TOM 12 [Bayangan di luar jendela] ☑️

507 24 0
                                    

"Dek, kamu belum tidur?"

Mas Hari masuk ke dalam kamar memeriksaku. Sebenarnya aku sudah tau apa yang akan suamiku katakan.

Sudah pasti aku harus rela menunda kepulanganku, padahal semuanya sudah selesai ku kemas. Ternyata rencana tidak sesuai dengan kenyatan.

"Keadaan ibu masih sama, Dek. Sepertinya kita nggak jadi pulang besok, ya. Mas mau nunggu Ibu sembuh dulu. Kamu nggak keberatan kan?" Ucap mas Hari.

Mau tidak mau, aku mengikuti apa yang suamiku katakan, karena ibunya adalah ibuku juga. Aku juga tidak mungkin meminta mas Hari tetap pulang di saat ibunya sedang dalam keadaan sakit.

"Makasih ya, sayang. Kamu memang istri yang pengertian."

🍁

Seperti biasa ku ajak Ifa dan Radit pergi ke warung, untuk membeli kebutuhan dapur yang sudah habis.
Para ibu berkumpul di teras rumahnya masing-masing, mereka menawariku untuk singgah sebentar melepas jenuh karena di rumah terus menerus.

"Singgah dulu, Neng, .."

"Ifa, Radit sini. Ayo main sama Cahya," Ajak anak perempuan seusia Ifa dan Radit.

Akhirnya mereka berlari menghampiri Cahya, sementara aku duduk tak jauh dari mereka sembari mengawasi keduanya. Ibu yang lain juga ikut mendekat kemari.

"Neng, gimana kabarnya? Sehat?" Ucap salah satu ibu mengulurkan tangan.

"Alhamdulillah bu, sehat."

"Mau lebaran di sini ya?" Tanya ibu yang lain.

Aku mengangguk, "Iya, Bu. Niatnya hari ini pulang, tapi Ibu sedang sakit." Tuturku.

"Sakit apa, Neng? Kami sama sekali nggak tau,"

"Ibu tiba-tiba lemes sama sesek," Jawabku apa adanya.

"Lho kenapa nggak di bawa ke dokter?"

"Kamu mah kaya nggak tau aja, keluarga Hari kan aneh. Mereka takut sama rumah sakit, takut minum obat katanya nanti kebiasaan lah. Rumah sakit kan bekas tempat banyak orang mati!" Cerocos Ibu itu, aku belum tau nama mereka satu persatu.

"Husttttttttt,"

Salah satu ibu menyikut, semua saling mengedipkan mata ke arah ibu tadi. Aku terkekeh kecil, mungkin mereka takut kalau aku akan tersinggung.

"Aku udah tau kok, Bu. Tenang saja, nggak bakalan tersinggung, kan emang kenyataanya begitu." Jawabku.

Ibu itu menanggapiku dengan senyuman kecut.

"Ya sudah kami doakan semoga ibu mertuanya neng Gina cepet sembuh, ya."

"Aamiin, terimakasih doa baiknya Bu."

Setelah lumayan lama kami berbincang, aku mengajak ifa dan Radit untuk pulang ke rumah. Tak enak rasanya kalau meninggalkan rumah berlama-lama.

🍁

Sesampainya aku di kejutkan dengan bapak mertuaku di ruang depan, ia sedang memapah Ibu.
Saat ini Ibu terlihat lemas parah, ia kesulitan bernafas, tangannya gemetar, badannya panas sekali. Wajah yang biasanya segar bugar kini berubah menjadi pucat pasi.

"Ibu mau di bawa kemana, Pak?" Tanyaku menghampiri, memegang lengan ibu yang terasa panas. Ibu hanya melirik sekilas kemudian tertunduk kembali.

Ku lihat Dini dan mbak Rara sibuk kesana kemari menyiapkan barang yang akan di bawa.
Mereka sudah mengenakan baju rapi dan siap akan berangkat.

TAKUT ORANG MATI? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang