♧Chapter14♧

30 29 0
                                    

"Ibu!"

Dugh... Dugh... Dugh!

Suara meja makan yang dipukul membuat suasana gaduh di area dapur rumah itu. Apalagi disertakan dengan suara teriakan panggilan dari bibir gadis kecil yang terlihat duduk di meja makan sambil terus menggoyangkan kedua kakinya yang menggantung.

"Ishh Ibuuuuu!!!"

Teriakannya kembali terdengar. Merasa kesal lantaran sedari tadi wanita yang sedang berkutat dengan alat masak tak jauh di depannya tidak segera merespon ataupun melirik ke arahnya.

Hanya terdengar bunyi pisau yang tengah bergerak memotong beberapa lembar daun sop dengan cepat di papan kayu.

"Ibu tidak dengar panggilan Winter ya sedari tadi? Apa telinga ibu bermasalah?"

Gadis kecil itu kembali berulah. Perut buncit dengan balutan dress berwarna hijau mudanya bergoyang-goyang mengikuti gerak langkah kakinya. Wanita yang berdiri di depan pantri dapur menyempatkan kepalanya untuk melirik putri kecilnya. Kedua tangan gadis itu bahkan sudah melingkar di pinggul wanita itu.

Tawa bahagia terdengar indah mengalun dari bibir merah mudah itu. Badannya mensejajarkan tinggi badan putrinya lalu bergerak mengusap puncak kepala sang buah hati. "Ada apa sih? Ibu lagi siap masak buat dibagiin ke tetangga baru kita."

Dahi gadis kecil itu mengkerut pertanda bingung. "Tetangga baru? Rumah yang di depan rumah kita kan kosong Bu."

"Itukan dulu. Kemarin sudah ada orang yang menempatinya. Nah, sekarang Ibu mau pergi dulu. Ibu sudah siapkan supnya di meja makan ya. Hati-hati saat memakannya. Ibu sudah memisahkan daun supnya kok."

Lontaran panjang itu dijawab gelengan keras oleh sang anak. Bahkan gadis kecil itu kembali memeluk pinggul ibunya lalu menenggelamkan wajahnya pada sela kaki sang ibu. Suara tak jelas timbul dari sana. Gumaman yang tidak dimengerti dari gadis yang bertubuh agak berisi itu membuat sang Ibu merasa gemas dan tertawa lagi.

"Winter mau ikut?"

Anggukan cepat segera gadis kecil itu berikan. Dengan bersemangat, cengiran khasnya nampak di bibirnya disertai tawa cekikikan karena mengetahui bahwa sang Ibu tidak akan menolak permintaannya kali ini.

"Adek gimana? Yang jagain adek di kamar kalau kamu ikut Ibu siapa dong?"

Tap... Tap... Tap....!

Bunyi langkah kaki terdengar mendekat ke arah mereka. Rupanya itu sang Ayah. Beliau terlihat memperhatikan keduanya dengan tatapan bingung lalu mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin yang sebelumnya sudah dia keluarkan dari lemari es. "Kenapa menatap Ayah begitu?" tanyanya ketika mendapati Istri dan anaknya kompak terus manatap ke arahnya.

"Ayah. Aku ingin ikut Ibu ke depan boleh ya?"

"Boleh. Kenapa harus minta izin ke Ayah? Biasanya juga kalau kamu mau keluar pasti langsung pergi." Pernyataan yang serupa dengan sindiran itu membuat Winter kecil memajukan bibirnya kesal lalu berubah menjadi senang seketika. Kakinya melompat-lompat mengelilingi tubuh sang Ibu dengan tawa amat sangat bahagia yang terdengar dari bibir mungilnya.

"Dia nyuruh kamu buat jagain Ita sebentar. Yuk Winter, keburu siang nanti."

Gadis kecil itu mengangguk dengan bersemangat lalu berlari menuju pintu utama meninggalkan Ibu dan Ayahnya di belakang. Keduanya sempat saling melirik lalu kompak menggeleng bersamaan.

"Aku nitip Ita ya. Popoknya sudah aku ganti kok tadi. Pergi dulu yah," pamit Ibu. Tangan lentiknya meraih telapak tangan sang suami lalu menyaliminya. Ayah mengangguk mempersilahkan. Segelas air yang sedari tadi berada di tangannya baru habis dia tegak setelah kepergian istrinya.

Cinta Penawar KutukanWhere stories live. Discover now