52-kau mencintainya?

376 35 39
                                    

/ Benjamin McKenzo /

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

/ Benjamin McKenzo /

**

Brak!

Benjamin terperanjat kaget, ia mengusap dadanya dengan gusar. "Kau ini, lain kali berikan kode-kode jika ingin mengagetkan!" titah Benjamin dengan sebal pada Felix. Mulutnya maju beberapa centi seperti remaja yang tengah merajuk pada pacarnya, tangannya juga terlipat di depan dada. Tetapi Benjamin terlihat marah dengan tidak elegan.

Felix mengeram. "Kau pikir kau siapa bisa memerintahku." Tatapannya tajam, penuh penghunusan tajam. Setelah beberapa saat setelah Benjamin berucap dengan membingungkan Felix, ia hanya diam. Memendam semuanya sembari dipikirkan.

Tidak, tidak mungkin jika Felix yang butuh Alea.

Seharusnya itu tidak mungkin.

Felix berdiri dengan cepat, ia merapihkan kerah kemejanya yang sempat miring karena pergerakan Felix sedari tadi sudah cukup banyak. Bahkan, bagian punggung dari kemejanya pun masih basah oleh keringat Felix padahal di ruangan rawat inap ini sudah memakai pendingin ruangan sedari tadi.

Felix mulai melangkahkan kakinya, dan saat pria itu hampir menuju pintu, Benjamin ikut berdiri. "Hei, kau mau kemana? Sebentar lagi pasti dokter akan memberikan diagnosisnya, Felix! Hei, hei setan!"

Tidak berpengaruh, panggilan dan informasi dari Benjamin itu sama sekali tidak berpengaruh bagi Felix. Kakinya tetap jalan dengan angkuh dan membawa aura dingin di setiap atmosfer sekitarnya. "Sialan pria itu!" umpat Benjamin frustasi.

Benjamin hanya menatap Alea yang tengah terbaring tenang. Bibirnya pucat, rambutnya terlihat sedikit mengembang. Pasti ia berlari cukup jauh sehingga rambutnya banyak terkena angin, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu?

Namun, beralih dari perhatian Benjamin pada penampilan Alea, dokter datang. Benar, sesuai ucapan Benjamin yang tadinya hanya ingin menghambat Felix untuk tidak pergi. Tetapi sebenarnya dokter benar-benar datang membawakan diagnosisnya.

"Bagaimana, dok?"

Dokter itu tersenyum simpul. Ia menepuk pundak Benjamin dan sedikit mengurutnya sebentar. "Wali dari Nyonya Kimberlly?" tanya dokter tersebut.

Ah, mau tidak mau Benjamin harus mengiyakan. Di sini hanya ada dirinya. "Y-ya."

Dokter itu mengernyit. "Kenapa anda ragu menjawabnya? Apakah anda bagian dari keluarga Nyonya Kimberlly?"

Benjamin sontak mengangkat kedua tangannya seperti ia menolak pernyataan itu. "Ah—saya hanya teman kerja suaminya, um—calon suaminya, i think?" jawab Benjamin dengan terpatah-patah.

Imaginary Devil (END)Where stories live. Discover now