♧Chapter25♧

19 13 11
                                    

"Ahhhh bosan!!!"

Teriakan itu seketika menggema di setiap sudut kamar yang nampak gelap itu. Tirai jendela yang dibiarkan tertutup, lampu kamar yang sengaja dimatikan, serta bunyi dentingan jam dinding membuat suasana begitu senyap dan agak menakutkan. Terlebih lagi ketika melihat penampakan seorang gadis dengan rambut acak-acakan dibaluti piyama berwarna biru tengah duduk bersandar di dashboard ranjang. Entah kemana semua orang-orang. Gadis itupun tak berminat untuk mengetahuinya.

Terhitung sudah dua hari dirinya tidak pergi ke sekolah. Hanya tinggal di dalam kamar dan sesekali turun ke lantai bawah untuk makan dan menonton TV di ruang keluarga. Tidak ada ponsel, tidak ada mainan. Gadis itu hanya sibuk berjalan mondar-mandir, duduk, dan berbaring.

Helaan nafas kasar terdengar jelas dari mulutnya. Kepalanya menoleh ke arah handphone yang tergeletak di nakas sampingnya. Layarnya terlihat retak lumayan parah. Benda itu sudah tidak terbungkus dengan silikon berwarna merah-hitam seperti biasanya. Akibat kecerobohannya tempo hari, handphone itu harus terlempar dengan keras dari lantai dua ke lantai dasar. Gadis itu bukannya sengaja, dirinya terlampau kesal lantaran di saat dirinya tengah bersiap-siap ingin berangkat sekolah, tiba-tiba dirinya berubah menjadi Winter dengan tubuh kurusnya.

Baiklah, Winter masih bisa sabar jika perubahannya itu masih dalam waktu di batas normal. Mungkin untuk menunggu sedikit lebih lama akan membuat tubuhnya berubah kembali. Namun na'as, sampai hampir jam pulang sekolah tiba pun tubuhnya masih belum berubah. Dirinya masih menjadi Winter dengan tubuh kurus sampai detik ini. Ingat! Sampai detik ini! Ini sudah tidak wajar. Pikiran-pikiran buruk sudah memenuhi otaknya dari semalam. Terlebih lagi dia tidak bisa menghubungi teman-teman maupun wali kelasnya untuk minta izin. Ponselnya rusak. Tidak dapat menyala. Gadis itu juga sudah berinisiatif untuk mengisikan daya pada benda itu namun nihil, tidak ada tanda-tanda benda itu akan menyala.

Pasrah? Sepertinya begitu. Winter juga belum memberitahu orang tuanya mengenai kerusakan handphone-nya. Terbesit rasa takut dan juga rasa tidak ingin memberitahukannya. Bukan karena hal lain, melainkan gadis itu tidak enak ingin meminta handphone baru kepada orang tuanya. Selama ini dirinya sudah merasa terlalu menyusahkan hidup di keluarga itu. Apalagi melihat wajah letih ibu yang pulang kerja langsung beres-beres rumah dan masak, begitupula dengan ayah yang jarang berada di rumah. Semuanya bekerja keras. Hanya dirinya yang tinggal di rumah. Akhir-akhir ini dirinya juga sering tidak masuk sekolah. Mungkin guru-guru dan teman-temannya akan bingung.

Berharap tidak dikeluarkan sih tentu saja. Namun bagaimana dengan nilainya? Bagaimana dengan pelajarannya yang ketinggalan? Gadis itu bingung sekarang. Ah.... Bahas soal teman-temannya, Winter jadi kepo dengan kehidupan dua sahabatnya di sekolah. Apa yang mereka lakukan selama Winter tidak ada ya? Bahkan sampai sekarang dirinya tidak tahu kabar mereka. Oh iya, Winter lupa akan sesuatu. Bagaimana bisa Winter melupakan masalahnya dengan Giselle? Hal itu membuat senyum lebar di wajahnya berubah menjadi senyuman terpaksa. Masih dengan posisi bersandar pada dashboard kasurnya. Melihat pantulan dirinya dari kaca lemari, cantik meski dengan wajah dan rambut kusut. Winter mengakuinya.

Dugh... Dugh... Dugh...!

Brakh!!!

"Kakak!"

Winter terkejut bukan main. Tanpa sadar dirinya hampir lompat dari kasur. Belum sanggup menahan debaran jantungnya yang kencang akibat terkejut, alisnya dibuat terkejut dengan perlakuan Ita yang tiba-tiba berlari sambil memeluknya. Apa yang terjadi? Kepalanya kemudian melihat ke arah jam dinding berada, masih terlalu pagi untuk dikatakan sebagai waktu pulang sekolah. Lantas kenapa bocah ini sudah pulang di jam segini? Terlebih lagi dengan keadaan langsung menangis. Apakah adiknya di bully?

Cinta Penawar KutukanWhere stories live. Discover now