Chapter 20

114 20 14
                                    

Daniel berlari-lari kecil di koridor-koridor kastil Hogwarts sembari menoleh ke sana kemari. Pemuda itu pergi ke Aula Besar, Aula Depan, dapur, halaman, dan tempat lain, untuk mencari Melody namun gadis tersebut tidak ada di mana-mana. Ketika ia bertanya pada orang-orang yang berpapasan dengannya pun, mereka tak ada yang berpapasan dengan Melody.

Selanjutnya Daniel mencari ke kelas-kelas kosong, toilet Myrtle Merana, dan halaman sekolah, tetapi tetap saja tak menemukan Melody. Pemuda itu tak pergi ke asrama karena cukup yakin Melody tidak mungkin mau kembali ke sana saat sedang kalut—meskipun sekilas berpikir mungkin saja Melody sudah kembali ke kamarnya.

Maka dari itu, setelah mencari di lantai bawah, Daniel menaiki tangga ke Menara Astronomi sembari mengatur nafasnya yang kelelahan. Pemuda itu melewati dua anak tangga terakhir sekaligus, kemudian menegakkan diri sembari memandang berkeliling.

Daniel lega bukan main saat melihat Melody duduk di sudut Menara Astronomi. Gadis itu tengah memeluk lututnya dan menundukkan kepalanya sambil terisak-isak pelan.

Daniel menghela nafas lalu melangkahkan kakinya menghampiri gadis tersebut, dan kemudian duduk di sampingnya. Melody bergeming, dan Daniel pun tidak bicara apa-apa, hanya duduk di sisinya menunggu gadis tersebut selesai menangis.

Meskipun begitu, rasanya ganjil melihat Melody yang biasanya kuat, tiba-tiba menangis dan menyendiri seperti ini. Bukannya ini sesuatu yang hina atau buruk, mengingat manusia juga bisa merasakan sedih, hanya saja bagi Daniel, dia lebih suka melihat Melody dan teman-temannya bahagia dari pada merana seperti ini.

Tapi lagi, tak ada salahnya untuk merasa sedih sesekali. Sebab ada waktu-waktu tertentu di dalam kehidupan manusia, di mana mereka merasakan kesedihan yang membuat diri mereka mau tak mau meluapkannya dengan menangis atau merenung. Asalkan tidak terlalu terlarut dalam kesedihan itu, sesekali merasa sedih bukanlah hal yang hina.

"Maaf..." gumam Melody, suaranya serak dan teredam. "Aku tidak bermaksud ingin melarikan diri... tadi itu refleks."

"Chere mengamuk setelah kau pergi..." kata Daniel lambat-lambat, mencoba mencairkan suasana. "Dia menampar Harry dan memarahinya."

Melody tertawa hambar, "seharusnya aku tinggal lebih lama untuk melihat itu..." katanya.

"Seharusnya aku merekamnya." Kata Daniel, tersenyum tipis.

Melody tak merespon, gadis itu diam lagi selama beberapa detik, lalu menghela nafas panjang, dan mengangkat kepalanya sedikit, memperlihatkan wajah yang pucat dan mata yang sembab serta merah.

"Aku juga tidak bermaksud untuk meledak-ledak seperti itu..." gumam Melody, menatap ke arah depan dengan merana. "Aku tidak tahu apa yang merasukiku sampai jadi seperti itu."

"Kau sudah menahannya sangat lama..." kata Daniel, menatap Melody dengan tulus, "kau sudah sangat sabar dan kuat... tapi mau bagaimana pun juga, kau ini tetap manusia, Melody... jadi jangan merasa bersalah karena kau mengungkapkan isi hatimu."

"Aku pasti sudah membuat Harry, Ron, dan Hermione sakit hati... aku bicara buruk tentang mereka..." kata Melody sedih.

Daniel menggeleng, "aku yakin mereka bisa mengerti, dan mungkin juga merasa pantas mendapatkan semua yang kau katakan. Anggap saja kalian impas, hm?" katanya.

Melody tak merespon lagi, hanya memandang ke arah depan dengan sedih. Tetapi kelihatannya dia tengah merenungi kalimat Daniel. Daniel pun menghela nafas kemudian menatap ke arah depan juga.

"Aku juga berpendapat bahwa Harry sudah keterlaluan... dia memperlakukanmu tidak lebih berharga dari Ron atau Hermione, dan parahnya merasa iri padamu. Jadi menurutku, tak ada salahnya kalau dia harus dipukul dulu baru sadar. Yang kau lakukan, dan yang Chere lakukan, itu pantas untuk dia terima agar Harry mau sadar dan belajar." Kata Daniel.

Melody Potter and the Goblet of FireWhere stories live. Discover now