♧Chapter5♧

55 58 7
                                    

"Sial banget gue hari ini! Rasanya pengen mati ajah deh," gerutu seorang remaja perempuan berambut pendek dengan tubuh gempal tersebut. Tebak dia siapa?

Tiba-tiba dari arah belakangnya, datang seorang remaja laki-laki dengan sebungkus snack di tangannya. Langkah kakinya yang menggema di lantai karidor itu serta suara gantungan kunci milik laki-laki itu membuat gadis yang tengah menggerutu tadi berhenti berjalan dan berbalik.

"Masih pagi udah marah-marah ajah lu. Mau cepat tua?"

Gadis itu mendelik malas dan lanjut melangkahkan kakinya. Laki-laki yang bertanya tadi tidak tinggal diam. Kakinya ikut melangkah dan berjalan tepat di sebelah gadis itu. Walaupun pertanyaannya tidak di respon, bukan berarti dia harus marah. Dia sudah terbiasa dengan sikap salah satu sahabatnya itu.

"Wahai babu-babu tersayangku!! Hehehe aku datang. Red carpet mana red carpet?"

"Aduh Giselle lu bisa diam gak sih? Kuping gue pengang tau gak denger teriakan melengking lu," omel Winter yang tentu saja kesal melihat teman-temannya.

Dalam hati Giselle sudah bersumpah serapah kan sahabatnya itu karena tidak sadar diri. Jika dibandingkan dengan suara teriakan Winter, jauh lebih melengkingnya suara Winter. Melihat mood salah satu sahabatnya yang terlihat buruk itu jadi mengurungkan niatnya untuk membalas ocehan Winter. Kepalanya menoleh ke arah Sunoo yang sedari tadi berada di samping Winter. Kini mereka sudah kembali melangkah dengan Winter yang berada di tengah.

Melihat tatapan bertanya dari Giselle membuat Sunoo menggeleng tidak tahu. Sebab laki-laki itu juga tidak mengetahui sebab gadis itu menjadi kesal pagi ini.

Hingga sampai di kelas pun, gadis itu masih menampilkan raut wajah tidak bersahabat nya. Winter yang biasanya cerewet dan asal bicara kini tiba-tiba menjadi pendiam membuat Sunoo dan Giselle jadi ragu untuk mengajak gadis itu berbicara.

"Bang*at!! Gak mau lagi gua percaya sama si monyet!! Dia pasti bakal muncul pas bel mau bunyi. Awas ajah kalau ketemu gua, gua bakal jambak rambutnya sampai botak!!"

Sepuluh orang teman sekelasnya termasuk Sunoo dan Giselle tentu saja terkejut mendengar teriakan melengking Winter. Teriakan yang bisa dibilang sebagai bentakan, namun mereka bingung dengan siapa Winter berteriak, sebab sedari tadi gadis itu hanya duduk diam di tempatnya sambil menatap tajam papan tulis di depan seolah-olah benda mati itu adalah musuhnya.

Giselle berjalan membantu Sunoo yang terjungkal di belakang akibat terkejut. Isi tas laki-laki itu berhamburan keluar termasuk kotak pensil laki-laki itu. Dengan tawa yang berusaha Giselle tahan, tangannya menarik laki-laki itu berdiri lalu membantu Sunoo memungut tas beserta isi-isinya.

Kepalanya kembali tertuju pada Winter yang kini terlihat menulis dengan kasar di bukunya. Entah apa yang gadis itu tulis hingga mampu membuat kursinya sedikit bergetar. Tangannya yang bebas dari pensil terkepal erat di samping bukunya. Matanya tajam dan fokus melihat bukunya itu. Giselle dan Sunoo kemudian menghampirinya. Keduanya berniat untuk menghibur Winter dan menanyakan apa yang telah terjadi.

"Ada apa sih Ter? Cerita ke kita coba. Siapa tau kita bisa kasi susilo."

Giselle refleks menoyor dahi Sunoo menggunakan telunjuknya. Tidak habis pikir dengan isi jalan pikiran laki-laki itu.

"Iya nih Ter. Kita kan sahabat lo," ucap Giselle ikut menimpali.

Winter melirik keduanya dengan malas lalu menghela nafas panjang. Tangannya sudah tidak terkepal seperti tadi dan kini tatapannya sudah berubah menjadi sedikit lembut namun terlihat seperti penuh penyesalan.

"Gue kesel banget sama si Beruang. Bisa-bisanya dia ninggalin gue berangkat sekolah. Kalau bukan Ibu yang nyuruh juga gue gak bakalan ngarepin dia nebengin gue."

Cinta Penawar KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang