9

5.4K 1.8K 233
                                    

Bu Deswita mengantar sampai ke depan rumah. Aku segera turun dan langsung berteriak memanggil.

"Bu... Ibu..."

"Kamu anak gadis kok teriak-teriak." Eyang menyambutku dengan senyum lebar. Segera kupeluk tubuhnya.

"Ibu sama ayah ke mana, Yang?"

"Ke pesta teman kantor ayahmu."

"Mas Zeus?"

"Biasa sedang ke rumah pacarnya. Kamu tumben pulang?"

"Bu Deswita sedang ke rumah yang di sini. Jadi aku diijinkan pulang."

"Kamu menginap?"

"Iya, tadi aku sudah minta ijin mumpung di sana Bi Imah menemani."

"Eyang kang, semenjak kamu kerja jarang pulang kemari. Eyang jadi tidur sendiri."

"Isik-isik aku, Yang."

"Kamu itu masih saja manja, kapan punya pacarnya kalau begini?"

"Kapan-kapan."

"Masmu Zeus sudah ada rencana melamar kekasihnya."

"Iya, kemarin ibu bilang. Aku sudah janji buat nambahin biaya pesta. Supaya bisa mewujudkan harapan ibu dulu."

"Uangmu banyak, tho nduk?"

"Enggaklah yang, tapi ada dan lebih dari cukup untukku sendiri."

Eyang tertawa sambil mengelus rambutku. Aku sangat merindukan hal ini. Di rumah Bu Deswita jangan harap mendapatkan kehangatan seperti sekarang. Semua orang di sana sibuk sendiri termasuk para pelayan. Aku bahkan jarang sekali menginjak area dapur karena ada juru masak khusus yang selalu mengawasi. Lagi pula memasak juga kebanyakan untuk para pelayan. Bu Deswita sendiri masih harus diet dan Pak Avram hanya sarapan di rumah. Aku jelas ikut makanan para pelayan. Meski begitu menunya selalu berganti, seperti itulah orang kaya. Tapi tetap saja aku rindu masakan eyang dan ibu. Meski hanya sekadar mendoan yang dimakan dengan cabe rawit.

***

Keesokan harinya aku mengunjungi Bu Deswita karena beliau memintaku datang. Ternyata diminta untuk membantu membenahi isi lemari. Ada banyak sekali gaun pesta yang harus dianginkan di sana. Terbayang bagaimana kurusnya ibu dulu saat melihat ukuran gaun-gaun tersebut. Tapi sekarang pun ibu tidak bisa dikatakan gemuk. Hanya saja lebih berisi.

"Semua saya gunakan saat masih muda. Modelnya sudah ketinggalan jaman. Mau dibawa ke tukang jahit untuk sedikit diubah juga percuma karena sekarang nggak pernah ke pesta lagi."

"Enggak ah, bu. Model sekarang juga begini tapi ditambah payet saja. Atau kadang tangannya jadi pendek."

"Iya, sebenarnya. Dulu saya sering beli baju kalau menemani Albert ke pesta. Saat itu beberapa kali dalam seminggu kami harus pergi dan pakaian harus selalu ganti."

"Pesta jaman dulu seperti apa bu?"

"Sama saja. Ada makanan, penyanyi, acara dansa. Hanya saja hotel atau tempat pertemuannya yang kadang berbeda. Orang jaman ibu suka rame-rame. Saling menyapa diantara puluhan sampai seratusan orang. Makan banyak undangan makin seru. Beda dengan generasi sekarang, Avram kalau buat pesta yang diundang paling sepuluh orang. Panggil chef, DJ, atau band dan penyanyi mereka sudah bisa pesta sampai pagi. Kamu sering ke pesta?"

"Jarang, cuma pesta pernikahan."

"Pesta ulang tahun temanmu?"

"Kalau di rumah atau makan-makan saya ikut bu. Tapi kalau di kelab nggak pernah. Ayah tidak mengijinkan."

MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA ITU ADA?/Versi Lengkap Tersedia Di PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang