Chapter 16

104 22 2
                                    

Melody tidak ikut pesta yang diselenggarakan anak-anak Gryffindor untuk merayakan terpilihnya Harry sebagai juara kedua Hogwarts. Mereka rupanya sudah dengar dari salah satu lukisan yang memberitahu si Nyonya Gemuk mengenai Harry yang tetap harus ikut bertanding, dan memutuskan untuk memberinya selamat.

Melody tahu mereka semua tidak percaya pada Harry, Melody tahu mereka hanya berpura-pura. Maka dari itu dia jadi tak senang saat Fred dan George mengusulkan pesta, kemudian mengirimkan tatapan menghina kepada Lee Jordan yang sudah menyiapkan panji-panji Gryffindor, serta marah kepada hidangan yang tersedia di atas meja.

Richard Payne sudah menegur mereka untuk tidak berlebihan dan mengusulkan agar mereka semua tidur saja, tetapi tak ada yang mendengarkan. Jadi setelah mendengar permintaan maaf Richard, Melody hanya mendelik, kemudian berlari menuju kamar anak perempuan, berganti pakaian, dan segera tidur.

.

.

Sejak hari pertamanya menginjakkan kaki di Hogwarts, Pierre tahu tidak akan ada banyak hari tenang atau biasa-biasa saja dalam hidupnya. Yah, memang sejak lahir pun sudah begitu, dan Pierre tidak pernah banyak protes selain menghela nafas, mencibir, atau mengeluh. Dia setidaknya tak pernah melarikan diri dari kehidupannya.

Pierre sadar betul begitu Daniel memperkenalkannya pada Chere, Ginny, dan Melody, kehidupan sekolahnya pasti akan jauh dari namanya ketenangan. Tetapi bukan berarti ia tak menyukainya. Meskipun memang merepotkan harus terlibat dalam kasus Kamar Rahasia dan bahkan menghadapi buronan bernama Sirius Black, Pierre tidak merasa bahwa hal-hal itu buruk-buruk amat.

Karena baginya, tidak ada yang lebih buruk dari pada menyaksikan kematian kedua orangtuanya, di depan matanya sendiri.

Maka dari itu ketika Harry Potter diumumkan terpilih sebagia juara kedua Hogwarts untuk turnamen Triwizard, tadi malam ketika pesta halloween, Pierre sudah tidak kaget lagi. Kakak beradik Potter memang punya keahlian terlibat ke dalam masalah. Malahan Pierre heran kenapa orang-orang kaget.

Kan bukan sekali dua kali mereka menjadi pusat dari segala masalah yang ada di kastil itu.

Keheranan Pierre semakin bertambah ketika melihat Hermione dan Ron berdebat sembari mengoleskan selai pada roti mereka, minggu pagi di Aula Besar. Pierre heran mendengar bagaimana Ron tidak percaya pada Harry, sahabatnya sendiri, dengan mengatakan bahwa Harry pastilah menemukan cara untuk memasukkan namanya ke dalam Piala Api tapi tak memberitahunya.

"Oh, Ron, kau tidak masuk akal!" bentak Hermione, marah sekali. "Harry tidak mungkin melakukan itu. Memangnya kenapa dia mau ikut bertanding?"

"Kau tidak tahu," kata Ron getir. "Harry bilang padaku, kalau itu dia... dia akan memasukkan namanya di malam hari, dan tak seorang pun akan melihatnya... dia pasti temukan cara, aku tidak bodoh, tahu."

"Tidak mungkin, Profesor Dumbledore sudah membuat lingkaran batas usia!" kata Hermione.

Ron mengedikkan bahunya, kemudian mengangkat kedua alis, mendapatkan ide.

"Mungkin Melody membantunya." Katanya.

"Apa?" tanya Hermione, nyaris mendesis saking herannya dia.

"Melody bisa membantunya, dia tidak terdeteksi oleh sihir usia," kata Ron, dan sekarang semua orang di meja Gryffindor menatapnya. "Melody adalah Penyihir Istimewa, dia bisa lakukan yang kita tak bisa lakukan, dan dia adalah adik Harry."

"Ron!" tegur Hermione, melotot pada sahabatnya itu.

"Wah... kalau aku jadi kau, aku akan hati-hati saat bicara..." kata Daniel, ia tak menatap Ron, melainkan menatap pisau selai di tangannya, pemuda itu tengah mengoleskan selai stroberi pada rotinya.

Melody Potter and the Goblet of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang