Chapter 11

92 20 2
                                    



"Waspada!"

"ARRGH!"

Masih di halaman sekolah sebelum kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam dimulai, Melody dan Daniel memutuskan untuk menunggu sembari berlatih pedang, dengan menggunakan ranting pohon yang mereka temukan di sekitar halaman. Awalnya tidak ada alasan khusus kenapa mereka memilih berlatih pedang, hanya Melody yang penasaran bagaimana susahnya berlatih mengayunkan pedang dan Daniel pun dengan senang hati mau memperlihatkannya.

Lama kelamaan, latihan mereka menjadi serius dan Daniel pun tidak segan-segan. Sudah setengah jam sejak mereka mulai dan Melody sama sekali belum pernah menang. Kali ini pun, pertahanannya masih kurang sehingga Daniel berhasil menodongnya tepat di wajah dengan ranting, sementara ranting di tangan Melody jatuh ke tanah.

"Aku kalah lagi!" Melody menjerit, mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, putus asa.

Daniel tertawa sembari memungut ranting pohon Melody dan mengulurkannya, "Melody, pertahananmu terlalu longgar. Kurasa kau terlalu mengandalkan sihir..." katanya.

"Y-yah..." gumam Melody malu, menerima kembali ranting pohonnya.

"Tidak apa-apa, kau kan penyihir," kata Daniel santai. "Tapi menurutku ada baiknya kau coba mempelajari pertahanan diri tanpa tongkat sihir."

"Kurasa begitu..." kata Melody pelan. "Tapi aku tidak mengerti apa yang kurang dari pertahananku?"

"Kau bertahan dengan cara menyerang," kata Daniel. "Itu sebenarnya bisa jadi strategi bagus, tapi karena penyeranganmu pun belum sempurna, kau jadi punya banyak celah. Kau terlalu fokus untuk terus maju tanpa memperhatikan kondisi diri maupun sekitar."

Daniel menggerakkan jari telunjuknya dari depan mata ke arah depan, membuat gerakan maju.

"Begitu?" tanya Melody, mengerjap kaget.

Daniel mengangguk, kemudian ketika angin bertiup pelan, ia melanjutkan, "aku sebenarnya tak ingin mengatakan ini, tapi karena kita sudah di sini dan topiknya cocok, maka akan kukatakan..."

"Apa?" tanya Melody lagi.

Daniel menoleh ke arah Danau Hitam, kemudian ia pun duduk di bangku taman dan kembali memandang Melody.

"Kau kurang perhatian pada sekitarmu." Katanya.

Melody mengerutkan dahi, Daniel pun tidak menunggunya merespon.

"Penyeranganmu bisa jadi kuat jika terus berlatih, aku bisa melihatnya. Kau punya bakat alami untuk itu. Tapi pertahanan dan strategimu masih acak-acakan. Kau tidak peduli pada kondisi tubuhmu maupun bagaimana situasi di sekitar, kau hanya fokus untuk menyerang lawan di depanmu. Fokus mencari titik lemahnya dan berusaha menyerangnya... padahal, lawan di depanmu juga pasti melakukan hal yang sama dan bisa saja melakukannya lebih baik dari pada kau." Kata pemuda itu.

Melody mengerjap, merenungkan penjelasan Daniel, lalu ia mengangguk pelan.

"Melody, selain kuat... Voldemort itu pintar," kata Daniel serius. "Kau akan kalah jika tidak hati-hati saat menghadapinya."

"Benar..." Melody mengangguk.

"Maka dari itu, selain melatih kekuatanmu, kau juga harus melatih otakmu." Daniel menunjuk pelipisnya sendiri. "Kau harus belajar banyak hal, mempelajari apa saja yang bisa kau pelajari, berlatih mengatur strategi, dan tentu saja mengontrol mental serta emosimu."

Melody termenung, Daniel pun memandang berkeliling sembari berkata, "lihat sekitarmu."

Melody pun memandang sekitar, melihat murid-murid yang tidak ada kelas tengah berjalan-jalan, bermain, atau bahkan belajar di halaman sekolah. Cuaca sudah mulai membaik, rerumputan mulai kering, dan angin sepoi-sepoi berhembus menenangkan.

Melody Potter and the Goblet of FireWo Geschichten leben. Entdecke jetzt