk mendoakan Andra!" Sambung Ibunya.

"Dan yang pasti, kami akan membayar mereka dengan nominal besar, sebagai tanda terimakasih. Semoga Andra bahagia disana. Ini adalah bentuk kasih sayang kami padanya!" Ucap Budhe kembali.

🍁

Bersambung.

TAKUT ORANG MATI? Where stories live. Discover now