TOM 05 [Acara 1-40 hari] ☑️

890 35 2
                                    

Suasana duka yang seharusnya menyelimuti keluarga yang di tinggalkan, tetapi malah seperti mau hajatan.
Orang-orang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, yaitu memasak besar.
Ada yang bertugas berbelanja, meracik, memasak dan lainnya. Itu dilakukan oleh keluarga sendiri, bukan dengan bantuan tetangga.

Di tambah lagi dengan mereka yang sibuk menghitung uang untuk di bagikan kepada orang kampung laki laki yang di undang, agar datang membacakan doa yasin, untuk acara satu hari kematian Andra.


Kenapa di saat suasana duka seperti ini, mereka malah menyempatkan membuat acara besar, yang menurutku ini sangatlah berlebihan.

Bukankah di zaman Rasulullah, tidak mencontohkan hal seperti ini? Apalagi ini sudah terlalu berlebihan.

Bukankah di zaman Rasulullah, para tetangga lah yang membantu membawa makanan untuk orang yang sedang berduka, bukan malah keluarga yang sedang berduka yang memasak banyak sekali makanan.

Memasak boleh, tapi sederhana saja. Untuk memberi makan keluarga besar yang masih menemani di dalam rumah tersebut. Dan itu dilakukan oleh sanak saudara ataupun tetangga, bukan orang yang sedang berduka.

Lagi-lagi aku terdiam.
Tidak mau berkomentar, apalagi memberikan masukan. Aku mendekati mas Hari, dia sedang sibuk meletakan macam-macam sembako di dalam bingkisan.

Berupa beras, gula pasir, telur, dan lain-lain. Tak lupa ia menyelipkan uang di dalam amplop masing-masing berjumlah 50 ribu.

"Mas, kenapa sih harus di buat acara besar-besaran begini?" Tanyaku di tengah kesibukan orang-orang.

"Acara untuk mendoakan Andra, Dek!" Jawab mas Hari tanpa menoleh.

"Ini sebenarnya nggak perlu mas, apalagi berlebihan begini." Lirihku.

Sebenarnya aku segan mengatakan ini, tapi kupikir dengan mencurahkan isi hatiku, bisa sedikit lega. Lagipula mas Hari lah yang sedang aku tanyakan, bukan mereka.

Mas Hari menoleh ke arahku dengan wajah penuh tanda tanya.

"Di tempatku, tidak berlebihan begini mas. Bukan gini caranya bikin Andra senang di alam sana." Jelasku.

"Mas, doa orangtua dan keluarga lah yang lebih di butuhkan Andra. Doa itu sampai kepada Andra langsung, bukan melalui perantara orang lain.
Apalagi di imbali dengan uang sebagai bentuk terimakasih karena telah mendoakan." Sambung ku.

"Dek, tidak ada ya, orang yang m4ti lalu di biarkan begitu saja seperti hewan!" Kesal mas Hari, terlihat sekali di wajahnya.

"Siapa yang bilang begitu mas? Apa ada,
aku ngomong seperti itu?
Kita yang masih hidup memang di haruskan mendoakan orang yang sudah meninggal. Dengan cara, seluruh keluarga besar di kumpulkan ke rumah duka. Mereka lah yang mendoakan, Mas."

"Apalagi keluarga kamu kan banyak banget, semuanya di kumpulkan untuk mendoakan Andra dan mereka lah yang membaca atau mengirimkan doa untuk Andra."

"Jadi tidak perlu masak besar begini di suasana duka. Masak boleh, tapi hanya secukupnya, hitung-hitung itu untuk makan malam semua yang ada di sini." Sambung ku.


"Sudahlah dek, mas hanya ikut. Sudah tradisi keluarga mas itu begini dari dulu, tidak bisa di ganggu gugat. Ingat Dek, kamu jangan ikut campur kalau tidak mau di benc1 keluarga besarnya mas, ya!" Jawabnya memperingatkan.

Aku berbalik menjauhi mas Hari, "Baiklah."

🍁

Benar saja, cara mendoakan orang meninggal memang berbeda dengan cara mendoakan di tempatku.

Puluhan orang yang telah di undang itu datang silih berganti ke rumah. Makanan yang akan di hidangkan sudah tertata rapi, bahkan berkat bingkisan yang sudah di beri amplop, tersimpan di sebuah kardus berukuran besar dan akan siap di bagikan setelah acara selesai.


🍁

Tibalah, acara mendoakan Andra di mulai.

Aneh, kenapa tidak ada satupun dari keluarga Andra ikut bergabung dengan yang lain, mengirim doa?

Mereka mengundang para tetangga pilihan, tetapi tidak ada satupun dari keluarganya ikut membacakan doa untuk Andra. Bahkan kedua orang tuanya pun, memilih menyaksikan dari balik horden kamar dan hanya mendengarkan saja.

Bukan kali ini saja, tapi aku ingat betul.
Tidak ada keluarga dari Andra yang ikut shalat jenazah, sekalipun orangtuanya.
Hanya aku, warga yang lain, pak kyai dan pak RT.

🍁

Satu sampai tujuh hari berlalu. Salah satu keluarga mengusulkan, agar di perpanjang acara mendoakan Andra selama 40 hari. Namun budhe sepertinya sedikit keberatan dengan usul itu.

Bukan masalah tidak mau, tetapi kondisi keuangan yang semakin menipis. Terlebih lagi uang hasil takziah sudah habis untuk tambahan dana acara ini.

Aku sempat mengusulkan pendapat kepada Budhe, agar menyisihkan uang takziah sedikit saja untuk sedekah masjid atau sedekah kepada anak yatim atas nama Andra. Tetapi jawaban Budhe membuat aku langsung menutup mulut dan tidak berani lagi memberikan saran apapun.

"Budhe, lebih baik uang itu di sisihkan sedikit untuk sedekah." Ucapku kala itu.

Karena aku melihat saat penghitungan uang, jumlahnya lumayan banyak. Posisi saat itu, aku berada di rumahnya dengan mas Hari.

"Ini uang untuk tambahan  acara nanti malam dan tujuh hari kedepan!" Jawabnya.

"Lebih baik sedekahkan sedikit, biar menjadi pahala untuk Andra."

Entah mengapa, mulutku gatal sekali dan reflek mengeluarkan pendapat memberi saran dan berkesan menasehati. Seluruh keluarga memandang ku dengan sinis, begitupun ibu mertuaku mengedipkan sebelah matanya. Sebagai kode, agar aku diam.

_____________________________________

👉 AMAL MANUSIA AKAN TERPUTUS JIKA SUDAH MENINGGAL DUNIA. 

Lalu amalan apa yang bisa di berikan keluarga untuk si mayit?

#Sedekah_Jariyah.

*Sedekah kepada fakir miskin, masjid, anak yatim, atas nama si mayit. ✔

* Membuat sumber air, berupa sumur atas nama si Mayit. ✔

* Memberikan mushaf Al-Qur'an ke masjid, di niatkan untuk si Mayit, dll. ✔

InsyaAllah pahala akan mengalir, itulah yang di sebut amal jariyah.

👉 Bagaimana cara meringankan siksa kubur si Mayit?

~ PUASA ✔

"Barangsiapa meninggal dan mempunyai tanggungan hutang puasa, maka walinya berpuasa untuknya," (HR Bukhari).

~ Menunaikan hutang yang belum lunas terbayar. ✔

~ Doakan dan memohon ampunan. ✔

_____________________________________

🍁

"Sudahlah, ini urusan kami!" Jawab Pakdhe dengan nada meninggi.

"Aku akan sisihkan uang ini, untuk membeli minyak goreng sebanyak-banyaknya. Biar jalan Andra terang benderang disana!" Sambung pakdhe kepada seluruh keluarga.

Mereka percaya, kalau uang takziah di belikan minyak goreng, jalan si mayit akan terang benderang. Dalam artian bisa menerangi jalan mereka.

"Astaghfirullah, pemahaman salah apa lagi ini?" Batinku.

Terang atau tidak, itu tergantung amalan nya semasa hidup dan doa dari keluarga. Bukan karena uang takziah di belikan minyak goreng, seperti yang pakdhe katakan.

Ku hela nafas panjang dan membuang dengan kasar.
Sudahlah, memang sebaiknya aku tidak mencampuri urusan mereka. Terserah saja mau seperti apa, aku hanya orang baru di keluarga ini.

🍁

BERSAMBUNG.

TAKUT ORANG MATI? حيث تعيش القصص. اكتشف الآن