64-dekapan dan godaan felix

556 48 31
                                    

"Felix, kapan kau pulang?"

Suara lembut dengan percikan sedikit serak, serta nadanya yang lemah menghangatkan hati Felix. Walau Alea belum sepenuhnya menerima dirinya sebagai suaminya, dan Alea masih belum mengganti panggilan atas dirinya, Felix tetap menyukai itu.

"Sedikit lagi pekerjaanku selesai, kau sabar sedikit ya," tenang Felix, ingin rasanya dia mendekap kepala Alea dalam dadanya. Hanya menanyakan kapan ia akan pulang, hati Felix sudah menghangat. Alea begitu hebat dalam hal membuat Felix jatuh sejatuh-jatuhnya.

Alea terdengar melenguh dari sana, "Huh, baiklah. Aku merindukanmu."

Felix terkekeh kecil, gadisnya memang sudah dewasa, tetapi masih saja sangat kecil bagi Felix. "Iya, akan aku bereskan pekerjaanku, kau tunggu dan siapkan makan saja di rumah, ya!" putus Felix, namun Alea belum puas.

"Ah, Felix ... aku tidak membuat makanan apa-ap di rumah, aku ingin yang berbau stroberi, kau mungkin juga mau makanan dengan khas cappucino? Dengan satu perempat taburan kopi hitam? Jangan samakan makananku dengan punyamu, karena kau selalu saja tak suka strobei!" oceh Alea dari telepon, panjang lebar.

Gadisnya telah lulus mengenalnya cukup dalam, bahkan Alea sudah tau mendetail tentang apa yang ia sukai dan tidak ia sukai. "Ahaha. Iya, Alea. Tapi makanan apa yang berbau stroberi dan cappucino?" tanya Felix balik. Satu tangannya mengutak atik Mac miliknya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sementara tangannya yang lain tengah memakai jaket tipis untuk menutupi kemejanya yang terihat press di badannya.

"Kau bisa beli roti yang ada di persimpangan jalan sana, aku suka mencium aroma cappucino dari gerai itu. Kemudian aku mau kue Hiuland, apa saja sesukamu, yang penting berbau stroberi!"

Felix menggeleng dalam teleponnya, ia benar-benar membereskan peralatan kerjanya dan bersiap untuk pulang. Kakinya mulai melangkah keluar ruangan kantor dan airpods tetap terpasang di telinganya. "Alea, kau mau makan roti di malam hari begini?" ujar Felix, tak habis pikir.

"Iya ..., apa kau tidak punya uang?"

Sekali lagi Felix tertawa geli. "Kau menanyakan itu padaku? Kurasa kau salah orang, Alea. Keturunan Andromalius selalu punya uang, kau ini—"

"Psst! Berhentilah Felix, dasar angkuh! Kau mulai lagi, ya! Kau memang tidak punya uang semenjak menikahiku karena semua uangmu kini milikku, huh!" Alea menyahuti Felix dengan nadanya yang meninggi, walau suaranya masih terkesan lembuf.

Felix membuka pintu mobilnya dan mulai menyalakan mesin mobil. "Iya-iya, semua hartaku, uangku, dan segalanya kini milikmu, jangan-jangan kau menerima lamaranku karena kekayaanku ya?" ledek Felix yang masih saja belum puas meladeni gadisnya.

"Apa kaubilang? Huh, siapa yang bilang akan membunuh seluruh karyawan perusahaan cincin jika aku tidak menerima lamaranmu?"

Alea menyindir dengan tepat, padahal realitanya Felix tak mungkin lakukan itu. Tangannya pasti sangat lelah jika harus membereskan semua karyawan, paling-paling Felix hanya berniat menyelakai CEO dari perusahaan cincin lamaran yang ia beli karena cincinnya gagal meluluhkan hati Alea.

Tapi untungnya Alea menerima lamarannya. Felix jadi tak perlu repot-repot mengotori tangannya untuk berbalas dendam.

"HAHAHA, Alea kau tahu? Hanya kau yang bisa membuatku tertawa lepas seperti itu."

"Ya, itu sebabnya jangan terlalu tertutup pada orang lain, Felix cepatlah! Aku lapar huhu."

Dalam perjalanannya Felix terkekeh sambil menggeleng. "Alea berhentilah memerintah sesukamu pada—"

Imaginary Devil (END)Where stories live. Discover now