O9-poor Kenneth

2.2K 115 0
                                    

/ Allice Alea Kimberlly /

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

/ Allice Alea Kimberlly /

*

Alea menghentakkan kakinya dengan kesal, dia berjalan menuju ruang tamu dan menjatuhkan bokongnya di karpet bulu yang cukup besar itu. Punggungnya bersandar pada sofabed yang ada di ruangan itu.

"Bisakah kau diam, Felix?!" teriak Alea kesal. Sedari tadi Felix terus saja mengikutinya kemana pun, bahkan saat Alea ingin membuang air kecil saja Felix memaksa untuk ikut. Benar-benar tidak waras.

Sekarang, Felix duduk di sofa, tepat di atas Alea yang duduk di karpet bawahnya. Dengan usil Felix meraba-raba tengkuk Alea membuat Alea tidak nyaman.

"Kau! Bisakah diam tanganmu?" geramnya, Alea memutar tubuhnya dan memegang tangan Felix dengan kencang. Setelahnya Alea membuang tangan itu dengan kasar.

"Tidak bisa, Alea," jawab Felix. Tangannya yang tadi terbang di udara akibat Alea kini menopang dagunya.

"Kau cantik sekali," ucap Felix setengah sadar.

Alea membulatkan matanya, dia membuang wajahnya ke arah lain dengan tempo lambat. "Aku tahu!" balas Alea menghilangkan meltingnya.

"Kau tambah lucu," ungkap Felix lagi.

Alea merasakan buku kuduknya meremang, apa lagi maunya Felix? Sudah cukup Alea kembali bolos sekolah karenanya, dan jangan buat suasana di rumah Alea semakin buruk.

Buruk karena hanya ada mereka berdua. Hanya mereka berdua yang ada. Yang ada di rumah Alea.

Yang artinya itu, itu sangat membahayakan Alea. Felix yang nampak seperti om-om itu ....

"Argh! Diamlah, Felix!" sergah Alea. Kini dia kembali merasakan bahwa tangan Felix yang ada di puncak kepalanya menarik kepalanya ke samping hingga miring.

Itu yang membuat Alea merasakan lidah Felix yang basah di lehernya. Felix sengaja memiringkan kepalanya agar memudahkan dirinya untuk menjamah leher Alea.

"Felix .... " Alea memejamkan matanya, berusaha tidak mengeluarkan suara laknat seperti semalam.

Bola mata Alea hampir saja keluar saat lidah Felix turun sampai ke tulang selangkanya. Rasanya gelenyar aneh itu kembali menghantuinya. Napas Felix yang memburu pun terasa di bahu Alea.

Alea menggeram. Dia memegang kepala Felix dan menjambaknya agar kepala Felix segera menjauh.

Sekitar beberapa menit memanjakan leher dan bahu Alea, Felix akhirnya menjauh. Dia menatap Alea kembali dengan datar.

"Felix, kenapa kau jadi suka seperti ini?!" tanya Alea sambil menautkan alisnya. Dia segera berdiri dan duduk di sofa lainnya untuk menjauh dari Felix.

"Semua pria juga menyukai seperti itu, munafik jika dia berani bilang tidak," sahut Felix, kini dia melipat kedua tangannya di atas kepala untuk dijadikan sandaran kepalanya.

Imaginary Devil (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora