Chapter 2

133 24 7
                                    

Melody bermimpi dirinya melihat Hogwarts hancur, porak poranda karena diserang dari berbagai sisi oleh penyihir, satwa gaib, dan raksasa. Semua orang menjerit serta berlarian menyelamatkan diri, puing-puing berterbangan dan jatuh dengan bunyi keras ke tanah.

Kemudian Melody melihat seseorang, seorang anak lelaki asing dengan warna mata yang unik. Anak laki-laki itu berlari, menggenggam tongkat sihirnya dengan erat dan penuh amarah. Tepat di belakangnya, seorang penyihir hitam melaju bak melayang. Ia menyeringai mendekati pemuda itu secara diam-diam.

Tidak, Melody membatin.

Lari! Melody berteriak memperingatkan, namun si pemuda tak bisa mendengar suaranya.

Selamatkan dirimu!

Melody tersentak bangun dari tidurnya saat mendengar suara seseorang bergerak di dekatnya dan lampu pada nakas dinyalakan. Gadis itu memicingkan mata dan menghela nafas berat, mengeluh.

Ia dapat merasakan tubuhnya berkeringat, terutama di bagian leher dan wajahnya. Kesannya seakan dia baru saja berlari jauh selagi dikejar-kejar hantu jahat. Namun tentu saja tidak, Melody sadar ia hanya bermimpi buruk. Mimpi yang terasa sangat nyata.

Akan tetapi sekarang bukan itu masalahnya. Harry yang tidur di sisinya—pada sebuah tempat tidur tambahan yang kecil—telah terbangun. Pemuda itu sudah memakai kacamatanya dan bangkit dari posisi tidurnya untuk menyebrangi ruangan, membuka lemari pakaiannya, dan memandang ke dalam cermin di balik pintu lemari.

Melody memandangi sang kakak sembari mengumpulkan kesadarannya. Gadis itu mengelap wajah dengan lengan kausnya lalu bangkit duduk, menguap satu kali, dan kemudian memandang Harry lagi.

"... 'Da apa?" bisik Melody, berusaha untuk tidak membuat suara yang keras.

Harry menoleh padanya, dia terlihat syok dan ketakutan selagi mengusap-ngusap dahi tepat di bekas luka berbentuk sambaran kilatnya. Bekas luka itu ia dapatkan saat masih berusia satu tahun dari Voldemort yang gagal membunuhnya. Sejak saat itu, sesekali bekas luka Harry akan terasa sakit jika sesuatu yang buruk terjadi, misalnya saat Voldemort berada di dekat si pemuda.

Harry berjalan ke arah jendela, membuka gordennya untuk memeriksa jalan di bawah. Melody masih memandangi pemuda itu, bingung. Tak lama, Harry pun kembali ke tempat tidurnya, terlihat resah. Dia duduk dan meraba bekas lukanya lagi.

"Bekas lukamu sakit?" tanya Melody, masih dalam bisikan.

Harry mengangguk kecil, "aku melihat mimpi buruk." Jawabnya, suaranya agak gemetar.

"Mimpi buruk seperti apa?" tanya Melody.

Harry pun menceritakan mimpinya dalam bisikan serius. Ia berkata bahwa dirinya melihat seorang laki-laki tua di sebuah rumah tua yang besar. Laki-laki tua itu memasuki rumah tersebut karena melihat salah satu jendela berpendar di lantai atas. Saat ia masuk dan mengendap-endap, si laki-laki tua mendengar suara-suara dari salah satu ruangan.

Harry mengenali salah satu suara sebagai Wormtail atau yang mereka ketahui bernama asli Peter Pettigrew. Wormtail bicara pada seseorang dan tak lama seekor ular besar muncul di karpet, masuk ke dalam ruangan. Ular itu bicara pada orang yang duduk di kursi dan memberitahu bahwa si laki-laki tua telah menguping.

Kemudian kursi diputar dan sesuatu terjadi sehingga Harry terbangun dengan kaget. Harry tidak tahu jelasnya apa yang terjadi namun satu yang dia yakini bahwa orang di balik kursi adalah Lord Voldemort.

"Voldemort?" Melody berbisik dengan waspada, mengerutkan dahinya. "Bagaimana bisa? Bagaimana penampilannya?"

Harry menutup kedua matanya, berusaha mengingat-ngingat bagaimana penampilan Voldemort di dalam mimpinya tapi kemudian pemuda itu menggeleng.

Melody Potter and the Goblet of FireWhere stories live. Discover now