♧Prolog♧

288 116 117
                                    

Kegiatan orang-orang yang berada di bumi ini tentu berbeda-beda bukan? Ada yang sedang tidur, bekerja, sekolah, liburan, dan lain-lain.

Begitupula tiga sekawan orang tua yang sedang melakukan kegiatan liburan mereka saat ini. Berkawan mulai dari jaman SMA sampai sekarang membuat mereka akur dan sangat dekat layaknya saudara.

Umur yang sudah lebih dari setengah abad itu butuh refreshing dan mereka memutuskan untuk berlibur di sebuah pulau terpencil namun sejuk dan tenang.

Tempat itu merupakan rekomendasi satu-satunya laki-laki di antara mereka bertiga. Sebut saja namanya Lee.

"Aduh.... harus sampai kapan kita berjalan sih? Punggung dan lututku rasanya sudah mau patah saking lelahnya berjalan sedari tadi. Memangnya kalian mau kemana?" tanya Tuan Lee sambil melirik kedua wanita yang menjadi sahabatnya itu.

"Ya liburanlah~" jawab mereka kompak lalu setelah itu tertawa melihat raut wajah kesal Tuan Lee.

"Hei Bro. Kita akan rugi jika tidak berjalan-jalan di sini. Buat apa kita jauh-jauh ke sini kalau hanya berdiam diri di dalam tenda?"

Satu-satunya laki-laki di antara mereka bertiga menghela nafas pasrah. Dengan anggukan paksa, dirinya menerima tarikan dari kedua wanita itu.

Sudah hampir 30 menit berlalu dan kini kedua wanita itu sudah terlihat lelah juga. Jangan tanyakan bagaimana keadaan Tuan Lee saat ini. Laki-laki itu sudah hampir pingsan saking lelahnya berjalan.

"Aku sudah lelah, tapi akan sangat tanggung jika kita beristirahat di sini. Di peta menunjukkan kalau beberapa meter dari posisi kita sekarang, terdapat sebuah goa."

Nyonya Kim mengangguk setuju. Peta yang dipegangnya kembali dia lipat kemudian dia selipkan di kantong bajunya. "Ayok semangat! Anggap saja kita masih anak remaja. Umur boleh tua, semangat kita jangan memudar!" teriaknya semangat. Kedua tangannya sudah dia acungkan ke atas. Senyum lebar dengan nafas ngos-ngosan membuat semangat wanita paruh baya itu terlihat membara.

"Hei sudah... sudah. Kita kapan sampainya jika kalian terus-terusan mengobrol begini? Ayok jalan!" ujar Tuan Lee yang langsung berjalan ke depan memimpin kedua wanita itu.

"Hei Kim. Jalan yang kita lalui sekarang benar menuju ke goa yang kau maksud kan? Jangan sampai kita tersesat."

Nyonya Kim berhenti lalu merogoh kembali sakunya untuk melihat peta kembali. Matanya fokus melihat peta itu dan anggukan pelan menjadi jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Kalau dari sini, kita hanya harus berjalan ke arah barat dan tepat pada ujung hutan ini terdapat sebuah pantai atau danau ya? Nah tepat 20 meter ke arah timur, terdapat sebuah goa. Ini aku benarkan cara membaca petanya?" Nyonya Kim tampak sedikit ragu sambil menekukkan alisnya bingung.

Kepalanya kemudian melirik kedua sahabatnya yang ikut melirik peta yang berada di tangan Nyonya Kim.

"Sebelah sini, ayok!" seru Tuan Lee lalu melangkahkan kakinya. Lagi-lagi kedua wanita itu mengekorinya dari belakang.

Setelah berjalan selama hampir delapan menit dan sempat adu cekcok karena Tuan Lee yang salah memilih jalan, akhirnya mereka sampai di depan goa yang sedari tadi mereka maksud. Goa itu berada di beberapa meter dari tepi pantai dan cukup gelap jika dilihat dari luar.

Ketiganya sudah memegang masing-masing satu buah senter yang sudah mereka siapkan tadi pagi.

"Masuk tidak nih?" tanya Nyonya Park sambil mengarahkan senternya pada arah dalam gua itu.

"Ayoklah. Rugi kita kalau hanya berdiam diri di sini lalu pulang tanpa mengetahui isinya." Nyonya Kim yang sedari tadi memang sangat bersemangat memilih melangkah lebih dulu dibanding kedua sahabatnya.

Tuan Lee dan Nyonya Park saling memandang lalu menggelengkan kepala mereka pelan. "Ingat umur Park! Kalau kau encok jangan suruh aku pijitin kamu nantinya!"

"Siaaapppp!" suara teriakan Nyonya Park menggema di dalam gua itu. Mau tidak mau, kedua orang setengah baya itu mengikuti Nyonya Park untuk masuk ke dalam.

Tuan Lee sudah was-was sambil melirik seluruh dinding goa yang mereka lalui. Goa ini emang tidak terlalu besar, namun jika mereka bertiga berjalan beriringan akan terasa sempit. Hewan yang hanya akan tidur pada saat petang itu berhamburan keluar dan hampir menabrak mereka. Tuan Lee sudah terlebih dahulu bersembunyi di belakang Nyonya Park sambil melindungi kepalanya dengan tas ransel milik wanita itu.

"Ternyata guanya tidak sedalam yang kita kira. Dan apa itu?" Nyonya Kim yang sudah sampai terlebih dahulu bersuara membuat Nyonya Park dan Tuan Lee segera menghampiri wanita itu.

"Batunya bercahaya."

"Kuning-kuning gitu jadi keinget tai...." gumam Nyonya Park pelan.

Tanpa mereka sadari, Tuan Lee sudah berjalan mendekati batu yang berbentuk runcing keatas itu. Tepat di bagian atas batu runcing itu terdapat sebuah benda yang mereka lihat bercahaya tadi.

Kedua wanita itu sibuk menghalangi cahaya dari atas batu runcing itu memasuki penglihatan mereka dan tahu-tahu Tuan Lee sudah kembali bersamaan dengan cahaya kuning tadi yang sudah menghilang.

"Ternyata cahayanya dari liontin batu kalung ini."

Nyonya Park mendekat lalu ikut melihat kalung yang diambil Tuan Lee tadi. "Hmmm unik sih... cocok nih kalau aku yang pakai," ujarnya lalu berusaha menggapai kalung itu dari tangan Tuan Lee. Namun lelaki itu tidak membiarkan wanita setengah bar-bar itu menyentuh kalung tersebut.

"Jangan diambil, nanti kalau penghuni goa ini tau atau yang punya kalung itu nyariin gimana?" setelah sedari tadi diam, Nyonya Kim akhirnya bersuara.

Namun peringatan dari Nyonya Kim tidak ditanggapi oleh mereka. Tuan Lee berniat membawa pulang kalung itu dengan Nyonya Park yang selalu membujuk Tuan Lee untuk memberikan kalung itu kepadanya.

"Tidak bisa! Aku akan memberikan kalung ini sebagai hadiah kepada cucuku jika dia lahir nanti. Pasti dia akan sangat tampan jika memakai kalung ini."

Nyonya Kim yang berjalan paling belakang dari mereka berdua diam-diam terus menengok ke arah belakang. Matanya mengisyaratkan ketakutan dan pikirannya ikutan berkecamuk memikirkan segala hal yang dilihatnya tadi.

"Bagaimana bisa goa itu hilang tepat setelah kita bertiga keluar dari sana? Kemana gua itu? Dan.... siapa orang berjubah hitam yang memegang tongkat tadi?"

Pict yang diambil oleh Nyonya Park

Niatnya mau potret dua burung yang sedang bertengger berdua dengan pose yang aesthetic, namun gagal karna salah satu burungnya malah terbang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Niatnya mau potret dua burung yang sedang bertengger berdua dengan pose yang aesthetic, namun gagal karna salah satu burungnya malah terbang.


Tbc guys....

Haloha.... how are you to day guys? Kali ini aku bawa cerita baru dengan genre fantasi. Benar-benar kali pertamanya aku ketik cerita dengan genre ini. So enjoy and happy reading guys... I hope kalian semua suka and don't forget to vote and comment ya;)

Cinta Penawar KutukanWhere stories live. Discover now